The real journey begins... Setelah tulisan saya sebelumnya tentang Durian di Tepi Mahakam Pagi-pagi udah bangun sesuai jam biologis, meskipun alarm udah dipasang jam 07.00 WIB, tapi nyatanya sebelum jam 06.00 WITA sudah bangun.. Setelah sarapan seadanya (hotel nyediakan nasi + bali telor) lalu siap-siap berangkat... karena Mas Bowo, sopirnya, kudu ganti ban dulu, jadi kita realnya berangkat jam 10.00 WITA pake Kijang Innova Melewati kota Samarinda yang megah banget dan ramai, perjalanan yang dituggu pun dimulai, target pertama adalah menuju Sangatta.. Jalan yang dilalui masih beraspal, hanya sedikit bolong-bolong disana sini... Mas Bowo yang sangat hapal jalan ke arah Muara Wahau (karena hampir tiap hari lewat) tidak sedikitpun memperlambat laju kendaraannya... jadinya terasa seperti kebanting kesana sini, apalagi saya duduknya di bangku tengah... Jalur yang kita lewati Samarinda - Bontang - Sangatta - Muara Wahau, adalah perjalanan menantang dengan jalur berkelok-kelok, dan tidak beraspal... belom lagi lobang disana sini, menyisakan kubangan yang cukup dalam... jadi kudu sangat berhati-hati... Mas Bowo yang sudah hapal jalan, sama sekali tidak ragu-ragu belok kesana sini... Peristirahatan pertama sekitar jam 13.00 WITA adalah RM Kenari... infonya, makanan disini lebih enak dari di RM Tahu Sumedang yang kita datengin sebelumnya.. Karena sejak dari Balikpapan pengennya Kepiting, disini pesen kepiting eeehh nggak ada juga... akhirnya makan yang ada aja, udang asem manis, udang saus tiram dan cah kangkung... Yang cukup mencengangkan adalah kasirnya masih anak-anak.. mungkin seusia anak kelas 5-6 SD, begitu sigap melayani pembeli yang mo bayar... (jadi mikir, begini yah para ortu mendidik anaknya sejak dini, dengan bekerja) Dan yang cukup mencengangkan lagi, harganya mahal booo... abisnya sekitar 200.000 *gubraks* Perjalanan di mulai lagi, memasuki hutan dan jalanan tanah, sempet berhenti untuk melihat danau-danau bekas tambang... bagus sih... tapi sayang ya.. apa gak ngerusak lingkungan tuh.. [caption id="attachment_306" align="aligncenter" width="476" caption="Danau Bekas Tambang Di Belakang Saya"][/caption] Jalanan aspal yang menghilang digantikan oleh jalanan tanah, yang kering karena hujan enggak turun, hanya gerimis aja... Nurut mas Bowo, kalo ujan, jalanan jadi sangat licin, dan kalo malem ga bisa lewat, alis kudu nginep di tengah jalan... DI sepanjang perjalanan banyak lalu lalang mobil-mobil double cabin, semacem fortuner... wiiiih keren... dan motor juga banyak... Jalan naik turun dan berkelok, bikin saya pusing banget.... apalagi kecepatan enggak berkurang... teteeeep.... Jadi saya memutuskan untuk selonjoran dan tidur... dan untungnya bisaaa... (nyenyak banget hehehe...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H