Apa jadinya jika perpustakaan-perpustakaan dikota Surabaya menggagas kegiatan bertemakan pelestarian lingkungan? Pastinya dalam bayangan kita acaranya hanya membaca bersama buku-buku pengetahuan tentang penghematan energi atau mendongeng dengan topik mari jaga lingkungan. Tapi tidak demikian dengan yang kami lakukan pada hari Sabtu dan Minggu, 7-8 Juli 2012. Kegiatan itu kami sebut Kemah Pustaka 2012, dimana Perpustakaan Komunitas Pelangi Pusdakota Ubaya dan para pengelola perpustakaan independen yang tergabung dalam komunitas Insan Baca mencoba menggagas kegiatan bersama untuk mempertemukan anak-anak yang setia berkunjung ke perpustakaan kami.
Terhitung sebelas perpustakaan dan Taman Bacaan Masyarakat tergabung dalam acara ini, diantaranya Sanggar dan Taman Bacaan Lengger, Taman Bacaan Masyarakat Dongeng Bumi Pertiwi, Perpustakaan Komunitas Pelangi Pusdakota Ubaya dan banyak lagi. Dengan semangat yang sama menggemakan kepada khalayak bahwa dunia pustaka bukanlah dunia yang beku tetapi dunia seru dan mengasyikkan. Dengan begitu kami mencoba mengeksplorasibuku yang kami miliki sebagai bahan belajar anak-anak, tentunya dibingkai dalam game-game yang menantang, sehingga anak-anak tumbuh rasa penasaran dan tertarik belajar. Seperti salah satu game Membuat Alat Masak Tenaga Matahari dan Apa itu Erosi, keduanya kami ambil dari buku Seri Pengetahuan Populer Untuk Anak karya David Suzuki. Buku ini mengajak anak-anak mencntai lingkungan dengan praktik-praktik yang mudah dan media yang sederhana dari sekitar kita. Alat masak tenaga matahari misalkan hanya dengan kardus bekas , kertas karton, alumunium foil dan mur baut anak-anak sudah bisa merangkai menjadi energi alternatif. Imajinasikan jika dunia pendidikan kita seseru ini, mungkin anak-anak akan tumbuh menjadi anak-anak yang kreatif karena tidak hanya belajar secara teoristis tapi juga praktik dan merasakan.
Awalnya anak-anak yang terlibat di Kemah Pustaka 2012 tidak saling mengenal, mereka dibagi acak menjadi 5 kelompok warna Biru, Merah, Kuning, Putih dan Hijau, bersama-sama menjelajah selama dua hari, bertempat di Kebun Raya Purwodadi Pasuruan. Tidak semua berjalan mulus masih ada anak-anak yang tidak mau berkelompok dengan teman baru, karena dari rumah sudah diwanti-wanti orang tua agar tidak berpisah dengan teman rombongannya, harus tidaur dan berkelompok dengan teman yang sama asalnya. Inilah budaya yang ditanamkan orangtua kita apada umumnya, selalu berhati-hati memilih teman sehingga ekspresi dan keluwesan mereka untuk menerima kondisi baru perlu waktu yang lama. Kami berusaha untuk memberikan pengertian jika kita berkutat hanya pada orang lama kita akan menjadi orang yang terbatas dan pengalaman baru akan susah didapat. Mereka mulai mau membuka diri dan berproses bersama.
Kekompakan partisipan Kemah Pustaka 2012 membuat kami semakin mudah menerapkan game-game pendidikan lingkungan yang sudah kami rancang. Sesuai dengan tema yang kami angkat untuk tahun ini adalah Bumiku Rumahku, dimana anak-anak akan diajak untuk mengenali tokoh-tokoh pejuang lingkungan, gejala alam, dan penanggulangannya, menjelajah dari pos ke pos. Salah satu pos yang menarik itu adalah Pos Indonesia Cinta Alam, dimana anak-anak akan bermain seperti game monopoli tetapi muatan materi yang disampaikan bukan menduduki negara-negara, tetapi berkunjung ke daerah indonesia. Daerah yang dikunjungi itu menyuguhkan tentang informasi para suku-suku atau kampung pedalaman di Indonesia menjaga lingkungannya, baik dengan ritual atau adat turun-temurun untuk menjaga lingkungan. Seperti Suku Minahasa mereka menganggap menjaga alam sama dengan menjaga para leluhurnya, misalnya sebuah pohon besar, hutan atau binatang tidak akan diganggu kelestariaannya selama tempat tersebut dipandang sebagai tempat bersemayamnya para leluhur. Musnahnya mereka berarti musnah pula perjumpaan dengan para leluhur. Atau upacara setiap tanggal 22 Rayaagung oleh Suku Baduy dijadikan hari khusus untuk bersyukur atas suka dan duka di tahun yang sudah berjalan dan tahun mendatatang, terutam pada hasil pertanian karena mata pencaharian penduduk di Desa Cugugur sekitar kaki gunung Ciremai ini adalah bertani.
Setiap kelompok mendapat lima kali kesempatan mengacak dadu, nilai yang muncul pada dadu akan mengantar mereka ke tempat-tempat atau berbagai suku yang punya kearifan lokal menjaga kelestarian alam tadi. Usai menjelajah kelima tempat mereka diminta untuk membuat Mind Map perjalanan menjelajah tadi, dan presentasi di forum besar jika semua pos sudah terlampaui. Harapan kami dengan adanya game-game seperti ini, anak-anak lebih mengenal khasanah budaya Indonesia, menjadi bangga karena memiliki teman-teman yang punya kerelaan menjaga hutan dengan cara-cara yang unik dan sederhana.
Pada malam hari anak-anak diajak untuk membuat drama bertemakan Sakitnya Bumiku, kami menggali pendapat bumi yang sakit itu seperti apa kondisinya. Anak-anakpun paham bahwa bumi sakit ketika manusia tidak peduli lagi dengan kelestarian lingkungan seperti hal-hal sederhana yang kita lakukan tapi berkibat besar perusakan lingkungan, menyalakan komputer padahal tidak dipakai, membuang sampah di selokan atau kali, membuang bungkus jajan sembarangan dan lainnya. Uniknya mereka semua mengekspresikan dengan luwes, mereka mengumpamakan dirinya benda-benda yang ada di bumi baik terlihat atauun tidak seperti ada anak yang berperan sebagai gergaji, ada yang berperan tukang penebang kayu, ada yang berperan sebagai pohon bahkan berperan sebagai sampah. Anak-anak mengumpakan semua benda itu bisa berdialog. Tentunya tidak hanya permasalahan di dalam drama ini, tapi juga anak-anak mendapat tugas mencari solusi berupa tindakan agar tidak merusak alam lagi.
Pembelajaran yang kaya metode seperti inilah yang harusnya dikembangkan di sekolah, melibatkan anak-anak pada kondisi riil yang terjadi, menggali pendapat anak-anak untuk memecahkan masalah dengan cara-cara yang unik. Dengan demikian anak diberi kesempatan untuk ikut memiliki dan ikut berkontribusi bagi pelestarian lingkungan. Dalam sebuah gagasan Ki Hajar Dewantara pernah menyampaikan agar memberikan kesempatan pada sang pembelajar untuk dekat dengan alam dan realistas kehidupan supaya mereka tidak berjarak antara pemiikiran dan tindakan. Kerja keras sekolah akan maksimal jika dibantu dengan kesimbangan dari pihak keluarga, nah dimanakah letak perpustakaan berperan? Mari kita bayangkan jika semua perpustakaan mampu membuat para pengunjungnya merasakan nyaman, dan merasakan ketagihan datang keperpustakaan. Kota Surabaya sudah membuktikan dengan 360 Taman Bacaan Masyarakat yang telah dibangun disetiap balai RW, tentunya tidak sekedar membangun tapi juga memotivasi para pengelola agar berdedikasi dan punya cara-cara kreatif untuk menarik pengunjung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H