Pada Lion Group juga tercatat mengembalikan 6 unit pesawatnya ke pihak leasing pada tahun 2021.
Sedangkan pada tahun 2022 ini Garuda Indonesia telah mengembalikan 2 unit pesawat Boeing B-777 300 ER-nya begitu pun Lion Group yang tersirat pada sebuah akun twitter pilot yang menerbangkan pesawat Batik Air ke pihak leasing beberapa hari yang lalu (referensi).
Apabila kita umpamakan setiap pesawat yang dikembalikan tersebut menerbangkan hanya satu rute penerbangan maka jumlah tersebut akan mempresentasikan rute penerbangan yang akan terkena dampaknya begitu pula frekuensinya.
Pada berita di Kompas.com CEO Garuda Indonesia mengatakan bahwa Garuda Indonesia hanya akan mengopersikan 53 unit pesawat dari total sebelumnya sebanyak 142 pesawat.
Ini menandakan ada sebanyak 89 rute penerbangan yang terkena dampak dari pengurangan armada jika mengasumsikan satu pesawat hanya menerbangkan satu rute penerbangan, pada kenyataannya mungkin bisa lebih dalam hal untuk memaksimumkan utilitas pesawat bagi maskapai.
Bila terjadi pengurangan rute dan frekuensi penerbangan maka pertanyaannya rute dan frekuensi penerbangan ke mana yang terkena dampaknya?
Di lain sisi bagaimana para maskapai akan dapat mengantisipasi kejutan dari kembalinya para air traveler terutama para pelibur atau holiday maker dengan jumlah armada yang jumlahnya tidak sama sebelum Pandemi?Â
Keadaan dengan meningkatnya permintaan kursi penerbangan dengan minimnya ketersediaan kursi akan terjadinya penerapan hukum ekonomi supply-demand dimana pada hal ini akan meningkatkan harga tiket dan pada akhirnya memperlambat laju pemulihan pada industri pariwisata.
Ironisnya pihak leasing justru mengalami over supply pesawat dengan banyaknya pesawat yang dikembalikan oleh maskapai, dan walaupun sudah menurunkan harga leasing nya pun tidak membawa dampak berarti, hal ini karena ketidakmampuan maskapai pada sisi finansialnya untuk menangkap kesempatan tersebut.
Masih pada sisi maskapai, para kru pesawat khusus nya para pilot yang untuk periode waktu tidak terbang memerlukan rating nya kembali, proficiency training tidak dapat dikurangi berupa recurrency training untuk tetap menjamin keselamatan penerbangan.
Pesawat pesawat yang sudah lama tak digunakan juga memerlukan inspeksi kembali walau selalu mendapat pemeliharaan selama tak digunakan. Semua ini akan memerlukan biaya dan waktu pula bagi maskapai.