Mohon tunggu...
Virta Safitri Ramadhani
Virta Safitri Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa -

mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota-ITS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harapan Kecil Bagi Ruang Publik “Kampung Kota” Kota Jakarta

30 September 2015   22:05 Diperbarui: 30 September 2015   22:19 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mendengar tentang Hari Habitat Dunia mungkin masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Padahal, peringatan Hari Habitat Dunia sangat berkaitan dan mempengaruhi pada kehidupan sehari-hari masyarakat Indonseia, khusunya dalam bidang permukiman. Hari Habitat Dunia ditetapkan oleh PBB untuk diperingati setiap hari senin pertama di bulan Oktober. Tahun 2015 ini, Hari Habitat Dunia diselenggarakan pada tangal 5 Oktober 2015. Di Indonesia. Hari Habitat Dunia puncaknya akan dilaksanakan di Bali. Setiap tahun Hari Habitat Dunia membawa satu tema yang berbeda, dan tahun ini PBB mengambil tema “Public Space for All” atau ruang publik untuk semua.

Ruang publik pada sebuah kota, menurut Project for Public Spaces in New York tahun 1984, adalah bentuk ruang yang digunakan manusia secara bersama-sama berupa jalan, pedestrian, taman-taman, plaza, fasilitas transportasi umum (halte) dan museum. Sedangkan menurut Eko Budihardjo (1998) ruang terbuka adalah bagian dari ruang yang memiliki definisi sebagai wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik. Fungsi ruang publik yaitu sebagai tempat bermain, berolah raga, sebagai ruang terbuka yang berfungsi untuk mendapatkan udara segar dari alam, sebagai penyerapan air hujan, pengendali banjir, sebagai pembatas atau jarak di antara massa bangunan, dan lain-lain. Peran ruang publik dalam perkotaan sangat lah penting, karena sebagai tempat interaksi sosial antar individu, karena masyarakat perkotaan identik dengan masyarakat yang individualis. Jadi ruang publik merupakan ruang yang digunakan manusia secara bersama-sama tanpa terkecuali, sebagai tempat interaksi sosial dan menampung aktivitas manusia yang biasanya disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat.

Berbicara mengenai ruang publik di perkotaan, tempat tinggal saya mengalami masalah ketersediaan ruang publik. Saya tinggal di salah satu permukiman “kampung kota” di Jakarta. Kondisi “kampung kota” di permukiman saya yaitu padat bangunan maupun penduduk, dengan lebar jalan yang hanya memuat untuk 2 motor dan selokan di kanan kiri jalan. Permukiman tempat tinggal saya sangat minim terdapat ruang publik untuk masyarakat, padahal waktu saya kecil pada tahun 2000an, permukiman ini masih terdapat beberapa lapangan yang dijadikan ruang publik masyarakat. Ruang publik tersebut berupa lapangan olahraga yang biasa dimanfaatkan masyarakat setempat mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Lapangan tersebut biasa dimanfaatkan untuk olahraga seperti bulutangkis dan voli. Setiap tahun juga, lapangan tersebut dipakai untuk kegiatan sosial dan juga lomba dalam rangka 17 agustus.

Memasuki tahun 2010an, kondisi ruang publik di tempat tinggal saya semakin lama semakin habis. Ruang publik yang dahulu dipakai masyarakat untuk bersantai, berolahraga dan berinteraksi kini digantikan oleh bangunan-bangunan untuk keperluan bisnis. Banyaknya warga pendatang dan kebutuhan rumah yang meningkat, ruang terbuka tersebut di bangun rumah kontrakan dan rumah kos. Ruang publik juga dimanfaatkan sebagai tempat parkir motor dan mobil komunal karyawan, karena tempat tinggal saya merupakan kawasan strategis di Jakarta.  Selain itu dalam menunjang fasilitas umum, ruang publik juga dipakai untuk area bangunan Rumah Sakit yang dibangun di dekat permukiman tempat tinggal saya.

Saat ini dengan kemajuan teknologi yang pesat, masyarakat lebih memilih gadget dalam hal komunikasi. Bahkan anak-anak pun sekarang lebih memilih bermain gadget dirumah daripada bermain bersama teman-temannya di luar. Jika anak-anak tersebut bermain diluar, mereka bermain di jalan gang yang tentu dapat membahayakan keselamatan anak-anak tersebut. Bagi orang dewasa pun sudah tidak terlihat lagi berkumpul dan berolah raga bersama, padahal adanya ruang publik juga dapat mendukung aktivitas yang menunjang kesehatan masyarakat. Saat peringatan lomba 17 agustus pun setiap RT juga mengadakan lomba di jalan gang, padahal untuk menunjang lomba tersebut dibutuhkan ruang yang cukup luas. Semua hal diatas terjadi karena sudah tidak adanya lagi ruang publik di permukiman ini.

Mungkin permukiman “kampung kota” tempat tinggal saya merupakan salah satu permukiman yang sudah tidak lagi memiliki ruang publik. Tetapi masih banyak permukiman yang serupa yang mengalami hal yang sama di ibukota kita tercinta. Seharusnya, Jakarta sebagai ibukota Indonesia, dapat menjadi contoh dalam penyediaan ruang publik dalam permukiman. Harapan saya bagi ruang publik di “kampung kota” di Jakarta yaitu dibangun atau diadakan kembali fungsi ruang publik minimal satu RW memiliki ruang publik. Ruang publik tersebut dapat berupa ruang public tertutup maupun ruang public terbuka (ruang terbuka hijau maupun non hijau). Ruang publik tersebut juga dapat berupa sarana lapangan olahraga untuk masyarakat dalam menunjang produktivitas masyarakat kampung itu sendiri.

Selain itu dapat menjadi sarana belajar dan bermain anak sehingga mereka mampu berinteraksi dengan orang lain. Jika ruang publik tersebut akan dibangun fungsi lain seperti Ruamh Sakit yang ada di dekat permukiman tempat tinggal saya, dapat dilakukan studi kelayakan dahulu sebelum pembangunannya oleh pemerintah, apakah sesuai dengan peruntukkannya untuk dibangun fasilitas umum atau tidak berdasarkan pada arahan RTRW DKI Jakarta, sehingga dapat melihat dampak sosial, ekonomi, serta lingkungan yang akan ditimbulkan. Ruang publik dapat menciptakan suasana guyub bagi masyarakat, sehingga dapat terjalin hubungan yang solid pada masyarakat. Walaupun harapan mengenai ruang publik di permukiman “kecil”, saya berharap pemerintah dapat memaknainya sebagai harapan “besar” yang dapat menyediakan ruang publik untuk masyarakat. Dengan adanya ruang publik untuk semua sebagai harapan dalam peringatan Hari Habitat dunia 2015, ruang publik permukiman “kampung kota” di Jakarta dapat terwujud secara nyaman dan produktif, serta sebagai akses untuk semua orang dapat memanfaatkan ruang publik secara maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun