Mohon tunggu...
Vito Rayhansyah
Vito Rayhansyah Mohon Tunggu... Lainnya - “There is no real ending. It’s just the place where you stop the story.” – Frank Herbert

Memiliki hobi menulis cerita dan artikel mengenai kehidupan sehari-hari

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hilangnya Langit Malam di Bumi Ini

5 Agustus 2020   19:00 Diperbarui: 5 Agustus 2020   19:22 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber dari www.latimes.com

Jika kalian diberi kertas untuk menggambar langit malam, pasti yang ada di benak kalian adalah langit gelap yang dipenuhi bintang-bintang dan di tengahnya terdapat bulan terang yang melengkapi gambarmu. Akan tetapi, pernakah kalian berpikir bahwa ketika kita mengamati langit pada malam hari, kita tidak dapat mengamati atau jarang sekali melihat adanya bintang sama sekali. Melainkan, yang kita dapat lihat hanyalah sebuah bulan besar yang menerangi malam tersebut sendirian. 

Biasanya kita hanya dapat melihat bintang di daerah tertentu saja. Misalkan di desa, pantai, gunung, dan beberapa tempat tertentu saja. Lalu kenapa di perkotaan tidak terdapat bintang, tetapi di daerah seperti desa terdapat bintang. Apakah kalian tahu penyebabnya?? Hal itu dapat di jelaskan dengan 2 kata, yaitu polusi cahaya. Polusi cahaya?? Apakah kalian pernah mendegarnya?? Tentu jarang sekali orang yang pernah mendegarnya. 

Polusi cahaya adalah salah satu macam polusi disebabkan oleh penggunaan penerang buatan, seperti lampu jalan, stadion, apartemen, dll. yang berlebihan, invasif, dan tidak tepat. Lalu, apa hubungannya penerang buatan ini dengan hilangnya bintang??? Nah, cahaya-cahaya yang dikeluarkan oleh penerang buatan tersebut dapat menyebabkan langit tampak terang sampai mengalahkan terangnya cahaya bintang. Hal tersebut tidak hanya menyebabkan hilangnya penampakan bintang, tetapi juga berdampak ke lingkungan sekitar. 

ilustrasi perbandingan penggunaan penerang buatan sumber dari www.ournationalparks.us
ilustrasi perbandingan penggunaan penerang buatan sumber dari www.ournationalparks.us

Perlu kita ketahui, polusi cahaya dapat membahayakan ekosistem hewan, seperti kunang-kunang, burung, penyu, dll. Oleh karena itulah, sudah mulai jarang untuk kita melihat adanya kunang-kunang di tepi sungai atau di tempat lainnya. Selain itu, ternyata polusi cahaya berdampak juga terhadap hidup kita. 

Berdasarkan penelitian, ternyata polusi cahaya dapat merusak ritme sirkadian yang menyebabkan pola tidur dan terjaga menjadi tidak alami lagi. Tidak hanya itu, disebabkan lampu-lampu yang sering digunakan memancarkan gelombang biru, polusi cahaya ternyata menaikkan risiko gangguan kardiovaskular (jantung), obesitas, depresi, kesulitan tidur, diabetes, dan kanker. 

Lalu bagaimana cara kita untuk meminimalkan dampak dari polusi cahaya ini. Sebenarnya, diperlukan banyak peran dalam penanggulangan polusi cahaya ini. Akan tetapi, kita bisa memulainya dari diri kita sendiri. Dari pengertian polusi cahaya di atas, dapat kita ketahui bahwa sebenarnya polusi cahaya disebabkan oleh penggunaan kita yang berlebihan, invasif, dan tidak tepat, sehingga kita dapat simpulkan bahwa hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengurangi/menghematkan penggunaan cahaya yang berlebihan. 

 Ilustrasi arah lampu yang tepat sumber dari www.itb.ac.id
 Ilustrasi arah lampu yang tepat sumber dari www.itb.ac.id

Misalnya, kita dapat mematikan lampu luar rumah yang tidak perlu digunakan. Kita juga dapat  menggunakan gorden untuk mencegah cahaya dalam ruangan tidak menyebar ke luar. Selain itu, kita perlu mengetahui cara yang tepat dalam memasangkan penerang buatan, misalkan lampu taman. Sebaiknya kita memasang lampu menggunakan tudung lampu sehingga arah lampu yang dipancarkan memang ke tempat yang butuh penerangan. 

Setelah kita mengetahui hal yang berkaitan dengan polusi cahaya, saatnya kita mengimplementasikan hal yang kita ketahui ini agar dapat melindungi atau membuat kita dapat melihat langit malam yang sama kita lihat dari desa, gunung, atau tempat lainnya. Memang akan dibutuhkan proses yang panjang. Akan tetapi, kita dapat memulainya dari membenarkan pola penggunaan lampu kita sebelum menyebarluaskannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun