Mohon tunggu...
Vita Priyambada
Vita Priyambada Mohon Tunggu... Administrasi - Literasi

Penulis dan filatelis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Naik Kereta Api, Tut... Tut... Tut..."

11 Mei 2018   15:22 Diperbarui: 11 Mei 2018   15:36 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelintasan sebidang kereta api di Jalan Pramuka Raya, Jakarta Timur, Selasa (14/3/2017). (KOMPAS.com/NURSITA SARI)

Bait pertama lagu Naik Kereta Api...selalu melekat dalam ingatan. Moda transportasi ini menjadi kesukaan saya.

Jumat, 17 Juli 1864. Gubenur Jenderal Hindia Belanda, L.A.J.W. Baron Sloet van Beele Broke memulai pembangunan  stasiun dan rel kereta api pertama Kemujen, Semaang, di negeri jajahan Hindia Belanda. Perusahaan swasta Belanda yang ditunjuk Namlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatchappij (NV NISM) dipimpin oleh J.P. de Bordes membangun rel kereta api dari Kemujen (Semarang) ke desa Tanggung (Tanggungharjo, Grobogan) sepanjang 26km. 

Ratusan pekeja rodi dikerahkan membabat hutan jati mulai dari desa Alastuwa (Semarang) sampai desa Tanggung. Sementara itu ratusan pekerja rodi di pelabuhan utama Jepara menunggu baja bekulatias tinggi yang didatangkan dari Jerman. Batang rel baja itu dibawa pekeja menuju kereta kuda untuk diangkut ke Kemijen. Tiga tahun dua bulan para pekerja rodi menguras tenaga membentangkan jalan baja. 

Sabtu 10 Agustus 1867, lokomotif uap seri B2220 buatan Hartmann Chemnitz (Jerman) menarik dua gebong bedinding kayu jati yang berangkat dari stasiun Kemijen. Sayang, stasiun Kemijen kini tinggal kenangan. Daerah stasiun yang terletak sekitar 1 km di sebelah timur stasiun Tawang telah menjadi rawa. Padahal, sampai 1981, stasiun ini masih aktif beroperasi dan cukup sibuk karena terdapat Sembilan bentangan rel. (Sumber: Kebijakan perkereta-apian, ke manakah hendak bergulir? yang ditulis Soemino Eko Saputro).

Peta jaringan perjalanan KA Progo (dok.pribadi)
Peta jaringan perjalanan KA Progo (dok.pribadi)
Teringat pengalaman Minggu, 6 Mei 2018 ketika saya naik kereta Progo yang berangkat dari stasiun Lempuyangan pukul 14:45 WIB dan berakhir di stasiun Pasarsenen, Jakarta. Sebelum gelap tiba, saya puaskan melihat pemandangan dan stasiun-stasiun yang dilewati melalui pintu yang berada di bordes. Kebiasaan saya adalah melihat customer service on train dan peta jaringan perjalanan kereta api yang sedang dinaiki yang dipasang di dinding. 

Aha, kali ini rupanya menjadi perjalanan istimewa karena customer service on train (kondektur) adalah perempuan. Baru kali ini saya menemui kondektur perempuan. Dengan topi, garis 4 di pundak dan ujung lengan bajunya, kondektur itu siap bertugas.

Saya mengamati kondektur itu selama bertugas. Ternyata tidak mudah menjalani tugas tersebut. Ketika kereta berhenti di stasiun Soka (Kebumen), jarak antara lantai pintu keluar kereta dan koridor stasiun agak tinggi, namun kondektur itu turun setengah melompat dengan tangan kanan berpegangan pada pegangan di dinding pintu kereta. Saya lihat sepatu yang dipakainya adalah jenis fantofel dengan hak datar sekitar 1 cm. 

Melihat kondektur yang turun, petugas keamanan yang berjaga tak jah dari situ segera meletakkan bangku tepat di depan pintu kereta untuk pijakan kondektur. Saya melihat dari balik jendela, kondektur menolak dan mungkin mengatakan bahwa dia masih bisa naik dan turun seperti biasa. Menyaksikan hal itu saya tersenyum, melihat kesigapan petugas keamanan dan kondektur itu.

Kedua kalinya saat hari belum gelap, kereta berhenti lagi di stasiun Kemranjen (Banyumas). Kali ini kereta berhenti agak lama. Ada seorang bapak agak tua yang ingin turun mencari udara segar. Dia agak bingung sebab jarak antara lantai pintu kereta dan koridor stasiun tinggi. 

Saat itu kondektur ada di pintu dan mengatakan pada bapak tersebut cara untuk turun, yaitu dengan memutar badan membelakangi pintu, kedua tangan berpegang pada pegangan yang ada di pintu kiri dan kanan, lalu salah satu kaki menjejakkan kaki di selot kecil pijakan, kemudian kaki lainnya untuk menjejak di koridor stasiun. 

Setelah memberi penjelasan kepada bapak yang baru saja turun, kondektur perempuan itu pun turun dengan cara yang sama. Sesaat sebelum kereta berangkat, PPKA yang mengangkat tanda hijau, kondektur meniup peluit dengan lengkingan yang khas, disusul masinis yang membunyikan klakson lokomotif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun