Mohon tunggu...
Vivi Damayanti
Vivi Damayanti Mohon Tunggu... -

menjalankan toko online dari rumah, mencurahkan energi dengan menulis di http://vividamayanti.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Merangkul Sawiran di Tengah Keindahan Alam

18 September 2010   06:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:09 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_261453" align="alignnone" width="300" caption="Tosari Di Sore Hari... dingiiiiin..."][/caption] Bu Ponadi Ini adalah hasil jalan-jalan ke Bromo (lagi), melalui Desa Tosari, Pasuruannamun kali ini difokuskan kepada kunjungan anggota disana.. Penduduk disini kebanyakan petani kentang dengan lahan yang sangat miring (saya saja sampai ngeri melewatinya) dan merangkap sebagai guide bagi Turis saat liburan tiba Dan di sore hari itu kami mengunjungi Desa Wonokitri yang  berkabut dan sedikit mendung. Udara begitu dingin. Kata  penduduk yang kami temui, hari-hari sebelumnya hujan turun, tapi ternyata tidak untuk hari ini. Rumah-rumah berdekatan satu sama lain di ketinggian yang berbeda-beda, seperti pada umumnya rumah-rumah di daerah pegunungan. Di depan pintu pekarangan setiap rumah, sebuah palinggih atau candi kecil tempat menghaturkan bakti kepada Yang Maha Kuasa berdiri tegak menandakan penghuninya adalah seorang Hindu. Kami juga melewati Pendopo Agung desa Wonokitri yang sering dipergunakan dalam acara Rapat Anggota Tahunan .  Pendopo Agung ini berfungsi sebagai balai desa pada umumnya. Di depannya terdapat halaman yang cukup luas, , tempat mobil-mobil jeep setiap subuh parkir menunggu pengunjung yang akan mendaki ke Gunung Pananjakan. ANGGOTA TELADAN Tujuan kami adalah rumah Keluarga Bapak Ponadi yang merupakan anggota teladan TP Tosari tahun 2009. Disebuah warung yang cukup lengkap dan menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok dan juga makanan, kami disuguhi secangkir kopi hangat. “Untuk melawan hawa dingin,”kata Ibu Ponadi yang menerima kami. Bulan Juni sampai dengan September seperti saat ini, yang merupakan musim liburan, Tosari merupakan tujuan utama para wisatawan yang ingin menyaksikan sunrise di Puncak Penanjakan.  Pada bulan-bulan inilah Tosari kebanjiran turis mancanegara. Keluarga Bapak Ponadi adalah keluarga yang sangat bersemangat dan optimis dalam mengembangkan usahanya.  Seperti kebanyakan penduduk Wonokitri yang berprofesi sebagai petani, begitu juga keluarga ini. Selain sampingan sebagai tukang ojek atau sopir jeep, keluarga ini juga memiliki dua buah warung  dan toko yang salah satunya berada di sekitar Puncak Penanjakan. “Kami menyediakan makanan dan minuman hangat bagi wisatawan,” ceritanya,”apabila musim liburan seperti ini kami terkadang menutup warung yang satu dan berkonsentrasi melayani wisatawan di Penanjakan. BERAWAL DARI MODAL LIMAPULUH RIBU SAJA Semula modalnya hanya Rp. 50.000, saja namun seiring dengan bertambahnya pembeli yang mengharuskannya menambah barang dagangan, keluarga ini mengajukan pinjaman ke Sawiran untuk memperluas usaha. “Bahkan bangunan toko saya menjadi seperti ini juga berkat Sawiran, lho” Yang luar biasa,  lebih dari 50 orang warga desa Wonokitri menjadi anggota dan menabung melalui keluarga Bapak Ponadi, sehingga teman-teman di TP Tosari tidak perlu mendatangi rumah masing-masing warga, namun cukup mendatangi rumah Keluarga Bapak Ponadi. Membagi pengalaman dan informasi tentang Sawiran pun tidak ragu dilakukannya.  Di tokonya kami melihat setumpuk brosur dan metrosawiran   tersusun rapi  “Kalau-kalau ada yang ingin bergabung kami siap.” Karena penasaran, kami pun bertanya,”Susah tidak menjelaskan tentang Sawiran kepada penduduk sekitar?” Ibu Ponadi tersenyum sebelum menjawab,” Ah, tidak.. peraturannya jelas dan keuntungannya nyata di depan mata. Saya hanya perlu menceritakan pengalaman saya menjadi anggota, maka mereka akan bergabung.” Dini hari itu, Puncak Pananjakan, mulai ramai. Terlihat belasan wisatawan di tempat ini. Karena kami terlihat seperti orang asing dan bukan penduduk setempat, beberapa orang menawarkan jaket, topi, syal, sarung tangan, ataupun senter. Namun kami memilih menikmati secangkir kopi panas di warung Bapak Ponadi untuk mengusir rasa dingin di jari-jari kami yang mulai mati rasa. Ketika langit di ufuk timur perlahan-lahan mulai kemerahan pertanda matahari mulai bangkit dari peraduan. Kami menghembuskan nafas takjub.  Gunung Bromo dengan kawahnya yang berasap, Batok yang khas, Widodaren di belakang, dan Semeru lebih jauh lagi di belakang yang mengepulkan asap. Hamparan kaldera yang begitu mempesona, pertanda saksi bisu terjadinya letusan besar di masa silam. Tak salah jika tempat ini menjadi favorit para pengagum keindahan alam, kami salah satunya. Terima kasih Bapak Ponadi sekeluarga, telah merangkul  Sawiran di tengah keindahan alam ini. Catatan : Sawiran mempunyai dua cabang yang keduanya mengapit Gunung Bromo, TP Tosari dari arah Pasuruan, dan TP Ngadisari dari arah Probolinggo. Hal ini membuat saya mengunjungi Bromo berulang kali untuk mengantar tamu, atau mengunjungi anggota. Bromo tetap mempunyai daya magis, sayangnya banyak orang hanya datang untuk melihat sunrise lalu pulang... padahal banyak sekali yang bisa didapatkan disini :(

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun