Lebaran sebentar lagi. Lebaran identik dengan ketupat, dibuat dari daun kelapa yang masih muda (janur) kemudian dijalin sehingga membentuk ruang berongga. Ruang ini yang akan diisi dengan beras untuk direbus. Ketupat disuguhkan dengan opor ayam ditemani sambal goreng hati.
Halaman belakang rumah panggung kami luas yang berada di komplek perumahan PT INCO Soroako -- Sulawesi Selatan. Selain ditanami rumput jepang, singkong, nanas, kami menanam pohon kelapa. Tukang kebun kami datang tiap sebulan sekali. Tugasnya membersihkan rumput dan tanaman liar pada halaman depan dan belakang rumah. Kami minta tolong padanya memanjat pohon kelapa supaya mengambil janur.
Pembantu di tetangga sebelah berasal dari Bali. Dia yang mengajarkan kepada saya cara membuat ketupat bali yang sekilas bentuknya mirip burung. Awalnya saya kesulitan, namun saya terus berlatih hingga mahir.
Tak berhenti pada ketupat bali, saya belajar membuat rumah ketupat bentuk lain. Kebetulan Ibu saya berlangganan Nova, kemudian saya membuka halaman demi halaman dari koleksi tabloid tersebut. Saya berhasil menemukan keterampilan cara membuat rumah ketupat. Akhirnya saya bisa membuat tiga macam rumah ketupat dan satu rumah ketupat bali. Hanya satu rumah ketupat yang sampai saat ini selalu gagal saya buat, namanya ketupat sinto. Berkali-kali saya belajar dari ayah, belum juga berhasil.
Meskipun saya Nasrani, saya selalu menantikan hari lebaran tiba. Saya sibuk membuat rumah ketupat empat macam. Pada hari lebaran saya membagi ketupat kepada tetangga-tetangga. Saya pun berkunjung ke rumah teman-teman dari pagi sampai sore, lalu pulang untuk mandi, kemudian dilanjutkan kembali berkunjung sampai malam. Hal ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Ketupat, menjaga tradisi dan menjalin kerukunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H