ANALISIS TANGGUNG GUGAT PANITIA PENYELENGGARA LIGA I DALAM TRAGEDI KANJURUHAN
Virga Al Farichi
NIM.1322300018
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Tanggung gugat pemerintah adalah kewajiban pemerintah untuk menanggung ganti kerugian sebagai akibat keputusan atau tindakan pemerintahan yang melanggar norma hukum, baik norma hukum publik maupun hukum privat yang merugikan warga masyarakat. Tanggung-gugat mengandung makna keadaan wajib menanggung segala sesuatunya kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. Di dalam kamus hukum ada 2 (dua) istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban, yakni liability dan responsibility. Tanggung-gugat (liability/aansprakelijkheid) merupakan bentuk spesifik dari tanggungjawab. Pengertian tanggung-gugat merujuk kepada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk kompensasi/ ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum. Liability merupakan istilah hukum yang luas, di dalamnya mengandung makna bahwa; liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggungjawab.
Istilah tanggung gugat sendiri menurut Peter Mahmud Marzuki, merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab (responsibility).
Dengan demikian tanggung gugat pemerintah adalah kewajiban pemerintah untuk menanggung ganti kerugian sebagai akibat keputusan atau tindakan pemerintahan yang melanggar norma hukum, baik norma hukum publik maupun hukum privat yang merugikan warga masyarakat. Menurut J.H. Nieuwenhuis, tanggung gugat timbul karena adanya perbuatan melanggar hukum (onrehmatige daad) dan merupakan penyebab (oorzaak) timbulnya kerugian.
Menurut Philipus M. Hadjon, tanggung gugat dapat dibagi menjadi 2 (dua) yang pertama adalah tanggung gugat pemerintah karena keputusan pemerintah yang tidak sesuai dengan hukum, yang kedua tanggung gugat pemerintah karena perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah. 1. Tanggung gugat karena perbuatan pemerintah yang tidak sesuai dengan hukum. Jenis ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yakni :
a. Tanggung gugat karena penerbitan keputusan tata usaha negara/keputusan pemerintah b. Tanggung gugat karena perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.
2. Tanggung gugat karena perbuatan pemerintah yang sesuai dengan hukum tapi menimbulkan kerugian bagi warga negara. Seperti kewajiban pemerintah untuk memberikan ganti rugi yang layak dan adil bagi rakyat yang tanahnya terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Tanggung gugat pemerintahan sangat berkaitan dengan penggunaan kewenangan oleh pejabat
pemerintahan. Dengan kata lain, penggunaan kewenangan oleh pejabat pemerintahan merupakan sebab utama lahirnya tanggung gugat pemerintahan. Dalam hukum administrasi terdapat prinsip hukum yang berbunyi "geen bevoegdheid zonder verantwooderlijkheid". Prinsip tersebut berarti tiada kewenangan tanpa tanggung jawab/tanggung gugat (there is no authority without responsibility/liability).
Menurut pembahasan diatas terkait konsepsi tanggung gugat ini kita dapat menelaah pendapat Peter Mahmud Marzuki. Beliau mengatakan, bahwa pengertian tanggung jawab dalam arti liability diartikan sebagai tanggung gugat yang merupakan terjemahan dari liability/aanspralijkheid, bentuk spesifik dari tanggung jawab. Menurutnya, pengertian tanggung gugat merujuk kepada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum.
Sebagai pengingat, sesaat setelah pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya berakhir, beberapa Aremania (sebutan bagi pendukung Arema FC) turun ke lapangan untuk menemui beberapa pemain. Hal tersebut lantas diikuti oleh puluhan Aremania lainnya yang sontak membuat ramai lapangan Stadion Kanjuruhan pada malam hari itu. Merespon akan adanya hal ini, pihak kepolisian kemudian melontarkan gas air mata ke arah suporter yang ada di lapangan dan juga yang ada di tribun penonton. Siraman gas air mata inilah yang kemudian dinilai sebagai penyebab utama serta awal mula dari terjadinya Tragedi Kanjuruhan ini. Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkapkan pihak yang melakukan penembakan gas air mata tidak hanya Brimob, tapi juga personel Sabhara. Beka mengatakan ada sekitar 45 tembakan gas air mata saat Tragedi Kanjuruhan. "Dari 45 total tembakan, 27 tembakan gas air mata terlihat dalam video. Sementara 18 tembakan lainnya terkonfirmasi lewat suara," tutur dia.
Dalam kasus ini, penggunaan gas air mata untuk penggunaan masa dinilai menyalahi aturan hukum yang berlaku. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan bahwa penggunaan gas air mata dalam penyelenggaraan pertandingan sepakbola merupakan hal yang dilarang oleh dalam aturan FIFA. Hal ini mengacu pada Pasal 19 FIFA Stadium Safety and Security Regulation. " Penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion," bunyi Pasal 19 poin b FIFA Stadium Safety and Security Regulation.
Lebih lanjut, Isnur juga menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut setidaknya melanggar beberapa aturan hukum, yakni:
1. Perkapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.
2. Perkapolri No. 01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. 3. Perkapolri No. 08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI.
4. Perkapolri No. 08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara.
5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara.
Hal ini yang kemudian membuat institusi kepolisian menetapkan sekiranya 20 (dua puluh) nama
personilnya yang bertugas pada saat itu yang terindikasi melakukan pelanggaran kode etik kepolisian atas perbuatannya tersebut. Dikutip dari Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011, hukuman dari pelanggaran kode etik Polri dapat berupa suatu peringatan hingga pemecatan dari institusi kepolisian secara tidak hormat. Penembakan gas air mata memang diketahui tidak hanya mengakibatkan banyak orang sesak nafas hingga meninggal dunia pada tragedi hari itu. Di sisi lain, hingga saat ini korban-korban yang masih hidup pun turut merasakan kerugiannya akibat kerasnya kandungan gas air mata yang terkena pada dirinya.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan dalam laporan resmi yang dikeluarkan Kemenkopolhukam yang berjudul "Laporan TGIPF Tragedi Kanjuruhan" menemukan beberapa fakta mengenai beberapa poin kesalahan yang dilakukan oleh panitia penyelenggara yang dinilai menjadi faktor pendukung terjadinya kejadian ini. Beberapa kesalahan tersebut yakni: 1. Tidak memahami tugas dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan pertandingan. Tidak mengetahui adanya ketentuan spesifikasi teknis terkait stadion yang standar untuk penyelenggaraan pertandingan sepak bola, terutama terkait dengan aspek keselamatan manusia. 2. Tidak memperhitungkan penggunaan pintu untuk menghadapi evakuasi penonton dalam kondisi darurat (pintu masuk juga berfungsi sebagai pintu keluar dan pintu darurat, sementara ada pintu lain yang bisa digunakan dan lebih besar).
3. Tidak mempunyai Standard Operational Procedure (SOP) tentang keharusan dan larangan penonton di dalam area stadion (Safety Briefing).
4. Tidak mempersiapkan personel dan peralatan yang memadai (HT, Pengeras Suara, Megaphone).
5. Tidak menyiapkan rencana dalam menghadapi keadaan darurat.
6. Tidak memperhitungkan kapasitas stadion, sementara dalam penjualan tiket penonton
belum diterapkannya sistem digitalisasi termasuk dalam sistem entry stadion.
7. Tidak menyiapkan penerangan yang cukup di luar stadion.
8. Tidak mensosialisasikan berbagai ketentuan dan larangan terhadap petugas keamanan.
9. Tidak memperhitungkan jumlah steward sesuai dengan kebutuhan lapangan pertandingan.
10. Tidak menyiapkan tim medis yang cukup.
Tidak berhenti disitu, tingkat kesalahan pun diketahui turut terjadi pada level operator pertandingan, atau dalam hal ini PT Liga Indonesia Baru (LIB). Lembaga ini juga sejatinya memiliki tugas untuk menjamin keamanan dan keselamatan selama berjalannya pertandingan atau kompetisi.
Berdasarkan dengan penjelasan tersebut, tanggung gugat seharusnya tidak hanya pada panitia penyelenggara melainkan kepada seluruh pemangku jabatan baik yang memiliki kewenangan atribusi maupun kewenangan delegasi dan mandat. Tragedi kanjuruhan terjadi disebabkan oleh kesalahan atau dengan kata lain pelanggaran aturan-aturan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu bentuk tanggung gugat ini termasuk dalam tanggung gugat yang disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah. Sebagaimana telah diatur pada pasal 1 ayat (3) Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia, bahwa Indonesia merupakan negara hukum, Indonesia
telah mengatur mengenai hak rakyat untuk memperoleh ganti rugi atau pemulihan hak apabila tindakan pemerintah tidak sesuai dengan hukum.
Dasar hukum untuk menggugat pemerintah ke pengadilan adalah Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi "Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut:. Pasal a quo merupakan dasar bagi rakyat untuk mengajukan gugatan apabila pemerintah melakukan perbuatan melanggar hukum. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merilis hasil penyelidikan Tragedi Kanjuruhan, Rabu (2/11/2022). Dalam tragedi itu, sebanyak 135 orang meninggal dunia dan lebih dari 700 orang mengalami luka-luka. Berikut 6 (enam) poin penting temuan Komnas HAM seputar Tragedi Kanjuruhan dikutip dari website Komnas HAM.
1. Pelanggaran HAM
Dalam laporannya, Komnas HAM menyebut Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran HAM, karena kesalahan tata kelola sepak bola. Kesalahan tata kelola yang dimaksudkan adalah tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip serta norma keselamatan dalam penyelenggaraan sepak bola.
2. Sistem Pengamanan Menyalahi Aturan
Komnas HAM melaporkan, terdapat sistem pengamanan yang menyalahi aturan PSSI dan FIFA dengan pelibatan kepolisian dan TNI. Aturan yang dilanggar adalah masuknya serta penembakan gas air mata, serta penggunaan simbol-simbol keamanan yang dilarang dan fasilitas kendaraan. "Pelanggaran terhadap aturan PSSI dan FIFA ini terjadi karena desain pengamanan dalam seluruh pertandingan sepakbola yang menjadi tanggung jawab PSSI, tidak memperdulikan prinsip keselamatan dan keamanan yang terdapat dalam regulasi PSSI dan FIFA," tulis Komnas HAM. Hal ini tercermin dalam pengaturan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PSSI dan kepolisian. PSSI juga dinilai mengabaikan norma dan prinsip keselamatan serta keamanan dalam proses penyusunannya.
3. Minimnya Peran Security Officer
Komnas HAM menyebutkan, security officer memiliki peran yang minim dalam perencanaan pengamanan, pelaksanaan, dan kendali pengamanan. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan PKS dan ketidakmampuan security officer. Sementara ketidakmampuan security officer ini diakibatkan oleh tidak adanya standardisasi melalui lisensi atau akreditasi, yang diuji dan dievaluasi setiap waktu.
4. Gas Air Mata Penyebab Jatuhnya Banyak Korban
Menurut Komnas HAM, penembakan gas air mata merupakan penyebab utama jatuhnya banyak korban dalam Tragedi Kanjuruhan. Meski karakter gas air tidak mematikan, tetapi dalam kondisi tertentu bisa menjadi penyebab kematian. Komnas HAM menjelaskan, gas air mata pada ujing samping tangga pintu 13 menjadikan asap masuk ke lorong tangga sampai keluar dari pintu,
sehingga menimbulkan kepanikan dan desakan penonton. Namun, hal ini harus dibuktikan dengan kondisi faktual penyebab kematian secara ilmiah dengan hasil otopsi.
5. Gas Air Mata Kedaluwarsa
Berdasarkan keterangan yang diperoleh Komnas HAM dan hasil uji laboratorium, terdapat gas air mata yang kedaluwarsa dalam Tragedi Kanjuruhan. Namun, perlu didalami lebih lanjut mengenai konsekuensi gas air mata yang kedaluwarsa ini.
6. Tindakan Excessive Use Of Force
Komnas HAM menuturkan, terjadi tindakan excessive use of force dalam Tragedi Kanjuruhan. Ini terjadi setelah pertandingan selesai, masuknya penonton ke lapangan, dan lapangan sudah terkendali sampai pukul 22.08 WIB sebelum tembakan gas air mata pertama. Selain itu, excessive use of force juga terjadi ketika penembakangas air mata secara beruntun dan dalam jumlah banyak, termasuk gas air mata yang ditembakkan ke tribun penonton. "Tindakan excessive use
of force ini tidak hanya tindakan pelanggaran SOP semata, namun juga merupakan tindakan pidana," kata Komnas HAM.
Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa tanggung gugat pemerintahan ini lahir salah satunya disebabkan oleh adanya kesalahan, dengan kata lain jika tidak ada kesalahan maka tidak ada tanggung jawab maupun tanggung gugat. Tragedi kanjuruhan yang terjadi baru-baru ini terjadi karena adanya kesalahan baik itu pelanggaran dalam SOP tentang prosedur keamanan, kapasitas stadion maupun SOP lain, selanjutnya tindakan aparat dinilai melanggar peraturan perundang- undangan. Sehingga rakyat memiliki hak untuk dapat menggugat pemerintah maupun setiap pemangku jabatan yang memiliki kewenangan baik kewenangan atribusi maupun kewenangan delegasi atau mandat atas kerugian dari tragedi tersebut sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Pada dasarnya kosep perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah merupakan perluasan dari konsep perbuatan melanggar hukum atau yang biasa dikenal dengan istilah PMH yang bersumber dan lahir dari Pasal 1365 KUH Perdata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H