Akankah demokrasi kita hanya tinggal imajinasi atau demokrasi kembali ke jaman Orba. Sumber: kaskus.co.id
Ayo siapa lagi yang berani melawan Jokowi? Setelah partai-partai, khususnnya PKS, PAN dan Golkar, mendekat dan mendukung Jokowi, maka hanya tinggal Gerindera yang “jomblo” sendirian. Pertanyaannya sekarang, apakah Gerindera akan tetap sendirian dan tetap menjadi partai yang bersebrangan dengan pemerintah, kalau tak mau dibilang oposisi? Kalau Partai Demokrat jelas sikapnya, menjadi partai penyeimbang, kiri kanan ok, tidak oposisi dan tidak mendukung, main “dua kaki”, agar lebih aman rupanya.
Maka kalau ini terus berjalan, pemerintahan Jokowi semakin kuat dan tak ada lagi partai yang bersuara beda dengan pemerintahan Jokowi di DPR. Jika pun ada, hanya tinggal Fadli Zone, inipun sudah ditanggapi sinis oleh medsos, rupanya medsos tak siap untuk beda pendapat atau paling tidak, suara Fadli Zone seperti angin lalu, tak merubah apa-apa. Begitulah politik, tak ada kawan dan lawan yang abadi, dan semua partai tentu saja mencari kekuasaan, omong kosong kalau seorang tokoh politik mendirikan partai atau ikut partai, tapi tak berorientasi pada kekuasaan, salah kah itu? Tentu saja tidak.
Mengapa? Kalau partai tidak mencari kekuasaan, loh untuk apa? Paling tidak, setiap partai berdiri atau dirikan amanlah dari pembubaran, bahkan tentu saja maunya langgeng dan terus berjaya di pemerintahan, khususnya di eksekutif. Maka jangan heran, siapapun pemimpin atau ketua partai di Golkar, misalnya, tujuan akhirnya adalah meraih kekuasaan selama-lamanya, walau Golkar sedang terpuruk, dan agar tidak semakin terpuruk, salah satu caranya adalah mendekati pemerintahan Jokowi JK, dan kebetulan JK adalah mantan ketua Golkar, klop.
Lalu apa manfaatnya bagi rakyat dengan bergabungnya PKS, PAN, Golkar ke pemerintahan? Kalau urusan rakyat, jangan dipikirkan dulu, itu mungkin yang ada dalam pikiran para petinggi partai, yang penting partai selamat dari kehancuran dan tetap bisa ikut Pilkada atau ikut Pilpres nanti di tahun 2019. Jadi mulai PDIP, PKB, Hanura, PPP, PKPI, PAN, PKS, Golkar, sudah delapan partai ada dan mendukung pemerintahan, sedangkan Demokrat sebagai partai penyeimbang dan Gerindera tetap oposisi? Masih menjadi tanda Tanya besar.
Lalu siapa yang akan mengkritik pemerintahan Jokowi? Dulu di masa SBY, PDIP konsisten untuk tetap bersebrangan dengan pemerintahan SBY, walau itu mungkin karena ada” dendam” pribadi, sampai tak kurang dari 10 tahun, 2004-2014. Nah kalau sekarang semuanya mendukung pemerintahan, partai mana yang akan menkritis dengan berani? Waduh repot juga nih, dan seandainya Partai Demokrat dan Gerindera juga merapat pada pemerintah, ya tamat sudah demokrasi kita. Loh kok bisa? Bagaimana tidak, semuanya sudah satu suara, jangan-jangan nanti seperti Orde Baru, semuanya menjadi serba tunggal? Kalau ini terjadi, ya demokrasi bohong-bohongan akan terjadi lagi.
Lalu apa yang diharapkan kalau semuanya sudah satu? Suara sudah tak ada yang berbeda? Dan suara-suara kritis akan dibungkam? Kalau misalnya, orang seperti Fadli Zone, Fahri yang kebetulan bagian dari pimpinan DPR juga dibungkam, dengan alasan suara mereka “nyinyir”, waduh repot. Nanti jangan-jangan DPR seperti jaman Orba dulu, yang mendapat julukan 5D, datang, duduk, dengar, diam dan duit. Wah ini bahaya bagi demokrasi kita, nanti DPR bisa-bisa hanya menjadi “stempel” bagi pemerintahan Jokowi JK, DPR hanya teriak “ setuju……! Setuju…..! Setuju…..! Daya kritis DPR menjadi lumpuh, inikah yang diinginkan oleh kita semuanya? Saya rasa tidak, sekali semoga saya salah.
Namun yang jelas Jokowi JK sedang di atas angin, dengan merapatnya Golkar pimpinan ARB sudah menyatakana dukungan pada pemerintahan Jokowi JK, dan JK sudah diambut bak penyelamat bagi Golkar yang sedang berseteru, antara Golkar hasil munas Bali dengan Golkar hasil munas Jakarta. Kemana partai-parati tersebut berlabuh? Ya kepemerintahan, ini yang paling aman, dan sukur-sukur dapat kursi menteri. Salahkah mereka? Tentu saja tidak, bukankah kekuasaan yang mereka cari? Kalau sudah ketemu, lalu buat apa dilepaskan, bukankah begitu?
Lalu bagaimana nasib rakyat selanjutnya? Ya tentu saja kita mengharapkan semakin baik, tapi kalau tak ada yang mengkritisi apa mauanya pemerintah di DPR, wah bisa kebablasan. Karena bagaimanapun tugas DPR untuk mengontrol atau mengawasi jalannya pemerintahan. Badan Legislatif dan Eksekutfi harus seimbang, agar tidak ada yang lebih kuat diantara keduanya, ini baik untuk demokrasi kita. Tapi kalau salah satunya lebih mendominasi, seperti di jaman Orba, dimana pihak pemerintah sangat kuat, sehingga DPR hanya “diam” membisu, ini bahaya untuk demokrasi kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H