Pada dasarnya setiap orang bebas menyampaikan pendapat, selama itu dalam koridor yang benar. Tulisan Kompasianer Rahmat Thayib (selanjutnya disingkat RT) dengan judul di atas, menurut saya masih termasuk tulisan yang baik. Namun begitu, saya tertarik mengomentari beberapa pernyataan dalam tulisan tersebut (http://www.kompasiana.com/rahmathayib/sby-dan-5-jawaban-untuk-tudingan-makar_5834110e537a61dc09a88682).
RT menulis:
"Sebelum Fahri Hamzah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah satu sosok yang dituding hendak berbuat makar. Tampak jelas suatu skenario di media sosial yang mengiring opini publik terhadap SBY, dari aktor dibalik aksi unjukrasa umat Islam 4 November silam, sampai bermaksud berbuat makar"
Tanggapan:
Jika saya amati perkembangan di media-media online, sebagian besar publik tidak menilai pak SBY sebagai otak pelaku upaya makar. Sekali lagi, sebagian besar publik tidak menilai SBY sebagai otak makar. Tapi demo-demo kemarin memang cukup rumit, karena ada banyak kepentingan/agenda tercampur di dalamnya: ada yang murni membela agama (sepertinya ini mayoritas), ada yang memanfaatkan momen ini untuk merongrong Presiden Jokowi, ada yang memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan politik terkait Pilkada DKI (agar Ahok terjegal, atau minimal suara pemilihnya jatuh), bahkan dapat diduga ada yang memanfaatkan untuk merubah dasar negara dengan memaksakan paham-paham radikal tertentu. Bahwa demo kemarin telah disusupi kepentingan lain tampak dengan adanya aksi kerusuhan oleh pihak tertentu di akhir demonstrasi.
Bahwa demo kemarin sebagian murni membela agama tampak dari hadirnya diantara pendemo tokoh-tokoh seperti KH AA Gym dan KH Arifin Ilham.
Bahwa demo kemarin dimanfaatkan pihak tertentu untuk merongrong Jokowi tampak dari fakta-fakta, diantaranya, orasi Fahri Hamzah untuk menjatuhkan pemerintah. "“Jangankan menjatuhkan seorang Ahok, Presiden pun bisa kita jatuhkan,” kata Fahri." (http://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2016/11/04/orasi-fahri-hamzah-presiden-kita-jatuhkan/). Juga adanya orasi Ahmad Dhani yang menjatuhkan martabat Presiden Indonesia dengan mengata-ngatainya dengan umpatan binatang. ""Ingin saya katakan ****! Tapi tidak boleh. Ingin saya katakan ***! Tapi tidak boleh." (http://jateng.tribunnews.com/2016/11/07/begini-isi-orasi-ahmad-dhani-saat-demo-4-november-depan-istana-yang-bikin-ia-dilaporkan-polisi). Disamping itu, sebelum aksi demo, ada pernyataan dari Wasekjen MUI Tengku Zulkanain jika dalam 2 minggu Ahok tidak diproses, presiden akan diturunkan. "Kalau 2 minggu tidak diproses juga, ya presidennya kita turunkan". (https://www.youtube.com/watch?v=L6euDmmfSDk)
Lalu dimana posisi pak SBY? Publik melihat SBY adalah pihak yang mencoba tampil untuk mengambil keuntungan politik (terkait pilkada DKI) melalui momentum ini. Namun justru hal itulah yang disayangkan masyarakat. Mengapa demikian? Ini terkait alasan berikutnya.
RT menulis:
"Karena makar bertentangan dengan negarawan; seseorang yang memproduksi nilai-nilai kebajikan semata-mata untuk kepentingan negara. Keduanya saling meniadakan. Seorang negawaran mustahil bertindak makar; dan sebaliknya makar tidak akan menyeruak dari pikiran negarawan sejati."
Tanggapan: