Pangan olahan akhir-akhir ini mudah sekali ditemui di supermarket, pasar, swalayan maupun minimarket, baik produk dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari data Kemenperin (2016) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan industri pangan olahan mencapai 9.82% pada triwulan ke-3 tahun 2016 atau diatas pertumbuhan industri sebesar 4.71% pada periode yang sama. Jenis produknya pun sangat beragam, mulai dari pangan basah hingga pangan kategori kering dengan "penampilan" yang sangat menarik bagi konsumen dan memiliki masa simpan produk yang bervariasi bahkan bisa mencapai lebih dari satu tahun.
Hampir semua pangan olahan, seperti minuman ringan, fruit bar, acar yang dikalengkan, sayuran kering, kentang beku, seafood dalam kaleng, biskuit, dan roti menggunakan bahan tambahan pangan untuk memodifikasi karakteristik pangan olahan tersebut. Salah satu bahan tambahan pangan yang populer adalah sulfit. Sulfit atau sulfiting agent yang dimaksud disini adalah komponen atau grup komponen yang mengandung sulfur dan dapat menghasilkan sulfur dioksida (SO2), suatu komponen aktif yang dapat membantu mengawetkan pangan. Â Sebagai bahan tambahan pangan (BTP), sulfit memiliki banyak sekali manfaat antara lain: agen bleaching, antimikroba, dan penyerap oksigen. Penelitian oleh Garcia-Fuentes et al.(2015) menyebutkan bahwa fungsi primer dari sulfit tersebut adalah sebagai pengawet atau antioksidan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan dan pencoklatan selama persiapan, penyimpanan, dan distribusi sebagian besar produk pangan. Komponen aktif yang berperan menjadi pengawet pangan adalah SO2 atau sulfiting agent.
Sebagai salah satu BTP pengawet, sulfit dapat ditemui dalam berbagai bentuk garam, seperti belerang dioksida, natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, kalium metabisulfit, kalium sulfit, dan kalium bisulfit. Penggunaan BTP ini telah diatur dalam PerKa BPOM Nomor 36 Tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan BTP pengawet. Secara umum, batasan penggunaan sulfit berdasarkan acceptable daily intake(ADI) adalah 0-0.7 mg/kg berat badan. Sedangkan batas maksimum penggunaan dalam produk pangan bervariasi antara 15-500 mg/kg (dihitung sebagai residu SO2).
Menurut FDA, batas residu sulfit pada produk akhir harus kurang dari 10 ppm. Oleh karena itu, pangan yang mengandung sulfit lebih dari 10 ppm harus mencantumkan informasi tersebut pada label pangan kemasannya. Adanya beberapa kasus alergi terhadap sulfit kerap menjadi masalah, mulai dari efek alergi secara umum hingga kematian. Walaupun hanya minoritas manusia yang memiliki alergi atau sensitif terhadap sulfit, namun sebagai konsumen tetap perlu waspada. Reaksi alergi terhadap sulfit seperti sesak nafas dan batuk, diperkirakan mempengaruhi 5-10% penderita asma. Adanya pengaruh sulfit terhadap sistem pernapasan dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga kematian. Reaksi alergi sulfit termasuk anaphylaxisyaitu reaksi alergi berat yang terjadi secara tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian. Gejala anafilaksis meliputi detak jantung cepat, gatal-gatal, pusing, sakit perut, diare, kolaps, kesemutan atau sulit menelan. Namun, kasus anafilaksis, termasuk alergi sulfit, sangat jarang terjadi (ASCIA 2014).Â
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi sulfit, sebagai berikut: (1) Jika produk pangan dikemas, dapat dilakukan pengecekkan komposisinya; (2) Hindari konsumsi makanan olahan yang mengandung sulfit, seperti buah kering dan sayur kaleng; (3) Jika menderita asma, persiapkan inhalersetiap kali akan makan atau persiapkan antihistamin; (4) Konsumsi pangan yang mengandung mineral molibdenum seperti kacang-kacangan, biji-bijian, telur, susu, dan sayur yang berwarna hijau gelap (IMOA 2016), karena dapat membantu proses detoksifikasi sulfit jika enzim sulfit oksidase sedikit (Papazian 2017).
Â
Sumber Pustaka
[ASCIA] Australian Society of Clinical Immunology and Allergy. 2014. Sulfite sensitivity. [internet]. http://www.allergy.org.au. Diakses pada 5 Desember 2017.
Garcia-Fuentes AR, Wirtz S, Vos E, Verhagen H. 2015. Short review of sulphites as food additives.European Journal of Nutrition & Food Safety. 5(2) : 113-120.
[IMOA] International Molybdenum Association. 2016. Molybdenum-Essential for Life.[internet].http://www.imoa.info/download_files/sustainability/Molybdenum_Essential.pdf . Diakses pada 26 Desember 2017
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2016. Industri Makanan dan Minuman Dorong Pemerataan Nasional. [internet]. http://www.kemenperin.go.id/artikel/16979/Industri-Makanan-dan-Minuman-Dorong-Pemerataan-Nasional. Diakses pada 1 Desember 2017.