Dilansir melalui data indeks Nuclear Threat Initiative (NTI), Korea Utara menunjukkan bahwa negara ini memiliki skor yang sangat rendah dalam menjaga keamanan nuklir. Pada kategori keamanan bahan nuklir, Korea Utara hanya meraih skor 18 dari 100, menempatkannya di peringkat 22 dari 22 negara yang dievaluasi. Data tersebut menunjukkan bahwa Korea Utara memiliki kelemahan besar dalam kemampuan melindungi bahan nuklir dari penyalahgunaan atau pencurian. Selain itu, dalam kategori perlindungan fasilitas nuklir, Korea Utara meraih skor 17 dari 100, yang juga menempatkannya diperingkat terakhir, yaitu 47 dari 47 negara. Kedua skor mencerminkan kinerja yang sangat buruk dalam mengamankan fasilitas nuklirnya sendiri yang tentu saja akan berpotensi menghadirkan risiko bagi keamanan global. Skor dari kedua kategori tersebut tidak mengalami perubahan sejak 2020, menandakan belum adanya kemajuan yang dilakukan oleh Korea Utara dalam meningkatkan keamanan nuklirnya.
Meskipun data mengatakan bahwa Korea Utara termasuk dalam kategori rendah, upaya negara tersebut untuk mengembangkan program nuklirnya tetap berlanjut. Hal tersebut justru mengundang kekhawatiran dan risiko besar yang semakin meningkat dan berpotensi menimbulkan ancaman global serta ketidakstabilan kawasan. Kondisi seperti ini menunjukkan adanya urgensi dalam mekanisme pertanggungjawaban kepemilikan nuklir yang efektif dan koheren, seperti yang telah ditegaskan dalam laporan International Atomic Energy Agency (IAEA) 2023, bahwa negara-negara anggota menekankan perlunya sistem pengawasan yang efektif untuk memasatikan negara-negara dengan program nuklir dapat diawasi dan dikendalikan dengan baik sebagai strategi mengatasi permasalahan nuklir dan menjaga keamanan global.
Dengan demikian, upaya mengatasi isu kontroversi ini, negara-negara dengan kekuatan regional utama di kawasan Asia Timur telah melakukan serangkaian negosiasi, diplomasi, dan kerjasama, salah satunya pada 2013 melalui Six Party Talks. Namun, disayangkan upaya perundingan tersebut kini berstatus tidak aktif dan belum sepenuhnya berhasil membuat Korea Utara denuklirisasi. Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga turut andil dalam isu ini dengan mengeluarkan sebanyak sembilan resolusi yang memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara. Namun, efektifitas dari sanksi tersebut hingga kini masih diperdebatkan. Sanksi tersebut belum sepenuhnya berdampak pada perubahan kebijakan nuklir Korea Utara.
Menghadap kondisi yang semakin kompleks, strategi keamanan nasional Amerika Serikat menawarkan pendekatan lain seperti yang tercantum dalam National Security Strategy, dimana Amerika Serikat berkomitmen untuk
"Kami akan mengupayakan diplomasi berkelanjutan dengan Korea Utara untuk membuat kemajuan nyata menuju denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea, sembari memperkuat penangkalan yang diperluas dalam menghadapi ancaman senjata pemusnah massal dan rudal Korea Utara."
Oleh sebab itu, pencarian upaya dalam mengatasi isu tersebut terus menjadi prioritas dalam agenda keamanan global, demi terciptanya perdamaian dunia.
Referensi:
Adit, A. (2024, August 19). AS-Korea Selatan Latihan Militer Gabungan, Ini Tujuannya. Retrieved from https://www.kompas.com/global/read/2024/08/19/123700170/as-korea-selatan-latihan-militer-gabungan-ini-tujuannya
Al Syahrin, M. N. (2018). Logika Dilema Keamanan Asia Timur dan Rasionalitas Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara. Intermestic: Journal of International Studies, 2(No 2), 116-138. doi:10.24198/intermestic.v2n2.2
CFR. (2013, September 30). The Six Party Talks on North Korea's Nuclear Program. Retrieved from https://www.cfr.org/backgrounder/six-party-talks-north-koreas-nuclear-program