Mohon tunggu...
Viryan Azis
Viryan Azis Mohon Tunggu... -

kerje di kpu | ngopi tak pakai gule | fans barca | iG/twitter: @viryanazis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Vertual: Saatnya parpol menjadi Parpol

7 Januari 2013   09:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:25 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini (senin/7/1/13), KPU-RI melakukan rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil verifikasi partai politik (parpol) yang berhak menjadi peserta pemilu legislative tahun 2014. Kegiatan ini merupakan klimaks atas rangkaian proses verifikasi parpol selama tiga bulan dilakukan oleh KPU-RI. Pelaksanaan dimaksud menjadi salah satu proses penting dalam konsolidasi demokrasi di Indonesia. Kegiatan ini selain secara legal menentukan parpol yang berhak ikut pemilu, juga menjadi langkah awal untuk mendorong terwujudnya sistem muti partai sederhana sebagaimana disebutkan dalam undang-undang pemilu 2014.

Sebagaimana kita ketahui, paska reformasi tahun 1998, jumlah parpol peserta pemilu melonjak dari tiga parpol menjadi 48 parpol pada pemilu 1999, menjadi 24 parpol pada pemilu 2004 dan 38 parpol pada pemilu 2009. Banyaknya parpol pada mulanya dipahami sebagai partisipasi politik rakyat yang  memberi dampak bias pada sistem pemerintahan kita yang menganut system presidensial. Terlebih banyaknya parpol dalam perjalanan demokrasi di orde reformasi masih dominan pada peran “karitatif-politik” dalam bentuk kepentingan pribadi, kelompok yang bersifat transaksional serta pragmatis.

Fungsi utama parpol sebagai sarana artikulasi aspirasi politik warga negara dinilai banyak kalangan belum terlaksana secara efektif dan permanen. Banyaknya jumlah parpol pada gilirannya tidak memberi diferensiasi pilihan politik yang kental serta khas dengan dasar ideologi atau program politik yang terukur, akuntabel serta mengakar.

Penguatan parpol tersebut diharapkan selangkah lebih maju dan diputuskan oleh DPR-RI dalam disain pemilu 2014. Persyaratan parpol peserta pemilu 2014 serta tahapan verifikasi parpol yang dituangkan dalam undang-undang Nomor 8 tahun 2012 menjadi acuan kerja KPU-RI. Termasuk menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan kegiatan verifikasi parpol berlaku juga untuk parpol yang memiliki kursi di DPR-RI.

Independensi Verifikasi

Kegiatan verifikasi parpol yang digariskan oleh KPU-RI melalui Peraturan KPU (PKPU) sebagai acuan teknis kerja untuk KPU di seluruh provinsi dan kabupaten/kota  telah diselesaikan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Pada setiap tingkat proses dilakukan secara terbuka, terukur serta akuntabel. Kegiatan verifikasi faktual dapat di-tracking oleh berbagai pihak, mulai bawaslu, bawaslu/panwalu provinsi dan panwaslu kabupaten/kota serta pengurus parpol atau LSM.

Dengan proses verifikasi beranjak dari lapangan secara langsung menjadikan setiap parpol lulus atau tidak bersifat alami dan sangat tergantung dari kesiapan parpol tersebut. KPU di seluruh Indonesia sulit untuk bersikap tidak independen sebagaimana disinyalir oleh kalangan tertentu. Terlebih keberadaan DKPP yang dalam beberapa bulan terakhir produktif memberhentikan puluhan anggota KPU di sejumlah daerah memberi peringatan keras kepada seluruh jajaran KPU agar bekerja dengan independen, netral serta tidak berpihak. Terlebih keputusan akhir hasil verifikasi parpol dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU Provinsi dan kabupaten/Kota. Lebih jauh lagi, akuntabilitas proses verifikasi lengkap sehingga setiap keberatan yang bersifat administratif dapat serta merta ditunjukkan atau dikonfirmasi keabsahannya.

Saatnya Parpol menjadi Parpol

Dari berbagai informasi yang berkembang, seluruh parpol yang tidak lulus verifikasi mutlak karena ketidakmampuan untuk melengkapi persyaratan parpol pemilu 2014. Pada konteks ini persyaratan tersebut menjadi wajar diadakan sebagai bentuk peningkatan kapasitas organisasi parpol guna menjamin terlaksananya fungsi utama parpol tersebut secara nasional dalam menyerap, mengelola dan merumuskan aspirasi politik warga Negara dalam bentup program kerja parpol secara akuntabel. Sebagai contoh, salah satu persyaratan parpol untuk menjadi peserta pemilu 2014 adalah memiliki anggota 1,000 atau 1/1,000 pada setiap kabupaten/kota (UU No. 8 Tahun 2012, Pasal 15, huruf f). Persyaratan ini menjadi wajar dituangkan untuk membangun parpol yang memiliki basis massa jelas dan tercatat. Dengan dasar kuantitatif demikian setiap parpol, khususnya anggota legislative/ wakil rakyat dari setiap parpol kedepannya memiliki kejelasan hubungan yang bersifat administratif dengan pemilihnya. Sejumlah fakta temuan verifikasi di berbagai daerah, banyak parpol yang tidak dapat memenuhi syarat tersebut. Verifikator KPU di berbagai daerah menerima cobaan malpraktik yang dilakukan sejumlah parpol dengan tujuan memenuhi syarat tersebut.

Adanya anggota parpol yang tercatat pada tingkat kabupaten/kota sejatinya merupakan syarat minimal yang diharapkan dapat berkembang seiring kemampuan parpol merekrut dan menjaring anggota dari masyarakat sebanyak-banyaknya. Pernyataan ini sebagai bentuk harapan agar kedepannya Parpol benar-benar secara efektif menjalankan fungsinya sebagai sarana artikulasi aspirasi politik warga Negara. Parpol tidak lagi hadir sebagai bentuk sarana bermain elit politik yang dibangun atas basis kepentingan individu atau kelompok semata. Parpol penting untuk semakin dekat, mendengar dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan menjadikannya dasar untuk melakukan kerja-kerja politik lewat kader-kadernya yang berada di legislative dan eksekutif. Realitas parpol menjadi tunggangan kepentingan politik individu dan kelompok serta hanya menjadikan rakyat sebatas suara yang diperlukan pada saat pemilu/pilkada perlu dikuatkan menjadi basis aktif. Sudah saatnya peran partisipasi politik rakyat ditransformasi agar proses demokrasi dapat berjalan dengan efektif. Indikator mewujudkan hal tersebut salah satunya dengan terjaminnya infrastruktur parpol yang nasional dan basis anggota yang jelas. Inilah makna lain dari proses verifikasi parpol yang dilakukan KPU menunaikan amanah undang-undang pemilu 2014. Manipulasi informasi dengan menempatkan seolah-olah KPU-RI berpihak kepada parpol yang berada di parlemen secara faktual dapat diuji dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil verifikasi parpol serta media lainnya yang bersifat konstitusional. Namun bersamaan dengan hal tersebut elit parpol yang tidak lolos verifikasi parpol perlu juga secara dewasa menerima hasil apabila memang parpolnya tidak memenuhi syarat verifikasi parpol. Apabila terdapat sejumlah fakta dugaan kekeliruan atau tidak profesional KPU dalam verifikasi parpol perlu ditempuh lewat mekanisme hukum yang ada. Rakyat perlu banyak figur teladan dan alangkah indahnya bila elit parpol yang tidak lulus verifikasi parpol menempuh jalan konstitusional dan menghormati hasilnya dengan kedewasaan politik. Ini akan menjadi awal yang baik untuk kita sebagai bangsa dalam menjalani proses persiapan pemilu 2014. Pada akhirnya harapan kita semua pemilu 2014 bisa menjadi sarana politik untuk menghadirkan elit politik yang dapat melunasi janji founding-fathers kita.  Wallahu a’lam bisshowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun