Buku adalah jendela Dunia, dengan buku dunia apapun bisa dijangkau, dengan buku pula seluruh dunia dapat diketahui, dan dengan buku Universitas Dunia terbuka lebar-lebar bagai pembacanya. Dengan buku pula, tanpa ke mana-mana, kita bisa ada di mena-mana. Buku adalah teman yang paling dekat bagi pecinta ilmu pengetahuan. Buku pula yang menjadi guru paling bijaksaan dan paling toleran kepada kepada pembacanya, diajak kemana saja mau, di bawa kemana saja ok, tak ada penolakan dari buku.
Bagi " Kutu Buku " buku adalah segalanya, lebih baik tak membeli baju baru untuk lebaran, ketimbang tak membeli buku. Baju lebaran bisa habis dimakan waktu dan segera robek-robek dan menjadi lap. Namun dengan pengeluaran yang sama untuk membeli buku lebih abadi. Buku yang telah dibeli bisa dibaca dan dibaca lagi, dan usianya lebih dari baju lebaran, manfaat buku lebih dari baju atau pakaian tersebut.
Namun apa yang terjadi sekarang? Minat membaca buku yang memang sudah lamban dari awalnya di Indonesia, sekarang lebih terasa berjarak. Jangankan orang tua yang sudah tidak " makan" bangku kuliah atau bangku sekolah, yang masih sekolah dan masih kuliah saja, menurut penelitian kecil-kecilan sudah jarang terlihat sedang asik membaca buku.
Coba Anda perhatikan di mana-mana, di Bus kota, di Kereta, di Pesawat, di Taman dan lain sebagainya, mana terlihat orang yang sedang asik membaca buku? Mengapa bisa terjadi demikian ? Yuk kita kupas satu demi satu, mengapa budaya membaca di Indonesia begitu lemah, mengapa generasi melinial lemah dalam membaca buku?
Pertama, adanya internet. Ini biangnya, dengan internet yang segala informasi ada di dalamnya, orang jadi mau tak mau , suka atau tak suka, mulai sedikit demi sedikit meninggalkan membaca buku, meninggal budaya membaca buku. Untuk apalagi buku? Toh semuanya sudah ada di internet. Informasi boleh dikatakan tak terhingga, semuanya ada di sana. Jadi buat apa lagi membaca buku dan membawa-bawa buku? Buku sudah masa lalu, sekarang eranya internet.
Kedua, adanya Tab atau Laptop. Ini lebih dasyat serangnya untuk buku. Tab yang panjang, lebar dan berat sama dengan satu buku tipis saja, sudah memuat berbagai informasi yang begitu luas, seluas internet di atas, karena dengan jaringan handal, Tab atau Komputer jinjing ini bisa dibawa kemanapun, di manapun dan oleh siapapun.
Dengan sistim yang begitu canggih, sebuah Tab atau Laptop sudah menghimpun bukan lagi ribuan buku yang bisa diakses, namun bisa jutaan bahkan lebih, tergantung kapasitas Tab atau Laptop tadi. Dan Bukupun semakin tergerus, ngapain bawa buku berat-berat, kalau buku-buku tersebut sudah bisa diakses via ebook di Tab tadi?
Ketiga, adanya HP pinter. Kalau Tab atau Laptop di atas sebesar buku, atau seringan buku beratnya, nah HP bukan lagi seberat buku, tapi segenggaman tangan. Dan di HP cerdas ini  yang kapasaitasnya ada yang sudah menyamai Komputer, maka apapun jenis buku bacaan akan bisa diakses di dalamnya. Buku dalam jenis apapun dan dalam bahasa apapun di dunia bisa diakses dan itu hanya segenggaman tangan, ajaib luar bisa HP pinter atau HP cerdas ini.
Inilah "musuh" utama buku dalam artian fisik. Sekarang orang tak perlu datang ke pepustakaan konvensional, cukup dengan modal HP dengan jaringan dan ada sinyal serta kouta internet, walau ada juga yg off line, sudah bisa mengakses buku-buku setebal apapun dan dengan jilid sebanyak apapun. Perpustakaan digital sudah mendunia dan banyak yang gratis. Bisa Anda bayangkan modalnya hanya HP, segenggaman tangan, tapi dengan jarian yang sangat luas perpustakaan digital, buku-buku dari  diseluruh dunia bisa dibaca.Â
Keempat, adanya game. Ya kelihatannya sederhana, hanya game, permainan digital dengan berbagai macam jenisnya, dari usia dini sampai usia lanjut bisa main game. Dan sarana untuk memainkannya, ya di HP cerdas di atas. Sebenarnya HPnya tak masalah, tapi kalau sudah isinya berbagai jenis game, apa mau dikata?