Sekitar 2 minggu yang lalu, pada tanggal 05 Maret 2014. Saya diajak silaturrahmi oleh paman ke rumah sahabat-sahabatnya yang berdomisili di kota Mojokerto sembari mencari lowongan pekerjaan kalau ada. Sesampainya di salah satu rumah sahabatnya. Kami ngobrol-ngobrol, membicarakan Pileg yang sebulan lagi akan dilaksanakan.
Disela-sela membahas masalah Pileg, kami membicarakan masalah pekerjaan. Berikut ini sedikit kutipan pembicaraan mereka, dan saya cuma mendengarkan: (hehehe)
P: Gus, keponakan saya ini lulus S1 Pendidikan Islam (S.Pd.I). Kira-kira kerja di apa Gus selain Ngajar ? (Tanya pamanku meminta pendapat)
G: Apa? ya ngajar itu.
P: Selain itu apa tidak ada to gus???? Masuk di instansi apa gi tu? Kalau Ngajar dengan gaji yang bisa dikatakan cukup untuk beli bensin. Bagaimana nanti dengan masa depannya Gus?
G: Iya memang. Gaji Honorer memang tidak banyak. Tapi gaji dari Alloh, tak dapat dihitung. Istri saya juga menjadi tenaga pengajar honorer. Gaji per bulan Rp. 400.000,-. Anak saya 3 mas. 2 di pesantren dan 1 sekolah di dekat rumah. Kalau dihitung, biaya perbulan untuk ke-3 anak saya sekitar Rp. 2.500.000,00. Itu pun belum kebutuhan pokok sehari-hari, belum kebiasaan laki-laki (Rokok, dan Marung). Sementara gaji saya gak tentu. Coba saman hitung dengan rumus matematika apa pun!!!!! Pasti gak ketemu jawabannya. Pasti minus. Iya Kan????? Tapi Alhamdulilah, kehidupan sehari-hari keluarga kami tercukupi.
Mendengarkan perbincangan mereka dalam hati saya berfikir:
"Benar juga, gaji guru honorer memang tidak seberapa. Untuk beli bensin PP dari rumah ke sekolah saja mungkin pas-pasan. Akan tetapi, gaji dari Alloh sangatlah luar biasa, pahala dari Ilmu yang kita transver kepada anak didik kita".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H