Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dalam Kasus BG: Jokowi Bermain Cantik

17 Januari 2015   19:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:56 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421472097556096050

[caption id="attachment_346710" align="aligncenter" width="137" caption="Jokowi telah mengambil keputusan yang cantik tetang kasus BG. Jagat politik Indonesia langsung nyes, adem. Foto: silontong.com"][/caption]

Mantap! Ini mungkin kata yang paling tepat untuk keputusan Jokowi tentang kasus Budi Gunawan(BG), calon Kapolri yang telah membuat gonjang ganjing politik menghangat kembali. Keputusan Jokowi yang menunda pengangkatan BG menjadi Kapolri telah merendam suara gaduh jagat politik Indonesia. Keputusan yang "cantik" walau sedikit mengecewakan sebagian orang, karena hanya menunda pengangkatan BG menjadi Kapolri, bukan membatalkannya.

Terlepas dari suka dan tak suka, pro dan kontra, yang memang hal biasa untuk segala apapun, apa lagi untuk sebuah jabatan yang tinggi, orang nomor satu di lembaga apapun atau di intansi apapun. Ya maklum saja manusia dalam kehidupan karirnya, baik di pemerintahan atau di swasta akan mengejar menjadi orang yang nomor satu, normal saja, namanya juga manusia!

Termasuk di kepolisian, yang dikejar tentu menjadi orang nomor satu yaitu Kapolri, kalau di Tentara  Nasional Indonesia, pada staf masing-masing, baik Angkatan Darat, Angkatn Laut maupun Angkatan Udara,  tentu saja menjadi orang nomor satu atau menjadi kepala staf di angkatan masing-masing, dan kalau digabung semuanya dari ketiga angkatan tersebut, tentu  menjadi orang nomor satu di TNI, yaitu Panglima! Begitu juga di kantor-kantor swasta tentu mereka mengejar menjadi orang nomor satu, bos, direktur,  di atasnya bos, direktur,  ya Big Bos, Presiden Direktur!

Dalam kepolisianpun demikian, makanya ketika BG dicalonkan menjadi orang nomor satu atau menjadi Kapolri, jagat politik Indonesia menjadi "panas dingin", mengapa? Karena hanya selang satu hari menjelang Fit and Proper Test di DPR, BG dinyatakan tersangka oleh KPK! Luar biasa beraninya KPK. Dan memang lembaga yang satu ini benar-benar menyenangkan rakyat yang sudah terjepit dengan kenaikan harga-harga barang. Karena diantara lembaga yang menyangkut peradilan, baik KPK, Kepolisin, Kejaksaan dan Kehakiman, KPK lah yang benar-benar berani dan "menggigit" setiap koruptor!

Bila KPK sudah punya dua alat bukti saja, KPK berani menjadi tersangka para pejabat tinggi negara, para menteri misalnya dijaman SBY, tak kurang 3 orang dijadikan tersangka! Coba mana ada di jaman Orde Baru (Orba) menteri dijadikan tersangka oleh badan peradilan, baik Kepolisian, Kejaksaan atau Kehakiman, saat itu KPK belum ada? Beraninya lagi KPK menjadi tersangka para menteri dari partai yang sedang berkuasa saat itu, Partai Demokrat, dan PD itu miliknya Presiden saat itu, benar-benar berani, KPK mantap!

Nah dalam keputusan Jokowi kemarin, dengan menunda BG menjadi Kapolri, memberhentikan Sutarman menjadi Kapolri dan mengangkat wakapolri, Badrodin Haiti menjadi Plt Kapolri sebuah keputusan yang cerdas. Mengapa? Karena dengan keputusan tersebut, Jokowi merendam semua gejolak yang terjadi, ibarat api yang tiba-tiba disiram air, nyes, adem jadinya.

Paling tidak dengan keputusan tersebut, KPK senang, BG yang dijadikan tersangka tidak dilantik menjadi Kapolri sampai masalah BG tuntas, suara KPK didengar Jokowi. DPR-pun ikut senang, karena keputusan mereka meloloskan BG menjadi Kapolri, tidak mental begitu saja, tapi dengan kata yang sederhana, ditunda! Kata ditunda ini cukup moderat, ambil jalan tengah, antara membatalkan dan menerima BG menjadi Kapolri. DPR ikut senang, walau sementara.

Begitu juga dengan para relawan Jokowi yang dikenal dengan "salam dua jari"nya, ikut adem, karena demontrasi mereka atau suara mereka juga di dengar Jokowi, paling tidak, para sukeralawan salam dua jari tidak jadi gigit jari, walau sekali lagi untuk sementara. Lalu apakah BG akan disahkan menjadi Kapolri? Ya kita lihat saja, apakah KPK akan cepat menjadikan BG menjadi pesakitan atau tetap "digantung" oleh KPK, seperti SDA dalam kasus di Kemagri.

Yang jelas sasaran KPK sudah berhasil menyetop BG  menjadi Kapolri, walau sementara waktu. Namun bukan KPK namanya kalau tak bisa bermain cantik dalam kasus BG ini. Jadi dalam hal ini, Jokowi dan KPK sama-sama bermain cantik, atau memang sudah ada kesepakana diantara dua lembaga negara ini? Saya tak tahu.  KPK yang independent tak takut dengan Presiden, karena KPK bukan di bawah Presiden, walau KPK bukan lembaga tinggi negara setingkat Presiden, DPR, BPK, MK, MA dan lain-lain. Tapi dengan kinerga KPK yang bagus, KPK lebih ditakuti ketimbang lembaga tinggi negara lainnya.

Jadi dengan keputusan yang diambil oleh Jokowi dengan kata "menunda" pengangkatan BG menjadi Kapolri sudah merendam panasnya jagat perpolitikan Indonesia, Jokowi untuk sementara lolos dari ujian yang cukup berat ini. Jangan lupa, kata menunda bisa pendek waktunya,  bisa juga  lama atau panjang waktunya, tergatung proses bagaimana KPK bekerja atau menyelesaikan kasus BG ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun