Bait pertama lagu Naik Kereta Api...selalu melekat dalam ingatan. Moda transportasi ini menjadi kesukaan saya.
Jumat, 17 Juli 1864. Gubenur Jenderal Hindia Belanda, L.A.J.W. Baron Sloet van Beele Broke memulai pembangunan  stasiun dan rel kereta api pertama Kemujen, Semaang, di negeri jajahan Hindia Belanda. Perusahaan swasta Belanda yang ditunjuk Namlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatchappij (NV NISM) dipimpin oleh J.P. de Bordes membangun rel kereta api dari Kemujen (Semarang) ke desa Tanggung (Tanggungharjo, Grobogan) sepanjang 26km.Â
Ratusan pekeja rodi dikerahkan membabat hutan jati mulai dari desa Alastuwa (Semarang) sampai desa Tanggung. Sementara itu ratusan pekerja rodi di pelabuhan utama Jepara menunggu baja bekulatias tinggi yang didatangkan dari Jerman. Batang rel baja itu dibawa pekeja menuju kereta kuda untuk diangkut ke Kemijen. Tiga tahun dua bulan para pekerja rodi menguras tenaga membentangkan jalan baja.Â
Sabtu 10 Agustus 1867, lokomotif uap seri B2220 buatan Hartmann Chemnitz (Jerman) menarik dua gebong bedinding kayu jati yang berangkat dari stasiun Kemijen. Sayang, stasiun Kemijen kini tinggal kenangan. Daerah stasiun yang terletak sekitar 1 km di sebelah timur stasiun Tawang telah menjadi rawa. Padahal, sampai 1981, stasiun ini masih aktif beroperasi dan cukup sibuk karena terdapat Sembilan bentangan rel. (Sumber: Kebijakan perkereta-apian, ke manakah hendak bergulir? yang ditulis Soemino Eko Saputro).
Aha, kali ini rupanya menjadi perjalanan istimewa karena customer service on train (kondektur) adalah perempuan. Baru kali ini saya menemui kondektur perempuan. Dengan topi, garis 4 di pundak dan ujung lengan bajunya, kondektur itu siap bertugas.
Saya mengamati kondektur itu selama bertugas. Ternyata tidak mudah menjalani tugas tersebut. Ketika kereta berhenti di stasiun Soka (Kebumen), jarak antara lantai pintu keluar kereta dan koridor stasiun agak tinggi, namun kondektur itu turun setengah melompat dengan tangan kanan berpegangan pada pegangan di dinding pintu kereta. Saya lihat sepatu yang dipakainya adalah jenis fantofel dengan hak datar sekitar 1 cm.Â
Melihat kondektur yang turun, petugas keamanan yang berjaga tak jah dari situ segera meletakkan bangku tepat di depan pintu kereta untuk pijakan kondektur. Saya melihat dari balik jendela, kondektur menolak dan mungkin mengatakan bahwa dia masih bisa naik dan turun seperti biasa. Menyaksikan hal itu saya tersenyum, melihat kesigapan petugas keamanan dan kondektur itu.
Saat itu kondektur ada di pintu dan mengatakan pada bapak tersebut cara untuk turun, yaitu dengan memutar badan membelakangi pintu, kedua tangan berpegang pada pegangan yang ada di pintu kiri dan kanan, lalu salah satu kaki menjejakkan kaki di selot kecil pijakan, kemudian kaki lainnya untuk menjejak di koridor stasiun.Â
Setelah memberi penjelasan kepada bapak yang baru saja turun, kondektur perempuan itu pun turun dengan cara yang sama. Sesaat sebelum kereta berangkat, PPKA yang mengangkat tanda hijau, kondektur meniup peluit dengan lengkingan yang khas, disusul masinis yang membunyikan klakson lokomotif.