Aneh memang negeri ini, ada-ada saja yang membuat para pemerhati politik atau sosial yang dibuat tersenyum geli. Mengurus negara seperti arisan, siapa yang mendapat apa, seperti orang arisan yang kumpul-kumpul, ketemu di tempat A atau tempat B hanya tinggal kesepakatan.Â
Mau makan nasi uduk atau nasi goreng, ya tergantung tuan rumah, sambil tertawa atau senyam-senyum di tempat masing-masing.
Memang aneh negeri ini, siapa yang menjadi Presiden, siapa pula yang sibuk mencarikan menterinya. Uniknya lagi negeri ini, Presidennya justru petugas partai. Aneh bin ajaib, secara nasional Jokowi adalah Presidennya rakyat Indonesia, orang nomor satu di Indonesia, baik sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, namun di dalam struktur PDIP, Jokowi bukan siapa-siapa, hanya petugas partai, ajaib bukan?
Maka tidak aneh bahwa Presiden Jokowi ada yang bilang boneka, walau hal tersebut sudah dibantah keras, bahwa Jokowi bukan boneka, namun siapa yang berani membantah, ketika dengan tenang Jokowi langsung mengiyakan apa yang diminta Megawati dalam kongres PDIP ke V di Bali, belum lama ini.Â
Megawati dengan gamblang meminta pada Jokowi agar diberikan menteri yang lebih banyak, dengan alasan sebagai pemenang Pileg 2019 dengan suara terbanyak.
Memang aneh negeri ini, siapa yang menjadi Presiden, siapa pula yang sibuk mencarikan menterinya, sepertinya Presiden yang punya hak prerogatif jadi seperti tersandera, walau lagi-lagi hal tersebut akan dibantah, tidak, Presiden tetap bebas dari partai apapun untuk menentukan siapa yang dipilih untuk menjadi menterinya, sebagai pembantu yang akan menggerakkan roda pemerintahan lima tahun ke depan, 2019-2024.
Maka tidak heran, seperti gula yang dikerubuti semut, dan lagi-lagi yang bicara adalah Megawati, "Saya pernah ditinggalin sendirian, mana ada yang mau dekat saya dulu?" Begitu kira-kira bahasa sederhananya.Â
Sekarang sebagai pemenang Pileg 2019 dan petugas partainya, dalam hal ini Jokowi, sudah menang atau dimenangkan Mahkamah Konstitusi/MK, maka seperti gula, semut pun berdatangan segera, tanpa diundang. Bahkan ada yang tak malu-malu segera melompat pagar, lawan dan kawan sudah tak jelas lagi, semua partai bergerak cepat menawarkan diri.
Ada yang langsung menawarkan diri agar diberikan jatah menteri sepuluh orang, ada yang terserah Jokowi, mau dikasih lima, empat, tiga, dua atau satu, yang penting dapat menteri.Â
Ada juga yang malu-malu menawarkan diri, ketika gerbong koalisi sudah begitu gemuk dan berat melangkah, eh baru datang niat bergabung seperti takut ketinggalan gerbong keretanya Jokowi.Â
Menjadi menteri seperti sebuah kehormatan yang sangat tinggi, lupa bahwa menteri itu adalah pembantu atau pelayannya rakyat, dan jabatan tersebut adalah amanah yang pertanggungjawabannya sangat berat.