Biarkan Jokowi kerja, keja dan kerja sampai habis masa jabatannnya 2019 mendatang, yang lainnya sabar dulu dan silahkan mempersiapkan diri. Sumber: zurrahmah.wordpress.com
Rada-rada aneh memang bicara politik, apa lagi kalau politik dibicarakan dengan kepentingan dan emosi, wah semakin ramai jadinya. Mengapa kok bisa gaduh kalau bicara politik? Apa lagi klau bukan masalah perut? Loh apa hubungannya politik dengan perut? Akh… anda seperti kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu, padahal memang memang tak tahu, seperti yang nulis juga. Loh kok bisa orang tak tahu politik bicara politik dan menulis politik. Akh apasih yang tak bisa di Indonesia, di Indonesia semuanya bisa diatur. Mana buktinya? Lihat tuh Jokowi, Jokowi kan Insinyur, loh kok bisa jadi Presiden RI ke 7? Bukankah kerjaannya insinyur buat ini dan itu, bukan ngurusin politik, dan seharusnya kan orang yang menjadi Presiden orang yang benar-benar dari jurusun Sospol, entah dari UGM, UI, UNPAD, UNAIR dan lain sebagainya.
Mungkin langsung ada yang membantah, loh itu Bung Karno kan juga insiyur, apa yang salah? Ya tak ada yang salah, hanya salah tempat. Loh kok bisa? Itulah Indonesia. Banyak kedudukan yang diisi oleh bukan ahlinya, maka jadinya ancur-ancuran, acakadul dan lebay. Masih mau bantah? Lihat saja kasus akhir Desember lalu, papa minta saham, orang DPR kok ngurusan perusahaan dan saham, kan ga nyambung. Dan kalau mau dibuka lebih luas lagi, mungkin bisa ramai. Mengapa hanya sampai di Setya Novanto? Bukankah banyak nama yang disebut dalam rekaman tersebut, mengapa tidak diusut tuntas? Akh… lagi-lagi lebih baik kura-kura dalam perahu, pura-pura tak tahu, aman bukan? Yang penting sekarang jangan buat gaduh, biarkan berjalan dulu, sebagaimana adanya, kalau gaduh melulu, kapan kerjanya? Kapan Jokowi kerja, kalau dibuat gaduh pemerintahan yang dipimpinnya.
Sudahlan sabar dulu, biarkan Jokowi bekerja dalam masa jabatannya yang 5 tahun, dari 2014-2019, nah setelah itu silahkan dievaluasi, berhasil atau tidak, kalau berhasil ya pilih kembali menjadi Presiden RI untuk tahun 2019-2024, kalau dianggap gagal, ya tak usah dipilih lagi, mudah bukan? Jadi jangan dibiasakan bangsa ini dalam pergantian pimpinan nasional dengan gaduh, kudeta, berdarah-darah dan lain sebagainya, seperti yang sering terjadi Thailand. Ayo belajar taat asas, taat kontitusi, taat bertatanegara, bila semuanya taat, insya Allah, setiap pergantian nasional, biasa saja, adem, tak menggelegar, tidak terjadi kerusuhan nasional dan sebagainya. Sebab bila pergantian pimpinan nasional atau Presiden dengan cara potong kompas atau jalan pintas, sebelum tuntas masa jabatannya, selain kurang elok di mata internasional, juga membuat rakyat repot, nanti cari makannya tambah susah.
Jadi biarkan Jokowi bekerja, bekerja dan bekerja. Perkara foto di Raja Empat yang membuat ramai, akh itu sih perkara “cemen”, lagian ngapain sih foto saja dipersoalkan. Mau diedit atau tidak, mau original atau hasil editan, toh tak berpengaruh apa-apa, bagi rakyat. Bagi rakyat foto Jokowi bagus atau tidak, itu tak penting, yang penting Jokowi dapat mensejahterakan rakyat, dapat membangun infrastruktur sebanyak-banyaknya, harga-harga dapat dijangkau rakyat, pertumbuhan ekonomi meningkat, politik stabil dan keamanan terjaga, rakyat tentram, itu saja yang diingini rakyat banyak, termasuk anda dan saya, iyakan?
Oya yang membuat kita semua bahagia dalam era pemerintahan sekarang, banyak tokoh muda yang bermunculan dan berhasil membangun daerah atau lembaga yang dipimpinnya, seperti Ahok di Jakarta, Ridwan Kamil di Bandung, Bu Risma di Surabaya, Ganjar di Jawa Tengah, Bima Arya di Bogor, Anies Baswedan di kementrian pendidikan dan kebudayaan, Bu Susi di kementerian kelautan dan banyak lagi yang mungkin saja tak terekspos, karena bukan menjadi media darling. Jadi bangsa Indonesia bisa bernapas agak lega, karena mau tau mau regenerasi kempimpinan nasional akan berjalan dengan baik, bila semuanya taat asas.
Rakyat tak perlu kwatir lagi atau tak akan bosen lagi, loh kok bosen, lihat saja di jaman Orba, Suharto menjadi presiden selama 32 tahun, itupun karena didemo besar-besaran, hingga akhirnya mengundurkan diri menjadi Presiden RI pada tanggal 21 Mei 1198, kalau tidak didemo besar-besaran mungkin sampai Suharto meninggal akan tetap menjadi presiden. Nah di era reformasi semoga tak terjadi lagi hal demikian, UUD 45 sudah benar dalam membatasi kekuasaan presiden, cukup masa jabatannya 5 tahun saja, dan dapat dipilih kembali hanya dalam satu kali masa jabatan, jadi maksimal 10 tahun, betapapun bagusnya seorang presiden tersebut.
Dan hal itu sudah dilakukan oleh SBY, selama 10 tahun menjadi presiden, walaupun kalau SBY mau, bisa saja dibuat aturan atau perundang-undangan yang memberikan kekuasaan lebih pada SBY atau SBY bisa menjadi presiden untuk ketiga kalinya, bagusnya SBY tak mau, kalau mau SBY bisa meniru Putin, tapi hal tersebut tak dilakukannya, jempol buat SBY! Dengan demikian pemilu akan bergulir rutin, dan pergantian presiden berlansung 5 tahunan. Maka bagi pihak yang kalah pada Pilpres 2014 yang lalu, sabar sedikitlah, sudah biarkan Jokowi bekerja sampai tahun 2019, kalau mau bertarung lagi, ya monggo silahkah. Bukankah Megawati sudah mencontohkan, pada Pilpres 2014 Megawati kalah pada SBY, dan Megawati maju lagi pada tahun 2009, lawannya SBY lagi, dan kalah lagi, 0: 2 buat Megawati! Bukankah itu pendidikan politik bagi rakyat banyak.
Kalah tak apa-apa, silahkan susun kekuatan untuk pemilu berikutnya. Jadi kalau sekarang Prabowo kalah pada Jokowi, ya ga apa-apa, silahkan Prabowo menyiapkan dirinya untuk maju lagi melawan Jokowi pada 2019 mendatang, kalau kalah lagi, ya ga apa-apa, namanya pertandingan atau pilpres, ya ada yang menang ada yang kalah, jadi kalau sudah dua kali mau maju lagi untuk ketiga kalinya, ya silahkan saja, toh UUD 45 tidak melarang atau membatasi bagi yang kalah untuk maju lagi menjadi capres untuk ketiga kalinya, tapi hanya perasaan saja yang mungkin berkata, “malu atau tak tahu malu!” Sudah dua kali kalah masa mau maju untuk ketiga kalinya! Itulah yang dilakukan Megawati pada 2014 lalu, karena kalau Megatawi maju lagi untuk ketiga kali menjadi capres, dan lawannya Jokowi, waduh bisa 0:3 nanti skornya. Dua kali kalah melawan SBY, dan sekali melawan Jokowi, untungnya Megawati cerdas, Jokowi yang dimajukan menjadi cappres dari PDIP, dan Megawati cukup nitip kader PDIP dan anaknya, Puan Maharani, menjadi mentrinya Jokowi, beres! Megawati tinggal senyam-senyum saja, dan jika ada perlu tinggal telpon Jokowi, beres, asik bukan.
Kembali dengan stok Presiden RI ke 8, 9, 10 dan seterusnya, kali ini kita cukup bahagia, capres-capres mumpuni sudah ada di depan mata bangsa Indonesia, jadi untuk Pilpres 2019, 2024, 2029 dan seterusnya Indonesia sudah punya, stok aman. Jangan kwatir, siapapun presidennya ,dari nama-nama berikut ini sudah oke semuanya, mulai dari Jokowi sendiri, kemungkinan akan mencalonkan kembali pada Pilpres 2019, siapa sih yang tak mau menjadi Presiden lagi setelah menjadi Presiden? Lihat saja Bung Karno, Suharto, SBY, itu contoh dan sudah menjadi fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri oleh siapapun. Kemudian setelah Jokowi ada Ridwan Kamil, Ahok, Ganjar, Risma, Anies Baswedan, itu dari tokoh muda. Dari tokoh yang seniornya silahkan anda cari sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H