Bintang kembali bersinar dan membuat silau para Ahoker dan teman Ahok, bintang yang bersinar itu ternyata tidak jauh-jauh, dan tidak memakan waktu lama, hanya dua bulan, dari posisi mentri yang tak lagi disandangnya dengan istilah “ dicukupkan” menjadi cagub di Pilkada DKI 2017 mendatang. Bintang yang berinar ini, seakan tak mudah ditutup dengan berbagai cara untuk membendungnya, seakan bintang ini tak boleh muncul, dengan membuat sebuah analogi yang sengaja dibuat seolah-seolah bintang bersinar ini seperti orang haus kekuasaan.
Ya dimaklumi saja, dunia politik di Jakarta sedang menghangat, belum panas, hanya menghangat, setiap kubu tentu saja ingin calonnya menang, maka munculah istilah yang membuat lawan, terutama pada bintang yang bersinar kembali ini, redup. Ya maklum pihak Ahoker dan teman Ahok, mulai ketar-ketir, mulai was-was, yang semula mereka berpikir Ahok akan menang telak, kini harus berpikir ulang. Sudah saya tulis kemarin dengan judul : “Sekarang siapa bisa menjamin Ahok menang?”. Aha…Ahoker dan teman Ahok bungkem, dan mulai kasak-kusuk, ternyata lawan Ahok tidak seperti yang dibayangkan pada awalnya. Kalau lawan Yusril dan Lulung, mungkin mereka bisa tepuk tangan, sekarang lawannya tak terduga, bintang bersinar kembali atau “ kuda hitam”.
Siapa bintang itu, ya anda benar, bintang itu adalah Anies Baswedan. Ini benar-benar tak terduga, tak disangka. Anies yang “dicukupkan” menjadi menteri, dalam tempo hanya dua bulan, kembali mendapat tawaran jabatan. Jangan lupa, bukan Anies yang minta jabatan, bukan Anies yang ke sana ke mari menawarkan diri untuk dicalonkan menjadi cagub DKI Jakarta. Bandingkan dengan Yusril, yang sudah mendafatar ke partai mana saja, namun tetap tak ada partai atau tak satupun partai yang mendukungnya, yang mencalonkannnya, kasihan memang Yusril, tapi itulah politik.
Beda dengan Anies, Anies tidak mengejar ke sana kemari, tidak mendaftar pada partai ini dan itu, untuk minta menjadi cagub, Anies di tawarkan, bukan menawarkan diri. Inilah tokoh, seperti Jokowi, Risma dan Ridwan Kamil, yang tidak mengejar jabatan, tidak mencari-cari jabatan, tapi jabatanlah yang mencari mereka. Tokoh-tokoh muda seperti inilah yang layak diperhitungkan. Mereka bukan mencari jabatan, tapi dicari oleh jabatan. Mereka tidak minta jabatan, tapi jabatanlah yang meminta mereka, keren bukan? Jadi apa yang salah kalau Anies maju menjadi cagub?
Kalau karena Anies pernah menjadi menteri, lalu seakan turun menjadi gubernur, apanya yang salah? Bukankah para mantan menteri, seperti Yusril, Adyaksa, Roy Suryo juga mengejar cagub DKI Jakarta, hanya mereka kemudian mundur teratur, karena tak ada partai yang mendukungnya. Itu terlihat pada Yusril, seperti sudah di tulis di atas. Jadi apa yang salah Anies maju menjadi cagub? Wah jangan-jangan Anies mau diserang dengan berbagai cara, haus kekuasaan, sudah tidak populer, terlanjur sudah di atas dan lain sebagainya. Loh apa salahnya?
Bukankah Anies dulu lawannya Prabowo saat Pilpres 2014 yang lalu, ketika Anies menjadi jubirnya Jokowi? “ Itu sudah clier, sudah selesai” Begitu kata Anies. Yang lalu sudah berlalu, mengapa harus mundur ke belakang, itu saat Pilpres, sekarang saat Pilkada, apa yang salah kalau Anies bersahabat dengan mantan lawan politiknya di Pilpres 2014? Apa yang salah kalau Anies mau menerima tawaran Prabowo, yang dilawannya pada Pilpres? Ini politik Bung! Jangan lupa, Anies bukan orang partai, tapi dipercaya oleh partai untuk maju menjadi cagub? Apa yang salah?
Kalau orang baik, tak mau menerima tawaran jabatan politik, maka isi politik atau jabatan publik nantinya hanya diisi orang-orang buruk, bukankah ini bahaya? Anies termasuk tokoh yang bersih, mana buktinya? Tak terdengar Anies dibawa-bawa sebagai tokoh atau pejabat publik yang korup. Jangan-jangan inilah yang membuat Anies diserang, agar tak bisa mengalahkan Ahok. Ya wajar saja, namanya juga sedang pertarungan, ada yang ingin menang, dan tentu saja bukan hanya Anies yang diharapkan menang, Ahok pun untuk pendukungnya, ya diharapkan menang. Jadi apa yang salah kalu Anies menerima tawaran Prabowo?
Jadi silahkan mendukung jagoan masing-masing, sekarang Anies dan Ahok sedang pada titik yang sama, start pada garis yang sama. Tak bermaksud mengesampingkan Agus, kans terbesar sekarang adalah pada Anies dan Ahok. Prediksi akan dua putaran, kesombongan teman Ahok yang mengatakan satu putaran, kini pupus sudah. Apanya yang satu putaran? Yakin sih boleh-boleh saja, tapi pihak lawan juga punya taktik dan strategi, buktinya? Ketika Anies dimajukan menjadi cagub, tiba-tiba teman Ahok atau Ahoker pada “kebakaran jenggot”, padahal ga punya jenggot, yang punya jenggot benaran justru pada para pendukung Anies, karena PKS adalah pendukung Anies, dan PKS kebanyakan jenggotan, dan yang jenggotan adalah pengikut sunnah Nabi. Ayo mau diserang apa lagi?
“Akh yang jenggotan kan bukan hanya PKS”, begitu yang sinis berkata. Ya sudah, makanya jangan usil pada prinsif masing-masing orang. Ayo maju terus untuk membenahi negara ini, kali ini lewat Pilkada DKI 2017, siapa tahu punya kans di 2019, saat pilpres. Apa yang salah, kalau Pilkada 2017 menjadi batu loncatan untuk Pilpres 2019, bukankah Jokowi sudah mencontohkannya, lompat dari Gubernur menjadi Presiden, dan tak ada yang menagih janji Jokowi untuk menyelesaikan Jakarta 5 tahun, iyakan?
Kembali ke Anies, sang bintang yang bersinar kembali. Akan melanjutkan program yang sudah ada, jika menang pada Pilkada DKI Jakarta. Ayo silahkan majukan Jakarta dengan program yang adil dan mampu mensejahterakan rakyatJakarta, dan dengan majunya Anies Baswedan serta Agus, menandakan bahwa orang baik itu bukan hanya Ahok, pejabat yang bersih bukan hanya Ahok. Jadi jangan lastas berkata Anies haus jabatan, loh Ahok apa juga bukan haus jabatan? Bahkan sudah terang-terangan.
Pada acara Kick Andy, “Ngarep menjadi Presiden”, Padahal Ahok masih menjadi Gubernur dan sekarang masih mau menjadi cagub petahana, anda bisa lihat di Yuotube. Kalau Ahok boleh, mengapa Anies atau Agus tak boleh? Memangnya negeri ini milik Ahok saja, memangnya Anies dan Agus bukan anak negeri? Jadi adilah bila berpolitik, mari tempatkan pada yang semestinya. Anies, Agus dan Ahok punya hak yang sama. Jadi kalau banyak yang pilih Anies, pihak sebelah jangan marah-marah. Kalau ada yang pilih Agus, Ahoker pun jangan mencak-mencak, dengan menuduh “anak papa” dan berbagai macam.