Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Maafkan Megawati untuk 4 Hal Ini

17 April 2015   07:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429176252198428800

[caption id="attachment_361177" align="aligncenter" width="650" caption="Kata-kata yang menjadi kontroversi, kata-kata membuat perpolitikan gaduh kembali: Sumber:harianterbit.com"][/caption]

Mengapa Megawati di-bully? Ini mungkin pertanyaan yang menarik untuk dijawab, perkara penyebab awalnya mungkin semua orang yang berminat pada perpolitikan Indonesia sudah membaca, mendengar, atau menonton beritanya. Dua acara TV yang menjadi tontonan keharusan bagi saya yaitu acara ILC (Indonesia Lawyer  Club) dan Mata Najwa sudah membahasnya, tapi tetap masih banyak celah yang belum terungkap. Mari kita mulai.

Pada tulisan saya sebelumnya dengan judul “Jangan Bully Megawati” cukup mendapat respon dari pembaca diam (silent reader) ataupun pembaca aktif, yang ikut merespon dengan berbagai macam ulahnya. Ada yang membawa-bawa binatang sampai ada membawa-bawa setan, mungkin karena begitu jengkelnya kepada Megawati, tapi apa sih yang membuat jengkel khalayak ramai? Yang menurut kader-kader PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), yang diplesetkan menjadi Partai Diam Ikut  (mbah Megawati) Putri, kada diksi ”petugas partai” yang hal biasa, tapi dibesar-besarkan.

Dengan berbagai argumen yang PDIP kemukakan di acara TV di atas, ternyata masih banyak missing link di dalamnya, terutama tentang status Jokowi saat diundang dalam acara kongres PDIP IV di Bali 11 April 2014 lalu, yang membuat gaduh kembali perpolitikan Indonesia. Walau pihak PDIP menyatakan itu semua urusan internal PDIP, tapi PDIP lupa bahwa acara tersebut disiarkan secara langsung melalui jaringan TV nasional ataupun live streaming ke seluruh penjuru tanah dan ke dunia, tentu saja, karena via internet.

Lalu apa sebabnya Megawati di-bully, terutama di media sosial, ini yang mungkin jawabannya, jawaban dari “teropong” jarak jauh karena melintas antarbenua. Dan biasa, bisa salah bisa benar dan bisa diperdebatkan, karena perbedaan sudut pandang atau cara melihatnya, hal itu biasa. Namun maaf, tolong jangan bawa-bawa binatang, walaupun mungkin sangat marah atau jengkel pada siapa pun, diskusi dengan tetap dengan mengedepankan etika, bukan amarah, apa lagi sampai marah-marah dan membawa-bawa isi kebun binatang.

Jawaban pertama mengapa Megawati di-bully adalah penggunaan istilah "petugas partai", yang menurut PDIP itu urusan internal PDIP, dan bagi kader PDIP disebut petugas partai, katanya membanggakan. Dan bagi kader PDIP yang berada di jalur legislatif, dari DPR, DPRD I dan DPRD II,maupun eksekutif dari bupati, wali kota, gubernur, menteri, dan …..,  seharusnya berhenti sampai menteri saja, karena kalau presiden juga disebut sebagai petugas partai, itu seperti orang yang disuruh-suruh atau diperintah oleh orang yang ada di atasnya, itu menurut Fadli Zon di acara Mata Najwa kemarin, 15 April 2015.

Nah tentu saja penafsiran menjadi beragam, dan itu merendahkan seorang Presiden RI yang kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Inilah penyebab utama mengapa Megawati di-bully habis-habisan, sampai-sampai, maaf, Megawati sudah disebut dengan nama-nama binatang, yang menurut saya sudah di luar batas kehormatan. Tapi itu memang resiko, siapa memulai dia akan dihakimi, siapa menabur angin dia akan menui badai, itulah yang dialami Megawati dan PDIP sekarang ini.

Kedua, Megawati arogan, dengan kata-katanya ”siapa yang tak suka disebut petugas partai, keluar!” Dalam pidatonya yang bernada tinggi dan terasa menahan amarah, entah kepada siapa? Sambil tangannya menunjuk ke luar. Mungkin kepada kadernya yang “mbelelo”, dan masyarakat berharap itu bukan ditujukan kepada Presiden Jokowi yang memang orang partai PDIP, yang datang di acara tersebut diundang, konon, sebagai pribadi atau sebagai anggota PDIP, tapi lucunya menggunakan fasilitas negara, dan ketika Megawati memberikan pengantar pidato berucap, “Kepada Yth Presiden dan Wakil Presiden,” tak ada sebutan nama untuk Jokowi dan JK.

Memang aneh jadinya, katanya diundang sebagai kader partai atau individu, tapi fasilitas negara telah digunakan, katanya pribadi, tapi ada sebutan presidennya, dan lebih unik lagi, JK sebagai wakil Presiden berdampingan dengan Jokowi sebagai pribadi, ini yang membuat rancu sistem keprotokoleran kepresidenan. Walau lagi ada nada pembelaan dari PDIP, karena setelah acara tersebut Jokowi langsung ke acara kenegaraan lainnya, ya sambil lalu, “Akh bisa aja lu ngeles! “

Yang ketiga, Megawati berasa masih presiden, jadi Jokowi yang sudah menjadi presiden ke-7, presiden yang langsung dipilih rakyat, “disuruh-suruh” oleh Megawati! Iya ketika capres 2014 lalu, kita setuju hal itu. Tapi ketika Jokowi sudah menjadi presiden RI ke-7, sebaiknya kata "petugas partai" distop, karena Jokowi sekarang adalah orang nomor satu di Indonesia dalam hirarki perorangan atau jabatan, karena Jokowi kepala negara, sekaligus kepala pemerintahan.

Megawati lupa, bahwa sekarang Megawati hanya pemimpin PDIP, bukan memimpin Jokowi sebagai presiden, masa orang biasa di atas presiden, nanti Jokowi dibilang presiden yang menjadi bonekanya Megawati, PDIP marah lagi! Sudahlah stop, biarkan Jokowi jadi presiden rakyat Indonesia, bukan presidennya PDIP saja.

Keempat, Megawati arogan, merasa kalau Jokowi tak dicapreskan olehnya atau oleh PDIP, Jokowi tidak menjadi presiden. Megawati lupa, ada takdir Tuhan di sana, memang memulai Megawati, tapi tetap tangan Tuhan ada di sana. Jadi jangan merasa  tanpa Megawati Jokowi tak menjadi presiden RI, Karena Jokowi bisa juga dicalonkan oleh gabungan partai politik. Tapi saya tetap mengapresiasi Megawati yang mencapreskan Jokowi pada 2014 lalu. Dan saya tak segan-segan untuk memberikan jempol untuk yang satu ini.

Sekali lagi, sudahlah… biarkan sekarang Jokowi menjadi presidennya rakyat Indonesia dan ikhlaskan Jokowi bekerja untuk rakyat dan PDIP jangan minta jatah kursi menteri lagi, yang konon minta jatah sampai 12 kursi menteri, terungkap pada acara Mata Najwa,  kalau gitu sama aja dong dengan sebelumnya, berjuang karena kekuasaan! Katanya untuk rakyat, nyatanya minta 12 kursi dan dikasih 4 kursi menteri oleh Jokowi. Pantas aja PDIP marah, sudah cape-cape hanya  dapat 4 menteri, oh… ini toh soalnya. Yasama juga bohong, katanya PDIP partai wong cilik yang tak mementingkan kekuasaan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun