Kemunculan teknologi 5G pada telekomunikasi tanpa kabel menimbulkan kekhawatiran bagi industri aviasi khususnya penerbangan akhir akhir ini karena dapat menggangu pengoperasian pesawat terbang.
Teknologi 5G yang menggunakan spektrum radio yang disebut dengan c-band pada pita frekwensi antara 3.3-4.2 GHZ (tergantung dari operator dan lokasi transmitter nya serta lokasi transmiter nya) ini menimbulkan kekhawatiran dari beberapa pelaku penerbangan khususnya penerbangan sipil komersial yang tertuju pada instrumen radio altimeter pada pesawat yang menggunakan frekwensi 4.2-4.4 GHZ
Radio altimeter merupakan instrumen sangat penting dalam penerbangan karena memberikan data tentang ketinggian yang aboslut atau absolute Altitude yaitu Height yang mengukur ketinggian pesawat dari permukaan daratan atau terrain, radio altimeter akan sangat krusial khusus nya pada fase pendaratan yang menerapkan Ground Proximity Warning Systems dan pada saat pesawat di udara (airborne) dengan Traffic Alert and Collision Avoidance System (TCAS) yang keduanya sangat bergantung pada informasi dan data ketinggian pesawat dari darat (terrain) yang disediakan oleh radio altimeter atau juga disebut dengan Radar Altimeter.
Pada fase pendaratan pesawat memerlukan data atau informasi yang benar benar akurat  mengenai ketinggian pesawat dari darat, sistem GPWS berfungsi untuk memberi peringatan secara visual dan suara kepada pilot apabila pesawat tidak berada pada keadaan yang seharusnya seperti suara 'terrain, pull up' bila pesawat berada sangat dekat dengan permukaan (terrain) atas dasar data dari radio altimeter ini. Badan Aviasi Sipil Dunia sudah mulai merekomendasikan penggunaan sistem ini sejak tahun 1979.
Salah satu data yang paling penting adalah saat pesawat sudah mencapai ketinggian 2500 feet dimana sistem ini akan memberikan peringatan kepada pilot secara terus menerus dimulai saat pesawat sudah berada pada ketinggian 20 feet dimana peringatannya berupa suara/audio yang mengindikasikan ketinggian pesawat yaitu 2500,2000, 1000, 500, 400, 300, 200, 100, 50, 40, 30, 20 feet.
Sistem GPWS ini kemudian dikembangkan menjadi EPGWS atau Enhanced Ground Proximity Warning System pada akhir tahun 1990 an dengan penerapan map digital dan GPS setelah ditemukan beberapa kelemahan pada sistem ini yang mengakibatkan kecelakaan seperti yang terjadi pada  pesawat Airbus A-300B4 220 milik Garuda Indonesia dalam penerbangan dari Jakarta menuju Medan pada tanggal 26 September 1997.
Sedangkan sistem TCAS berfungsi untuk menghindari tabrakan diudara atau Mid-Air Collision (MAC) dengan memonitor sebuah ruang udara dengan pergerakan pesawat pesawat nya dan memberikan peringatan kepada pesawat pesawat yang berada di ruang udara tersebut , sistem ini sebagai perwujudan dari sistem yang diwajibkan oleh ICAO yaitu Airborne Collision Avoidance System (ACAS) pada penerbangan sipil baik di pesawat maupun di darat.
Badan Aviasi Sipil Dunia mengharuskan semua pesawat dengan maximum take-off mass (MTOM) Â sebesar 5,700 kg untuk memasang sistem dan kini sistem ini akan di upgrade dengan ACAS X untuk menggantikan sistem yang saat ini diterapkan.
Kekhwatiran gangguan pada dua sistem pada pesawat ini pada perkembangannya terjadi di Amerika yang mengunakan frekwensi 3,7- 3.98 GHZ berbeda dengan negara negara lain seperti Inggris yang menggunakan frekwensi 3.4-3.8 GHZ.
Para pelaku penerbangan di Amerika khawatir dengan berdekatannya batas bawah frekwensi c-band dengan batas atas frekwensi yang digunakan radio altimeter yang dapat menimbulkan gangguan pada pengiriman data oleh radio altimeter pada pesawat.