Mohon tunggu...
Vivera Siregar
Vivera Siregar Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer. Tutor fotografi. Guru bahasa Perancis

http://viverasiregar.wordpress.com/ https://www.instagram.com/viverasiregar/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lipatan Kusut

25 Oktober 2012   00:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:25 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini baru saja selesai, terinspirasi oleh dua kata yang diluncurkan seorang teman pagi tadi dalam komentarnya yang saya jadikan judul tulisan ini.

Ini khas cerita ibu rumah tangga, di rumah yang tanpa asisten, maka dibutuhkan seorang manager yang handal, seorang istri dan ibu yang piawai mengatur waktu agar semua pekerjaan rumah tangga dapat diselesaikan dan menyenangkan semua anggota keluarga.

Saya tahu, dari semua pekerjaan rumah tangga, yang paling sering menjadi obyek penderita adalah menyetrika baju. Itulah satu-satunya pekerjaan yang bisa ditunda. Pekerjaan lain seperti memasak makanan dan mencuci pakaian biasanya selalu dilakukan setiap hari. Lagi pula sekarang ada mesin cuci, yang bisa membuat pekerjaan mencuci pakaian bisa disambi dengan memasak. Teman saya malah bisa menyapu sambil membalas sms atau ber BBM ria dengan temannya.

Tapi menyetrika pakaian? Ini pekerjaan yang memerlukan lebih banyak konsentrasi dibanding yang lainnya. Kan harus rapi dan memperhatikan detil, juga peluang “menggosongkan” pakaian cukup besar. Maka pekerjaan ini menjadi pekerjaan yang dianaktirikan, dengan pertimbangan bahwa setiap anggota keluarga mempunyai “stock” baju yang cukup banyak (terutama ibu, hehehe) sehingga penundaan pekerjaan ini tidak akan membuat rumah menjadi dalam “keadaan darurat” seperti yang terjadi apabila tidak memasak (akibatnya kelaparan) atau tidak mencuci pakaian (pakaian kotor kan bikin bau).

Demikianlah, maka para ibu akan menumpukkan lipatan-lipatan kusut dalam satu keranjang, dengan kalimat pemaafan dalam hati “besok deeh gue beresin...” tanpa menyadari bahwa seringkali “tomorrow never comes”.Kenapa?

Sebab ketika esok pagi tiba, sejarah berulang, semua pekerjaan rumah tangga diselesaikan dengan nilai 8, very good, semua beres, mencuci, menjemur, hari panas, seluruh jemuran kering, mengangkat jemuran, melipatnya dengan rapi, dan....menumpuknya di keranjang bersama tumpukan yang kemarin, dengan kalimat excuse yang persis sama pula, ahhahaha.

Maka di akhir minggu, yang semestinya menjadi hari istirahat dan rekreasi, menjadi ajang kerja rodi seperti pembuatan jalan Anyer-Panarukan di jaman penjajahan Belanda. Sepanjang hari dipakai untuk menyulap deretan tumpukan kekusutan menjadi lipatan-lipatan licin dan rapi. Dan hari minggu malam adalah saatnya bilang “huuufft....”, bernapas sangat lega saat berbaring dengan pinggang yang sakit.

Ini contoh kongkrit dari satu kata yang seringkali mendatangkan keletihan dan terkadang juga kerugian, namanya “penundaan”. Coba perhatikan, dalam setiap situasi, kata ini memberi efek yang tidak menyenangkan. Siaran tunda pertandingan sepakbola klub terkenal pasti bikin para penggemarnya kesal. Bahkan, meski dipadankan dengan kata yang indah seperti “cinta”, tetap saja membuat suasana yang tidak enak, “cinta yang tertunda”. Oh no, aku ingin happy ending, bukan sad ending....

Apalagi menunda pekerjaan, yang sebetulnya hanya membuat gunungan tugas yang pada akhirnya harus diselesaikan juga. Memang ada sih pepatah yang menyebutkan bahwa “Sedikit demi sedikit akhirnya menjadi bukit”. Tapi saya yakin seribu persen bahwa pepatah ini tidak berlaku untuk membuat bukit pekerjaan. Sebaiknya jangan cari pembenaran deh, heu.

Padahal, kalau mau jujur, sebenarnya dengan pengaturan waktu yang baik, tidak perlu ada penundaan pekerjaan, semua segera dilakukan, semua segera diselesaikan. Ketika harus menyelesaikan satu pekerjaan, semestinya bisa mengabaikan hal-hal lain yang akan “menyelewengkan” kemauan untuk menuntaskan pekerjaan tersebut, termasuk menutup mata dari infotainment di televisi, termasuk (ini lumayan berat untuk dilakukan) menutup seluruh akses ke jejaring sosial dan internet, yang justru bisa ditunda untuk dilakukan nanti setelahseluruh pekerjaan diselesaikan dengan baik.

Hey, anda pikir saya tidak pernah menunda pekerjaan? Kata siapa? Saya menulis ini justru dalam rangka “membangunkan diri sendiri”.

Lumayan, sadar diri adalah awal menuju perbaikan diri, katanya....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun