Mohon tunggu...
Vivit Okilasari
Vivit Okilasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Teknologi Yogyakarta

Ambivert

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang Saudara antara Korea Selatan dan Korea Utara dalam Perspektif Realisme

8 November 2022   16:20 Diperbarui: 17 November 2022   02:51 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Realisme merupakan salah satu perspektif klasik dalam Hubungan Internasional yang mucul setelah adanya perang dunia 1. Perspektif reaalisme muncul karena dirasa dapat menjelaskan tentang konflik-konflik yang terjadi pada saat itu dan juga dirasa lebih rasionalitas dibandingkan dengan perspektif liberalisme. Adapun ciri dari kaum realis yaitu egois atau mau menang sendiri. Perspektif realis ini cenderung bersifat anarki. Anarki disini adalah kondisi dimana kekuatan negara ingin mendominasi kekuatan negara lain demi mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam perspektif realisme, negara-negara sering berkompetisi secara tidak sehat dan berakhir dengan perang lalu menimbulkan konflik. Perspektif realisme melihat hubungan internasional itu sebagai tempat bagi negara-negara untuk berinteraksi. Perilaku negara digerakkan secara rasional oleh kepentingan nasional, khususnya kepentingan survival dan keamanan nasional. Untuk mencapai kepentingan nasional tersebut, negara menggunakan dan mengumpulkan kekuatan (power) yang lebih besar. Realisme percaya bahwa negara merupakan satu-satunya aktor yang dominan sekaligus memiliki kedudukan tertinggi dalam memegang kekuatan.

Self-help merupakan salah satu konsep yang ada di dalam perspektif realisme. Self-help berarti tidak ada yang bisa membantu negara selain negara itu sendiri. Artinya, negara harus mampu berdiri sendiri di kakinya sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Konsep self-help ini bertujuan untuk bertahan di dalam interaksi internasional. Konsep self-help ini meliputi empat dimensi, yaitu kekuatan militer, kekuatan ekonomi, pertahanan negara, dan stabilitas negara. Selain itu, ada juga konsep lain di dalam perspektif realisme yaitu balance of power yang bertujuan merangsang negara agar dapat saling menguasai dan mempengaruhi satu sama lain demi terciptanya kestabilan suatu negara di tingkat internasional.

Perspektif realisme ini dapat dilihat dalam konflik perang saudara antara Korea Selatan dan Korea Utara yang telah berlangsung dari 1948 atau lebih tepatnya pasca Perang Dunia 2 berakhir. Konflik ini terjadi karena adanya pengaruh dari dua negara adikuasa yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat di Korea. Wilayah utara dikuasai oleh Uni Soviet dan wilayah selatan dikuasai Amerika Serikat. Setelah daerah Semenanjung Korea terbagi menjadi dua, masing-masing negara berkembang di garis perbatasan 38 derajat garis lintang utara. Awalnya hal ini hanya bersifat sementara, namun setelah adanya percobaan reunifikasi tahun 1950-an, perpecahan terjadi mulai dari perang ideologi maupun perang dingin antar kedua negara. Hal ini kemudian menimbulkan gencatan senjata di perbatasan dua negara tersebut dan telah berlangsung selama lebih dari 70 tahun semenjak kedua negara resmi berpisah.

Pada tahun 1948, Amerika Serikat mengusulkan kepada PBB untuk menata kembali Semenanjung Korea yang telah terpceah namun ditolak oleh Korea Utara. Dengan begitu, Korea Selatan lalu membentuk sistem pemerintahannya yang sangat anti-komunis di Kota Seoul dan dibawah kepemimpinan Syngman Rhee. Korea Utara juga kemudian mengumumkan bahwa Kim Ill Sung resmi menjadi Perdana Menteri pertama Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) dengan pemerintahan di  Kota Pyongyang.

Setelah kedua negara resmi berpisah dan menentukan sistem pemerintahannya masing-masing, perpecahan kembali terjadi pada tahun 1950-1953. Perang tiga tahun ini telah menewaskan kurang lebih sebanyak 2,5 juta jiwa. Penyabab perang tiga tahun ini adalah ketika Amerika Serikat membombardir desa-desa dan kota-kota yang ada di Korea Utara. Perang ini berakhir dengan ditandai adanya gencatan senjata yang terjadi di ujung Semenanjung Korea dan kemudian membentuk Demilitarization Zone (DMZ). Zona DMZ ini merupakan wilayah perbatasan antara Korea Utara dan Korea Selatan yang memiliki lebar 2 kilometer dan panjang 250 kilometer. DMZ ini dibuat dengan tujuan sebagai penghubung antar dua negara tersebut dan diharapkan dapat menjadi zona penyangga antar dua negara ini.

Di abad ke-21 ini diketahui hubungan antara kedua negara tersebut mengalami pasang-surut, karena baik konflik maupun kerjasama terjalin di kedua negara ini. Tahun 2000-2007, Korea Utara mengembangkan dan menguji 4.444 senjata nuklir dan rudal di gudang senjatanya. Kemudian, pada Januari 2017, Kim Jong-un mengklaim bahwa kesiapan produksi untuk rudal jarak jauh sudah dalam tahap akhir. Selain itu, pada Juli-Agustus 2017, Korea Utara berulang kali mencoba menguji rudal jarak jauh yang sedang dikembangkan dan menghadapi ancaman militer AS di Guam di Pasifik. Selanjutnya, dialog pertama antara Korea Utara dan Selatan terjadi pada Januari 2018, yang membahas partisipasi Korea Utara dalam Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018. Juga pada 26 Mei 2018, Presiden Moon dan Ketua Kim mengadakan pertemuan kedua mereka di DMZ (zona demiliterisasi). Kemudian, pada 1 Juni 2018, Korea Utara dan Selatan mengadakan 4.444 pembicaraan lanjutan tentang masalah militer dan pertahanan dan sepakat untuk membuka 4.444 kantor penghubung antar-Korea di Kaesong. Kemudian, pada Juni 2018, Korea Utara dan Korea Selatan bersatu dan sepakat mengirim delegasi Korea Selatan ke Asian Games di Indonesia. Selain itu, pada November 2018, Korea Utara mulai melintasi kereta dari Korea Selatan ke Korea Utara melalui DMZ, berhenti di Stasiun Panmun di Korea Utara. Lalu pada 9 Juni 2020, Korea Utara memutus hubungan diplomasi dengan Korea Selatan karena menganggap Korea Selatan tidak mampu menghentikan propaganda anti-korut di berbagai daerah di Korea Selatan. Dan yang terakhir yaitu Korea Utara meledakkan Kantor Inter-Korea di Kaesong ada 16 Juni 2020.

Salah satu dalang dalam konflik antar kedua negara ini adalah Kim Yo-Jung, adik dari Kim Jong-un. Kim Yo-Jung mengatakan bahwa ia telah memerintahkan tentaranya untuk menduduki zona demilitarisasi yang menjadi pembatas antar dua negara ini. Ia juga ingin membatalkan semua perjanjian yang telah disepakati oleh korut dan korsel pada saat reunifikasi tahun 2018. Menanggapi hal ini, Korea Selatan tidak tinggal diam dan merespon dengan cukup serius dan akan membalas perbuatan Korea Utara dengan hal yang setimpal. Korea Selatan kemudian mengerahkan tim intelejen untuk berjaga-jaga di daerah DMZ untuk mencegah serangan lanjutan dari Korea Utara.

Ancaman-ancaman yang saling dilontarkan oleh kedua negara ini awalnya bertujuan untuk mengubah situasi di daerah perbatasan yang awalnya ketat menjadi sedikit longgar serta mengarah ke perdamaian. Pada tahun 2018, sebanyak 20 menara yang dihancurkan agar dapat menjadi sebuah evaluasi untuk membangun ketegangan dalam mencapai sebuah perdamaian. Akan tetapi, Korea Selatan selalu mencari alasan untuk menggagalkan rencana Korea Selatan yang ingin berdamai.

  • Perspektif Realisme Melihat Konflik Perang Saudara Antara Korea Selatan dan Korea Utara

Konflik Korea Utara dan Korea Selatan ini dapat dilihat dari perspektif realisme. Bagi perspektif realisme, negara cenderung mempertahankan diri meskipun harus berkonflik dengan negara lain. Dan Juga, tujuan dari perang antar negara adalah untuk mencapai kelangsungan hidup dan stabilitas negara di tingkat internasional. Realisme melihat bahwa Korea Utara memilih untuk terus berkonflik dengan Korea Selatan demi mempertahankan negaranya serta mencapai kelangsungan hidup dan stabilitas negaranya di tingkat internasional. Konfrontasi antara Korea Utara dan Korea Selatan juga menunjukkan bahwa kedua negara berulang kali memiliki masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan tenang dan harus diakhiri dengan perang. Hal inilah yang membuat perspektif realis sangat cocok untuk menggambarkan konflik perang saudara antara Korea Selatan dan Korea Utara ini.

Perspektif realisme juga melihat bahwa konflik ini tidak akan berakhir jika kedua negara masih memiliki rasa egois dan ingin mendominasi salah satu pihak. Konflik ini hanya bisa diselesaikan secara damai jika kedua negara mengesampingkan egonya dan secara suka rela ingin berdamai dan mengakhiri perang saudara yang telah terjadi selama ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun