Masyarakat lokal adalah pihak yang memahami betul karateristik dari daerah nya sehingga pengembangan dan pembangunan destinasi wisata di daerah mereka tidak keluar dari karateristik daerah mereka serta tercampur dengan karateristik daerah lain ini mengacu pada makna dari pariwisata itu senditi yaitu kelokalan, adat istiadat, Â budaya dan kearifan lokal.
Agak aneh bila kita sering melihat cafe, Â restoran ataupun hotel di sebuah daerah namun menggunakan bangunan dengan karateristik daerah lain, kenapa tidak menonjolkan identitas daerah nya sendiri? Â
Memang tidak salah kalau mereka membangun itu semua di kawasan atau resort seperti island resort (seaside) karena itu kawasan wisata, bukan destinasi wisata, walau tetap aneh di mata penulis.
Selain dari itu juga, destinasi wisata adalah cara masyarakat sekitar untuk memperkenalkan sekaligus mem branding kelokalan, Â adat istiadat, Â budaya dan kearifan lokal mereka. Â Kata mem branding disini dimaksudkan sebagai pembeda dari daerah daerah lainnya.
Jika mereka tidak dilibatkan atau tidak menjadi pelaku utama dari pengembangan pariwisata di daerah mereka maka pintu sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin mendirikan bangunan atau menyediakan layanan wisata dengan tidak mencerminkan karakteristik daerah tersebut, kita bisa melihat banyak contoh dari keadaan ini.
Kemudian juga dampak dari segala pengembangan dan pembangunan destinasi wisata seyogyanya berupa kontribusi ekonomi untuk masyarakat sekitar sehingga dapat meningkatkan kehidupan mereka, bukan hanya sekedar kontribusi berupa lapangan pekerjaan saja tetapi juga lapangan usaha.
Beberapa dari kita mungkin sering mendengar community-based tourism (CBT) yang bermakna pariwisata yang berdasarkan pengelolaan dari dan untuk masyarakat sekitar, dalam pengertian pemasukan dari kegiatan wisata akan masuk ke masyarakat lokal secara penuh karena mereka sebagai pelaku utama.
Apakah kita juga mendengar CBT ini  dalam pengembangan dan pembangunan destinasi wisata baik yang premium maupun prioritas? atau singkatan dari CBT mendadak berubah menjadi Corporate-Based Tourism?  hmm.
Untuk menjaring wisatawan berduit sebenarnya lebih pada melalui layanan wisata kemudian baru sarana dan prasarana yang tidak juga selamanya  harus mewah,  karena premium itu tidak sama dengan mewah (premium vs luxury).
Jika pun bila kita ingin mengembangakan kawasan wisata dengan target wisatawan berduit maka hanya wisatawan berduit yang hanya bisa (bukan hanya boleh) dengan menerapkan biaya wisata yang tinggi seperti penginapan, cafe, restoran dan lainnya, bukan menerapkan keanggotaan ataupun biaya masuk.
Jadi kita mengembangkan kawasan wisata, bukan destinasi wisata karena menurut penulis pembatasan pada destinasi wisata berarti juga menutup akses kepada pihak/wisatawan yang terkena dampak dari pembatasan tersebut.