Mohon tunggu...
Vivus Vici
Vivus Vici Mohon Tunggu... -

Damnant quod non intellegunt.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanggapan Soal Tema ILC "Hoax dan Kebebasan Berpendapat"

21 Januari 2017   21:50 Diperbarui: 21 Januari 2017   22:10 3732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu Indonesia Lawyers Club (ILC) mengangkat tema "Hoax dan Kebebasan Berpendapat". Sehubungan tema ini, sayapun ini menyampaikan pendapat.

Namun sebelum itu, saya kira ada baiknya saya menyarankan, kalau memang bisa diterima, satu hal. Kita sering menggunakan istilah "kebebasan berpendapat". Namun menurut saya, ada baiknya kita menggantinya dengan istilah "hak berpendapat". Mengapa demikian? Sebab kata "bebas" bisa memiliki makna yang kabur, seolah-olah berarti seseorang bisa melakukan segala hal, termasuk berbohong. Namun kata "hak berpendapat" tidak mengandung makna seseorang boleh melakukan yang tidak benar, apalagi kalau tujuannya menipu orang lain.

Oke, masuk ke topik. Secara sederhana, Hoax berarti suatu pemberitaan palsu (bohong) yang bertujuan menipu. Oleh sebab itu, menurut saya, memberantas Hoax tidak berarti memberantas hak berpendapat. Mengapa demikian? Saya analogikan seperti berlalu lintas. Anda berada di titik A dan menuju ke titik B. Ada banyak jalur yang bisa Anda gunakan, dan Anda berhak (atau 'bebas') menggunakan jalur manapun sesuai keinginan Anda. Namun, bukan berarti karena Anda berhak/bebas menggunakan jalur manapun, lantas Anda boleh melanggar rambu/aturan lalu lintas, misalnya berkendara berlawanan arah. Jadi berhak di jalan raya bukan berarti Anda boleh melakukan yang salah.

Demikian juga dengan berpendapat. Berhak berpendapat bukan berarti memperbolehkan kita berbohong. Voltaire, filsuf Perancis, pernah mengatakan "saya mungkin tidak setuju dengan yang Anda katakan, tapi saya akan membela hak Anda untuk mengatakannya". Ya, Voltaire membela hak berpendapat orang tersebut, tapi bukan berarti ia akan membela/memperbolehkan jika seseorang menyampaikan kebohongan.

Bagaimana penerapan sederhananya? Misalnya, dalam pilgub provinsi X, saya pendukung A dan orang lain pendukung B. Saya menghargai pendapat ataupun hak orang lain mendukung B. Dia mungkin mendukung si B karena muda, atau karena tampan, atau karena ramah, atau karena apapun. Silakan saja. Tapi kalau dia mendukung B dengan menyampaikan kebohongan, baik tentang si B maupun terhadap calon lain (yang menurutnya adalah 'pendapat'), tentu saya tidak setuju, saya menolak itu. Berhak berpendapat bukan berarti berhak berbohong.

Jadi kalau ada yang bilang memberantas Hoax berarti memberantas hak berpendapat, apalagi katanya mengarah pada pemerintahan otoriter, menurut saya itu kesimpulan yang keliru. Bagaimana mungkin kita berhadap negara damai, maju dan sejahtera jika kebohongan (yang adalah pembodohan) merajalela?

Semua agama melarang berbohong. Maka kalau negara memberantas kebohongan, itu sejalan dengan semangat agama.

Sekali lagi, memberantas pelanggar berlalu lintas bukan berarti memberantas hak berlalu lintas. Memberantas Hoax (kebohongan) bukan berarti memberantas hak berpendapat, sebab ini dua hal berbeda.

Semoga rakyat Indonesia semakin cerdas dalam berlogika dan berpendapat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun