Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa SBY Tetap Jaim?

12 Desember 2014   20:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:26 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14183716891498129467

SBY di tengah-tengah masyarakat, tetap menjaga dari hal-hal merusak citra diri.(Kompas.com)
Ada pertanyaan yang menggigit, apa itu? SBY, Presiden ke 6 Republik Indonesia, mungkin satu-satunya presiden RI yang masih hidup yang susah untuk dijadikan nara sumber bagi acara-acara yang diminati publik politik di Indonesia, seperti acaranya Mata Najwa, Kick Andy dan ILC. Pertanyaan mengapa susah? Mengapa SBY susah untuk dijadikan nara sumber pada acara atau program tersebut? Nah ini yang menjadi pembahasan saya kali ini, apa sih alasannya? Yuk kita mulai.

Pertama, SBY adalah Jenderal berbintang empat. Dengan pangkat setinggi ini memang susah untuk diajak merunduk sedikit. Mengapa susah, jangan lupa dalam militer di Indonesia Jenderak bintang empat adalah jenjang tertinggi kepangkatan yang normal, walaupun ada tiga tokoh nasional yang mendapat bintang lima, ini kekecualian pada Jenderal Sudirman, Jenderal Nasutioun dan Jenderal Suharto. Jangan lupa SBY pada masa kepemimpinannnya menjadi Presiden RI juga pernah ditawarkan untuk diberikan bintang lima, tapi SBY menolaknya.

Oya jangan lupa dalam sistem kepangkatan di TNI untuk mencapai pangkat tertinggi, Jenderal Bintang Empat, paling tidak ada kurang lebih  30  jenjang kepangkatan yang harus dilaluinya. Jadi bukan main-main, oleh karena itu dari ratusan ribu atau jutaan prajurit hanya beberapa yang bisa sampai jenjang tertinggi tersebut, hitungannya bukan ratusa ribu Jenderal, tapi mungkin hanya puluhan atau  beberapa ratus orang saja, tidak banyak, karena memang susah untuk mencapai ke pangkat tertinggi tersebut, Jangan-jangan lebih gampang jadi Presiden ketimbang menjadi Jenderal dengan bintang empat!

Kedua, SBY terkenal dengan kesantunannya, boleh dibilang SBY adalah Jenderal yang santun, begitu santunnya kalau sedang bicara atau mengungkapkan isi hatinya, tangan kanan SBY sering ditempelkan ke dadanya, dengan badan agak membungkuk sedikit, dan hal tersebut dilakukan pada orang-orang yang dihormatinya. Jarang terdengar SBY yang suaranya meledak-ledak dan mengejek atau menghina lawan politiknya dengan terang-terangan, apa lagi dengan pidato berapi-api, tidak, tidak SBY tak akan melakukan hal demikian.

Kesantunan SBY sering disalah artikan oleh lawan politiknya dengan mengataka:" SBY menjaga citra", jadi terkesan negatif, padahal menjaga citra atau menjaga diri dari sesuatu yang kurang baik atau kurang sopan adalah bernilai positif, tapi yang namanya politik, sesuatu yang positif bisa dibolak balik menjadi yang negatif, tergantung pada kepentingannya apa. Jadi orang santun, bisa hilang citranya karena politik, tapi orang urakan bisa dijadikan citra positif karena kepentingan politik.

Ketiga, SBY adalah jenderal yang "kutu buku". Dan jangan lupa, SBY adalah seorang jenderal yang mendapat gelar Doktor, S3, dan jarang seorang jenderal beintang empat yang mendapat gelar kesarjaan tertinggi, seperti yang dicapai SBY. Namun inipun menjadi bahan untuk lawan politik SBY, menyerangnya. Mengapa? Ya apa lagi kalau bukan tujuannya menjatuhkan citra SBY, apa lagi SBY mendapat gelar Doktornya di IPB( Institute Pertanian Bogor) yang banyak diplesetkan menjadi..... ( saya tak akan tulis, karena akan merusak citra IPB, saya tak mau ikut-ikutan menyebarkan plesetan pada sebuah lembaga pendidikan)

Kembali ke SBY, walaupun SBY seorang Jenderal tapi hobby membacanya tinggi, makanya dijuluki Jendaral yang Kutu Buku, nah ini langkah. Julukan lain buat SBY adalah Jenderal yang Cendiakawan. Makin mantap kan, maka jangan heran kalau SBY tak akan pernah terlihat seperti Jokowi, yang santai jongkok bersama rakyatnya, atau dengan santai membuka atau memakai sapatu sambil duduk di sebuah anak tangga. Ya... SBY jangan disamakan dengan Jokowi, SBY adalah SBY dan Jokowi adalah Jokowi. Setiap Presiden punya gaya masing-masing, nah selama tidak melanggar konstitusi RI biarkan mereka dengan gayanya masing-masing. Yang satu tidak melebihi yang lain, keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Keempat, SBY sang Jenderal yang religius. Kedekatannnya dengan selawatan atau jamaah selawat, menyebabkan SBY sering memakai baju taqwa putih, baju koko kalau kata orang Betawi, Dengan demikian jangan heran kalau SBY begitu menjaga akhlaknya, tidak mudah meledak-ledak di depan umum, walau sebagai tentara sepertinya wajar saja kalau bertolak pinggang! Namun kita tak melihat SBY bertolak pinggang dengan tongkat komando di tangannya.

SBY penuh dengan hal-hal yang membuatnya tetap menjaga citra, menjaga image, menjaga diri dari hal-hal yang membuatnya menjadi bahan bullian. Namun lagi-lagi karena penjabat negara berurusan dengan politik, maka mau tak mau, sikap SBY juga menjadi bahan pemicu untuk menjatuhkannya. Apa lagi setelah Partai Demokrat dilanda krisis korupsi para pejabat terasnya. terlepas dari semua yang terjadi Partai Demokrat, SBY tetap pribadi yang santun, suka atau tidak, SBY karakternya memang demikian, merangkul semua orang, dan tak mau membuat patah pada lawan politiknya atau bawahannya.

Pada yang tak suka pada SBY, tulisan ini akan diserang, dan itu sering terjadi memang. Apa boleh buat, memang seringkali kebencian pada seseorang membuat rasa keadilan tertutupi! Itu sama kejadiannya dengan Jokowi, bagi yang benci Jokowi, setiap tulisan tentang Jokowi yang baik, tetap akan diserang, apa lagi yang salah, wah semakin asik untuk menyerangnya. Jadi SBY dan Jokowi akan mengalami hal yang sama, ada yang suka dan ada juga yang benci, itulah kehidupan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun