Covid-19 atau novel coronavirus telah menjadi perhatian dunia sejak akhir ahun 2019, Covid 19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan.
Bahkan hingga hari ini , wabah Covid telah menginfeksi lebih dari 2 juta orang di seluruh dunia, yang tersebar di 215 negara di dunia, dengan kasus terbanyak saat ini ada di Amerika Serikat dimana 670 ribu orang terinfeksi.  Di Indonesia sendiri, sampai dengan hari ini, pemerintah menkonfirmasi  total kasus di Indonesia hingga  terhitung 5.516 kasus.
Hal ini pasti berdampak pula pada berbagai sektor kehidupan di dunia, eiringan adanya pelaksanaan lockdown di beberapa negara seperti sektor pariwisata, perekonomian, industri dan lainnya.
Di China, kasus pertama virus covid 19 terlacak pada tanggal  17 November 2019, dan merebak cepat hingga akhirnya pada 23 Januari 2020, pemerintah China memutuskan untuk melockdown.
Sejalannya dengan penerapan lockdown yang dilakukan negeri gingseng pun memberikan dampak, banyaknya bisnis dan pabrik-pabrik China terpaksa harus menghentikan atau menunda produksinya, juga memperpanjang libur karyawannya. China yang merupakan pusat perdagangan dunia, memberikan efek besar, salah satunya menurunnya harga minyak dunia, Dampak covid 19 juga tercermin dalam ekspor China yang anjlok dalam dua bulan pertama tahun ini, turun 17,2% pada produksi industri, penjualan ritel dan investasi negara itu mencatatkan perlambatan di dua bulan pertama 2020.
"Produksi industri untuk Januari dan Februari menyusut 13,5%, kontraksi pertama dalam sekitar 30 tahun," menurut data resmi yang dirilis Biro Statistik Nasional (NBS), Senin (16/3/2020).
Selain China, ada Negeri Paman Sam yang merasakan dampak covid 19 ini. Kasus petama di Amerika Serikat berhasil dideteksi pada 15 januari 2020 di Snohomish County, Washington. Pada rabu , 01 April 2020, jumlah kasus Covid 19 di AS melejit melewati angka 200 ribu kasus positif, hingga pada 12 April 2020, data dari John Hopkins University mencatat Amerika Serikat sebagai negara dengan kasus terinfeksi dan kematian virus Covid 19 tertinggi didunia yang dikonfirmasi.
Beberapa analis AS mulai memperkirakan angka pengangguran di Amerika bisa mencapai 15 persen pada bulan april. Jika itu terjadi, maka rekor sebelumnya, 10.8 persen di tahun 1982, terpecahkan. Imbasnya, Amerika akan menderita masa resesi terburuk dalam sejarah mereka.
"Sepertinya resesi yang dihadapi akan lebih buruk dan lebih panjang dibandingkan prediksi kami dua pekan lalu. Dan, (resesi) ini tidak hanya di Amerika, tetapi juga global," ujar analis dari Bank of America Global Research, Michelle Meyer, sebagaimana dikutip dari Yahoo Finance, Jumat, 3 April 2020.
Lanjutnya, Michelle Meyer memperhitungkan, resesi akan dialami paling tidak selama tiga kuartal. PDB (Produk Domestik Bruto) Amerika menurun 7% di kuartal pertama, 30% di kuartal kedua, 1% di kuartal ketiga, dan mengalami peningkatan di kuartal keempat.
Secara kumulatif, penurunan yang dicapai sebesar 10.4%. Angka tersebut nyaris lima kali lebih besar dibandingkan masa resesi paska Perang Dunia II.
Pengamat menyebut pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) bakal 'hancur-hancuran' karena pandemi virus corona, terutama pada kuartal I dan II 2020. Pengamat menilai ekonomi AS pada kuartal I negatif 9 persen, berlanjut hingga minus 34 persen pada kuartal II karena Covid 19
Ekonom Goldman Sachs, memproyeksi pertumbuhan ekonomi riil AS negatif 9 persen pada kuartal I dan berlanjut hingga 34 persen pada kuartal II. Â Kondisi ini terjadi, karena banyaknya perusahaan yang menempuh jalur pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran di AS pun dipastikan meningkat.
Di  Asia sendiri, niali tukar hampir seluruh mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap AS, Dikutip dari Bloomberg (02/04/2020), Yen Jepang misalnya, tercatat melemah 0,33% terhadap dolar AS, Dolar Hongkong juga tercatat melemah 0,01%, selain itu Dolar Singapura juga melemah sebesar 0,09%,