Kata flexing kini semakin sering terdengar dan menjadi populer dengan banyaknya pameran foto harta di media sosial dari beberapa anggota masyrakat kota, namun kata flexing tidaklah selamanya negatif dan patut dihindari.
Pameran foto dengan menampilkan kamar hotel mewah atau berada di dalam pesawat  private jet saat berlibur di media sosial mungkin sah sah saja tapi pada dasarnya bukan itu cara kita mendeinisikan wisata, begitu pula menunjukan boarding pass dengan status first atau business class yang justru membahayakan kita sendiri pada akhirnya kecuali memang bila kita ingin pamer harta dan status ketika berlibur dan siap dengan segala konsekwensi nya terhadap keamanan dirinya.
Flexing harta tidak memiiki tempat dan audiens pada wisata karena bukan harta yang dipamerkan pada wisata tapi pengalaman kita selama berwisata, orang akan lebih peduli dengan foto kita makan di sebuah cafe yang unik daripada foto kamar hotel dengan private pool yang sudah banyak jumlahnya, kecuali bila kita ingin pamer jumlah uang yang kita habiskan.
Foto berwisata dengan memakai aksesoris dengan merk branded juga tidak memiliki tempat dan audiens pada flexing wisata, para wisatawan pada luxury travel dan pesohor dunia pun tidak pernah melakukan flexing harta di media sosial karena konsep dari luxury travel itu sendiri yang selalu akan berhubungan dengan kerahasiaan (discretion) dan proteksi privasi mereka, dua hal yang sama sekali tidak sesuai dengan konsep media sosial.
Namun pada wisata, flexing wisata atau Travel Flexing di media sosial sebenarnya justru sangat diperlukan selama dilakukan dengan tujuan untukmenumbuhkan keinginan berkunjung ke destinasi wisata (wanderlust) kepada orang lain melalui foto foto dan video lengkap dengan berbagai informasi nya serta menunjukan pengalaman kita selama berlibur.
Harta pada wisata adalah berupa pengalaman selama berlibur di berbagai destinasi wisata, penyebutan Hidden Paradise atau surga tersembunyi pada sebuah destinasi bukan berarti untuk selamanya tersembunyi namun untuk ditemukan dan dikunjungi, dengan perkataan lain bahwa kita menemukan harta yang tersembunyi, harta yang bukan dimiliki oleh kita sendiri tapi dimiliki semua orang, oleh karena itu pada travel flexing informasi mengenai desrinasi wisata pada foto kita wajib ditampilkan pula.
Travel flexing memang sangat diperlukan tapi bukan berarti bisa dilakukan tanpa batas dan tanpa etika sehingga bila kita ingin melakukan travel flexing sebaiknya dilakukan dengan bertanggung jawab dan etika layak nya do dan don't seperti pada panduan wisata diantaranya :
1. Tidak berfoto di spot wisata yang tidak mengijinkan kita mengambil foto seperti tempat tempat yang suci dan sakral.
2. Tidak mencantumkan caption yang bersifat negatif dan mencela spot wisata pada foto kita.
3. Tidak mencantumkan frekwensi kunjungan kita ke destinasi wisata pada foto kita.
4. Tidak memberi komentar pada postingan orang lain dengan teks atau foto yang menunjukan kita lebih dulu mengunjungi nya.
5. Menunjukan foto tanpa mencantumkan nama dan lokasi tempat atau spot wisata pada foto kita.
Hal terakhir ini yang paling umum dilakukan orang dalam postingan nya dimana mungkin berniat untuk menimbulkan pertanyaan auidens nya yang kemudian akan meramaikan postingannya, namun ketika tetap tidak disebutkan akan membuat destinasi wisata seperti tempat yang misterius bukan tempat yang layak untuk dikunjungi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan melakukan travel flexing kita juga menjadi influencer yang bertanggung jawab baik terhadap segala hal yang terdapat di destinasi wisata maupun terhadap orang lain sesama wisatawan.