Mohon tunggu...
Vivian Adrienna
Vivian Adrienna Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar SMA Citra Berkat Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mengkonsumsi daging RW : Antara Tradisi dan Kesejahteraan Hewan

22 Januari 2025   08:17 Diperbarui: 22 Januari 2025   08:15 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: https://images.app.goo.gl/uBLGdVne8WVVZA946 

RW merupakan sebuah singkatan dari "rintek wu'uk" (bahasa Minahasa), yang berarti "bulu halus". Awal mula daging RW adalah dari Manado, Minahasa, dan daerah lainnya di Sulawesi Utara. Menurut mereka memakan daging RW adalah hal yang biasa, bahkan sebuah tradisi kuliner. DPR menolak RUU perlindungan hewan, sehingga memicu aksi unjuk rasa dari Dog Meat Free Indonesia (DMFI). DMFI melakukan aksi protes tersebut karena mereka ingin melindungi hewan peliharaan dari kekerasan dan mengenai perdagangan daging anjing. 

Daging RW telah menjadi makanan kuliner yang terkenal di daerah Manado yang biasa dikonsumsi dalam acara-acara adat dan perayaan khusus. Namun, ada beberapa isu mengenai kesejahteraan hewan, yaitu stress kepada anjingnya dan dampak secara psikologis pada masyarakat. Anjing seringkali dikurung dalam kandang yang kecil dan di tempat yang gelap, sehingga mengakibatkan rasa stress pada mereka karena anjing seharusnya aktif dan justru suka berkeliaran. Melihat anjing yang disembelih bisa membuat anak-anak merasa sangat sedih dan takut, bahkan bisa menimbulkan rasa trauma kepada mereka.

Namun, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhinya, yaitu faktor sosial, ekonomi, dan psikologis. Pertama ada faktor sosial, konsumsi daging RW sudah menjadi tradisi, bahkan menjadi hal yang normal bagi orang-orang yang mengikuti tradisi tersebut dalam sebuah komunitas, maka hal tersebut akan susah untuk diubah. Kedua ada faktor ekonomi, harga dari daging RW sendiri tidak termasuk murah, jika dibandingkan dengan sumber protein yang lainnya daging RW termasuk harga yang cukup mahal. Tetapi jika harganya diturunkan maka permintaannya cenderung lebih tinggi. Dan yang terakhir adalah faktor psikologis, jika ada orang-orang yang sudah dibiasakan untuk makan daging RW sejak kecil, maka hal tersebut akan susah untuk dilepas darinya. Tetapi motif untuk konsumsi daging RW itu sangat beragam, bisa dari aspek secara sosial, budaya, ataupun rasa "kepo" dari sebuah individu.

Cara pemotongan daging anjing pada zaman dahulu lebih kejam daripada zaman sekarang, zaman dulu mereka melakukannya secara manual sehingga proses pemotongan cenderung lebih lama dan potensi rasa sakit yang dialami pasti lebih tinggi jika tidak dilakukan dengan benar. Sedangkan, sekarang mereka menggunakan mesin yang canggih supaya prosesnya lebih cepat dan rasa sakit nya diminimalkan jika hewan diberi obat bius sebelum prosedur. Menurut Ayu (2024), jika orang-orang masih mengkonsumsi daging anjing yang berlebihan, potensi penyakit yang mereka akan dapatkan ada beberapa, yaitu rabies, echinococcosis, dan toxoplasmosis. Kita harus menyebarkan kesadaran tentang konsumsi anjing secara ilegal, kita bisa melakukannya dengan cara menggunakan media sosial. Kita juga bisa membuka petisi tentang pelarangan perdagangan dan konsumsi daging anjing, atau kita juga bisa memberikan donasi kepada organisasi yang dapat memperjuangkan hak-hak hewan dan melawan terhadap konsumsi daging anjing.

Dengan mengetahui fakta tersebut, bagi orang-orang yang dulunya sering makan dagin anjing sebaiknya bersikap lebih bijak. Kita harus mulai menyadarkan semua orang bahwa anjing bukanlah hewan yang layak untuk dikonsumsi. Kita perlu membuat lingkungan yang bebas dari kekerasan hewan supaya bisa melindungi anak-anak kecil dari pemandangan kekerasan terhadap penyembelihan hewan, karena hal tersebut dapat menimbulkan rasa traumatic kepada mereka. Maka dari itu kita harus berhenti konsumsi daging anjing dan mulai konsumsi sumber protein yang lebih etis. Ayo, mari kita hentikan kekejaman ini sekarang! Jangan biarkan anjing-anjing yang tak berdosa ini menjadi korban dari kekerasan manusia.

Sumber Referensi :

David, M. 2020. Istilah 'RW' dan Kebudayaan Makan Daging Anjing. Diakses 6 Februari 2020, dari https://tribunmanadowiki.tribunnews.com/2020/02/06/istilah-rw-dan-kebudayaan-makan-daging-anjing 

Ayu, M. 2024. Risiko Makan Daging Anjing bagi Kesehatan. Diakses 10 Januari 2024, dari https://www.klikdokter.com/info-sehat/berita-kesehatan/risiko-makan-daging-anjing-bagi-kesehatan?srsltid=AfmBOoqQnBJcnkaLd0zubtGNixZaykDe7mv9-WdsqnyFoFn7xvNC4S8F 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun