Mohon tunggu...
Virna Arumning Diah
Virna Arumning Diah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

INFP-T

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

RUU Sisdiknas Tak Cantumkan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Pengantar, Bagaimana Dampak bagi Anak?

27 September 2022   09:25 Diperbarui: 27 September 2022   09:29 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) telah mengunggah pembaharuan RUU Sisdiknas pada Agustus 2022. RUU Sisdiknas menjadi perbincangan hangat saat ini dan polemik dari publik terus bermunculan.

RUU Sisdiknas adalah rancangan Undang-Undang yang mengatur sistem pendidikan nasional. Dapat dikatakan bahwa RUU Sisdiknas memuat seluruh sistem Pendidikan Nasional. Namun, RUU Sisdiknas tak lagi mencantumkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan.

Hal itu dilihat pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan nasional termuat dalam pasal khusus. Namun, RUU Sisdiknas tak lagi menyatakan bahasa pengantar pendidikan. RUU Sisdiknas hanya mencantumkan bahasa Indonesia sebagai bentuk muatan wajib.

Tidak tercantumnya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan dapat menimbulkan dampak terhadap anak. Apa yang terjadi?

Pasalnya, bahasa Indonesia digunakan oleh masyarakat sebagai bahasa pengantar yang resmi. Bahasa itulah akhirnya membentuk identitas bangsa. Kehidupan sehari-hari anak di sekolah tidak hanya berinteraksi dengan orang sedaerah, terkadang anak memiliki teman berbeda daerah. Oleh karena itu, anak harus diajarkan bahasa Indonesia sedari dini.

Jika bahasa Indonesia tidak lagi menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan, maka bahasa daerah atau bahkan bahasa asing akan menggantikan peran bahasa Indonesia. Selain itu, anak lebih cenderung menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing sehingga semakin lama anak lupa bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Selanjutnya, anak akan mulai menggampangkan belajar bahasa Indonesia karena terbiasa menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Hal itu membuat anak menjadi tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Jika hal itu terus menerus terjadi rasa semangat nasionalisme anak akan meluntur serta sikap bangga akan bahasa Indonesia juga akan meluntur. Hal itu sangat disayangkan, mengingat para pahlawan berjuang menjadikan bahasa persatuan bahasa Indonesia tidaklah mudah. Belajar bahasa asing dan melestarikan bahasa daerah memang sangatlah penting tetapi tetap mengutamakan bahasa Indonesia agar eksistensi bahasa Indonesia tetap terjaga.

RUU Sisdiknas masih menuai pro dan kontra. Oleh karena itu, kontribusi dari masyarakat sangat diperlukan. Hal itu dapat dipelajari serta masyarakat dapat berkontribusi dalam penyusunan RUU Sisdiknas melalui situs Kemendikbudristek.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun