Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Yang Salah Gibran Jualan Martabak?

7 Januari 2016   12:35 Diperbarui: 7 Januari 2016   15:29 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Gibran Rakabuming Raka, ketiga dari kiri, anak Presiden Jokowi, Gibran tetap jualan martabak, apa yang salah. Sumber: liputan6.com 

Memang repot jadi anak Presiden, ini mungkin yang dialami Gibran Rakabuming Raka, dan sebenarnya boleh dibilang tak hanya Gibran yang anaknya Presiden Jokowi ini, tapi juga semua anak Presiden di manapun akan mengalami hal yang sama, siapapun dia. Mengapa? Namanya juga anak presiden, ya tentu saja akan menjadi sumber berita, dan akan terus menjadi sumber berita selama orang tuanya menjadi presiden, bahkan sampai seorang presiden sudah berhenti atau almarhum tetap seorang anak presiden menjadi sumber berita. Lihat saj anaknya Bung Karno, anaknya Gus Dur dan lain-lain.  Jadi wajar kalau Gibran Rakabuming Raka akan dikejar-kejar terus oleh “ kuli tinta”, apa lagi Gibran sebagai anak Presiden Jokowi  agak “nyentrik”, karena jualan martabak!

Sebenar apa yang salah seorang anak Presiden Republika Indonesia jualan martabak, toh jualannya bukan jualan martabak biasa, seperti di kaki lima, dengan gerobak dorongannya dan biasanya bukanya menjelang sore di perempatan jalan, di pasar-pasar, atau di depan-depan mall dan lain sebagainya. Lagi pula apa yang salah orang jualan martabak, bukankah itu halal? Mengapa yang halal kok diributkan, sementara yang haram dibiarkan "lenggang kangkung", seperti jualan minum-minuman keras, yang jelas-jelas haramnya.

Ada apa ini? Apakah tak boleh seorang anak presiden jualan atau berbisnis dengan cara dan gayanya sendiri? Walau ada yang berpendapat, level  bisnis anak presiden bukan jualan martabak, tapi “jualan” proyek, ini sih sama saja mengajari orang untuk korupsi, nanti kalau anak seorang presiden korupsi, bukankah tambah gaduh lagi, ingat kasus Tomy Suharto di jaman Orba, sudahlah itu yang lalu biarkan berlalu, mari menata Indonesia baru dengan jiwa reformasi, bukan dikait-kaitkan dengan KKN, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Apa yang salah kalau Gibran tetap jualan martabak atau tetap berbisnis dengan jualan martabak dengan berbagai macam variasi martabaknnya, bukankah itu kreatif, inovatif dan mandiri. Dengan demikian Gibran Rakabuming Raka tidak memanfaatkan nama orang tuanya, yang kebetulan sekarang menjadi Presiden Republik Indonesia ke 7. Bukankah Gibran jualan martabaknya sebelum Jokowi menjadi Presiden RI? Jadi kalau sekarang Gibran tetap jualan martabak, apa yang salah? Saya bukan membela Gibran, yang kebetulan namanya sama dengan anak saya, Gibran Qadaranta.

Loh kok sama nama panggilannya? Ya kebetulan saja sama, mungkin Jokowi dan saya yang kebetulan lahir diera 60 an, sama sama kena pengaruhnya Khalil Gibran, kebetulan di tahun 80-an dan 90-an lagi booming bukunya Khalil Gibran, terutama bukanya yang berjudul “ Sang Nabi” dan ada satu puisinya yang mendunia yang membicarakan anak-anak, judulnya “ Anak Kehidupan”  bunyinya begini :

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran sendiri

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh tapi bukan jiwa mereka
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur bagi anakmu, dimana anak panah kehidupan diluncurkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun