Mohon tunggu...
Vivi Tri handayani
Vivi Tri handayani Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Analis Ketahanan Nasional, Pertahanan dan Keamanan, Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Pertahanan Udara Indonesia: Upaya Pencegahan Ancaman Konflik di Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia

29 Mei 2024   13:43 Diperbarui: 29 Mei 2024   13:55 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia khususnya di Natuna tidak selalu berkaitan dengan wilayah maritimnya saja, lebih dari itu ancaman tersebut justru dapat muncul dari wilayah udaranya. Bahkan dikutip melalui Anadolu Agency pada tahun 2021 terdapat pelanggaran ruang udara sebanyak 498 kali oleh pesawat militer asing dari awal Januari 2021 hingga 17 Mei 2021. Angka tersebut bukanlah angka kecil apalagi jumlah tersebut terhitung hanya dalam kurun waktu lima bulan saja. Sehingga apabila terjadi eskalasi konflik di Laut China Selatan tentunya berpotensi pula peningkatan pelanggaran ruang udara dan dapat menjadi ancaman serius utamanya di wilayah Natuna karena letaknya sangat strategis (critical border). Selain itu pelanggaran ruang udara juga dapat memunculkan ketegangan militer dan berdampak langsung pada ketidakstabilan regional terlebih Asia Tenggara, bahkan dapat berpotensi terjebak dalam dinamika konflik yang lebih besar antara China dan Amerika Serikat di Laut China Selatan.

Jika ditelaah lebih dalam berdasarkan UNCLOS 1982 Indonesia memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang digunakan untuk menentukan garis-garis ALKI itu sendiri dan rute penerbangan diatasnya. Namun menurut Handini & Risdiarto (2019) terdapat perbedaan pandangan dimana dalam ALKI rezim hukum laut ternyata diberikan hak lintas terbang bebas bagi pesawat yang melintas wilayah tersebut, sedangkan dalam hukum udara internasional tidak mengenal adanya jalur lintas bebas, hal tesebut juga dikarenakan sifat kedaulatan di ruang udara bersifat komplit dan eksklusif. Meskipun demikian ternyata masalah tersebut dianggap dapat teratasi dengan dikeluarkannya PP No 4 Tahun 2018 tentang Pamwilud. Pada PP tersebut ditegaskan bahwa dalam upaya penyelenggaraan kedaulatan negara khususnya wilayah udara NKRI pemerintah melaksanakan wewenang serta tanggung jawab untuk mengatur ruang udara demi kepentingan penerbangan, pertahanan dan keamanan, ekonomi, serta sosial budaya, dengan demikian PP tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah pelanggaran wilayah udara di atas ALKI.

Flight Information Region (FIR)

Disahkannya PP No 4 Tahun 2018 tentang Pamwilud ternyata tidak lantas mengatasi pelangaran wilayah udara begitu saja, khususnya wilayah udara di atas Natuna, mengingat pengaturan wilayah udara jauh lebih kompleks, hal tersebut dimulai dari pembagian wilayah informasi penerbangan/ Flight Information Region (FIR). Seperti yang diketahui ruang udara Indonesia dibagi menjadi dua yaitu FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang. Idealnya ruang udara di Natuna dikelola sepenuhnya oleh FIR Jakarta, namun sejak tahun 1996 ruang udara di wilayah tersebut didelegasikan pada Singapura. Meskipun demikian pemerintah Indonesia berhasil menyepakati penyusunan kembali/ realignment FIR Jakarta - Singapura yang disahkan dalam Perpres No 109 Tahun 2022 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura Tentang Penyesuaian Batas Antara Flight Information Region Jakarta dan Flight Information Region Singapura. Pada perjanjian tersebut sekitar 249.595 KM2 teritori Indonesia yang berada dalam kontrol wilayah udara Singapura secara internasional melalui ICAO telah diakui dan masuk pada bagian FIR Jakarta.

Pembentukan Civil Military Cooperation in Air Traffic Management (CMAC)

Sumber: Airnav Indonesia
Sumber: Airnav Indonesia

Pada gambar tersebut terdapat perubahan garis dimana sebelum adanya perjanjian realignment FIR (kiri) garis FIR Singapura masih masuk dalam teritori Indonesia, sedangkan setelah disepakatinya perjanjian realignment FIR (kanan) garis tersebut berubah, dalam hal ini sudah mencakup wilayah Indonesia khususnya Kepulauan Riau dan Natuna. Perjanjian tersebut tidak lantas menjadikan Indonesia dapat mengkontrol seluruh ruang udara yang dijanjikan, karena faktanya pada pasal 2 Perpres No 109 Tahun 2022 disebutkan bahwa Republik Indonesia wajib mendelegasikan kepada Singapura penyediaan pelayanan navigasi penerbangan dari ketinggian 0 - 37.000 ft di dalam batas FIR Jakarta atas dasar keselamatan penerbangan. Pendelegasian tersebut secara umum memang tidak mengurangi kedaulatan secara teritorial, namun dapat menjadi sebuah paradoks kedaulatan akibat dari dibatasinya suatu negara untuk melakukan kontrol atas wilayah teritorialnya. Di sisi lain untuk mengatasi pembatasan kontrol ruang udara tersebut pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat membentuk joint service baik sipil maupun militer dari kedua pihak dalam bentuk koordinasi Civil Military Cooperation in Air Traffic Management (CMAC) yang terdiri dari TNI Angkatan Udara, Airnav Indonesia, dan CAA Singapura serta penempatan personel di SATCC Changi Airport Singapura.

Strategi Pertahanan Udara di Indonesia

Pembentukan CMAC merupakan salah satu strategi menjaga kedaulatan udara Indonesia khususnya di Natuna. Adanya CMAC sendiri mengartikan bahwa kedua belah pihak antara Indonesia dan Singapura bersama-sama menjaga kedaulatan dan keamanan penerbangan. CMAC juga memiliki manfaat yang baik untuk Indonesia tanpa mengesampingkan keamanan penerbangan, manfaat CMAC mulai dari prioritas penerbangan pesawat Indonesia, prioritas intersepsi oleh militer Indonesia untuk penegakan hukum dan kedaulatan. Seluruh pesawat yang melintas wajib mendapatkan flight approval, security clearance, dan diplomatic clearance dari Indonesia, dan juga Singapura wajib memberikan flight plan serta surveillance kepada Indonesia, dimana manfaat tersebut tidak didapatkan sebelumnya. Oleh karena itu apabila terdapat pelanggaran wilayah udara di sekitar Natuna TNI Angkatan Udara bisa langsung berkoodinasi dengan CMAC dan melakukan upaya penindakan pelanggaran wilayah udara, mengingat pada penerapannya CMAC berfungsi untuk pertukaran data dan informasi pelanggaran ruang udara, intersepsi pesawat udara, serta publikasi informasi aeronautika. Selain pembentukan CMAC, untuk memperkuat strategi menjaga kedaulatan udara juga dapat dilakukan dengan menetapkan Air Defence Identification Zone (ADIZ) atau zona identifikasi pertahanan udara, penetapan ADIZ tersebut dapat melalui keputusan presiden dan Kementerian Pertahanan menjadi leading sectornya. Tidak hanya pembentukan CMAC dan penetapan ADIZ, Indonesia juga harus menambah atau mengoptimalkan alutsista militer TNI Angkatan Udara salah satunya dengan memperhatikan maintenance, repair, and overhaul (MRO). Hal tersebut menjadi penting, terlebih kekuatan militer negara yang bersinggungan dengan Laut China Selatan menurut Global Firepower (2024) memiliki postur pertahanan udara yang baik dimana China memiliki 3.304 aircraft, Vietnam dengan 226 aircraft, dan Filipina sebanyak 195 aircraft. Meskipun Indonesia di Asia Tenggara cenderung memiliki jumlah alutsista lebih banyak dibanding Vietnam dan Filipina yaitu sebanyak 474 aircraft, Indonesia harus tetap memperhatikan balance of power untuk menjaga wilayahnya dan menciptakan stabilitas regional khususnya Asia Tenggara.

Strategi pertahanan udara untuk menjaga kedaulatan di atas Natuna sama pentingnya dengan menjaga maritimnya yang bersinggungan langsung dengan Laut China Selatan. Terlebih konsep perang saat ini sudah berkembang dengan menggunakan Multi Domain Operation (MDO) yang mengintegrasikan antara kekuatan darat, laut, udara, dan cyber space. Tentu pengakuan China terhadap nine dash line tidak mungkin hanya wilayah maritimnya saja, tetapi juga wilayah udara di atasnya. Oleh karena itu kembalinya kontrol ruang udara Natuna kepada Indonesia dari Singapura melalui realignment FIR yang menghasilkan CMAC memegang peran penting dalam menjaga kedaulatan udara. Tidak hanya itu penetapan ADIZ melalui keputusan presiden dan pengoptimalan alutsista militer dapat menjadi strategi pertahanan udara yang baik untuk menjaga kedaulatan Indonesia dari ancaman konflik di Laut China Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun