Majelis Permusyawaratan rakyat atau disingkat dengan MPR merupakan lembaga tertinggi sebelum terjadi perubahan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dalam hal ini sistem pemerintahannya sangat mirip dengan negara Inggris dimana suatu negara menempatkan kedaulatan rakyat berada dalam satu lembaga tertinggi seperti MPR ini. Kemudian dilakukan amandemen UUD 1945 maka MPR mengalami pergeseran dari lembaga tertinggi tetapi berubah menjadi lembaga tinggi.Â
Dalam hal ini sistem kelembagaan lebih mirip dengan negara Amerika Serikat dengan sparation of power. Akan tetapi ada sedikit perbedaan dengan Amerika Serikat dimana Indonesia tidak menganut sparation of power akan tetapi menganut distribution of power. Artinya kewenangan yang terbagi trias politica menjadi dasarnya. Konsep MPR awal pada dasarnya adalah representasi murni dari selutuh rakyat.Â
Istilah permusyawaratan sendiri mengindikasikan bentuk kekeluargaan yang berada dalam sebuah majelis. Kemudian representasi dari konsep musyawarah adalah keputusan tertinggi yang telah mengakar dalam sistem budaya bangsa Indonesia. MPR sebagai penyeimbang kekuasaan presiden yang dibawah perorangan, sehingga dengan membawa kelembagaan maka dapat memonitoring dengan baik.Â
Sejak orde lama kedudukan MPR yang seharusnya terbatas dari pengaruh eksekutif namun arah politik selalu membawa lembaga MPR ini menjadi kearakh eksekutif. Hal ini menyebabkan fungsi monitoring dan evaluasi berubah menjadi support team yang hanya mendukung langkah eksekutif. Fenomena ini sebenernya tidak salah, walaupun check and balances tidak berjalan dengan baik namun jika etika politik dijalankan maka arah kebijakan negara masih bisa menemui titik cerah.Â
Namun kepincangan fungsi yang tidak dapat berjalan semestinya ini menjadikan kepentingan politik terlalu kuat dalam majelis sehingga fungsi monitering mengendur. Bahkan saat orde baru MPR menetapkan Soeharto sebagai presiden seumur hidup. Bahkan fungsi MPR yang seharunya berada diatas Presiden akan tetapi pada kenyataannya seakan-akan dibawah kekuasaan presiden. Berbagai reaktif tersebut, kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi mendapat penilaian dalam amandemen UUD 1945 dan pasca amandemen kedudukanya menjadi lembaga tinggi.
Setelah dilakukan amandemen terjadi perubahan dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang awalnya menyatakan "Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat" berubah menjadi "Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya menurut Undang-Undang Dasar". Dalam tertera dengan sangat jelas dimana tidak ada lagi lembaga tertinggi dan yang ada adalah lembaga tinggi.
Ketika suatu saat akan ada perubahan didalam MPR dimana menjadi lembaga tertinggi maka akan mempengaruhi sistem pemerintahan. Hal ini memungkinkan MPR dapat dijadikan sebagai alat legitimasi penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. seperti yang terjadi pada saat orde baru yang menyatakan Soeharto sebagai presiden seumur hidup.Â
Jika MPR menjadi lembaga tertinggi ini juga dapat mempengaruhi check and balances, yang tidak dapat mengimbangi bila rezim penguasa menguasi satu lembaga. Disamping itu Indonesia juga akan mengalami kemunduran karena rakyat sudah diberi kesempatan memilih pemimpinnya secara langsung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H