Entah salah apa sampai ikan asin dibawa-bawa sampai ke ranah public dan menyebar ke seluruh pelosok bumi via internet? Padahal ikan asin itu sangat eeunak, saking enaknya, jadi ditulisnya  eeunak tenan. Apa lagi bagi orang  yang bekerja di sawah atau di ladang, setelah bekerja keras menanam padi atau membajak sawah dan ladang, di tengah panas matahari yang menyengat dan menghitam legamkan kulit-para petani kita.
Di tengah-tengah terik panas matahari dan di saat mereka beristirahat di gubuk di tengah-tengah sawah dan membuka bekal dari rumah. Apa itu? Nasi putih yang mengepul, dengan sayur asem dan sambel terasi yang maknyus pedasnya, dan ditambah lalapan daun kemangi atau irisan timun, tomat hijau atau leunca, serta lauknya yang menggoda, apa itu ? Ikan asin.
Ya... ikan asin, bukan daging kerbau atau daing sapi, bukan daging kambing atau sate kambing yang dibakar, bukan juga  opor ayam yang menggiurkan, tapi sekali lagi ikan asin atau ikan gabus kering! Wau ini luar biasa nikmatnya, sambil lesehan di pematang sawah atau digelari daun pisang di dalam gubuk, dengan angin sepoi-sepoi basah, mantap luar biasa. Ikan asin akan menjadi menu yang sangat istimewa dan akan menjadi terasa sangat luar biasanya nikmatnya.
Lalu mengapa ikan asin seakan menjadi terhina atau orang yang makan ikan asin menjadi direndahkan atau dipermalukan? Apa salahnya ikan asin, apa yang salah orang makan asin? Makan ikan asin itu menjadi tradisi nenek moyang kita sejak lama.Â
Ikan asin itu campuran yang sangat unik bagi makanan tradisi kita. Ikan asin bahkan sangat istimewa dan menjadi lezat luar biasa, bila campurannya pas. Bisa anda bayangkan, anda di luar negeri, tidak akan anda temukan suasana makan ikan asin dengan sayur asem di pematang sawah dengan sambel teresi? Itu suatu kondisi yang luar biasa.
Kenapa ikan asin dipandang rendah? Mengapa ikan asin dihinakan? Apa yang salah dengan ikan asin? Dan jika pun ada dikatakan bau ikan asin, mengapa mesti rendah diri? Bukankah orang yang menghina anda dengan sebutan ikan asin itu lebih rendah?Â
Karena merasa lebih hebat dari anda, lantas anda disebut ikan asin atau dihina seperti baunya ikan asin? Mengapa malu? Anda tidak salah, anda tidak terhina dengan disebut sebagai ikan asin. Justru yang mengina anda dengan sebutan ikan asin itulah yang hina.
Jadi jangan pedulikan orang yang suka menghina anda, karena dengan dihina bukan anda berarti  anda menjadi terhina, bisa jadi sebaliknya, penghina itulah yang benar-benar hina. Mengapa sampai merasa terhina disebut ikan asin? Bukankah ikan asin juga makhluk Tuhan, ikan yang pada dasarnya sama sebagai makhluk Tuhan yang lainnya, hanya ketika ikan itu sudah mati, digaremin kemudian dijemur atau dikeringkan dan digoreng setelah itu, baru dijadikan lauk, seperti yang saya sudah ceritakan di atas.
Jikapun masih terasa malu dengan hinaan ketika dikatakan bau ikan asin? Mengapa malu? Bukankah di dalam diri kita sendiri banyak sekali kotoran dan ibarat WC, kita adalah WC yang berjalan, ke mana-mana membawa kotoran. Dan jangan lupa juga, asal kejadian kita adalah dari setetes air hina dan akhir perjalanan kita nanti adalah menjadi bangkai dan santapan cacing-cacing tanah, mana lebih hebat? Ikan asin atau bangkai?
Jadi sekali lagi, jangan malu disebut ikan asin atau bau ikan, asal akhlak tetap terjaga, dengan menjaga mulut dan tingkah laku, Karena betapapun hebatnya pangkat dan kedudukan atau betapapun tinggi kedudukan atau sangat populer di masyarakat, tapi kalau kelakuan atau tindak tanduknya tak berakhlak, buat apa? Apa yang mau dibanggakan?
Mari kita belajar dari ikan asin yang sedang naik daun. Kalau di Rusia ikan asin dijual di kios-kios, digantung dan dimakan mentah-mentah bersama dengan wodka atau minuman lainnya. Dan ikan asin tidak terhina, mereka dengan santai memakan ikan asin di kafe-kafe. Bagaimana baunya? Ya... sama, Â asin, tapi orang yang makan ikan asin di kafe-kafe tadi tidak merasa terhina dan tak ada orang yang menghina ketika orang makan ikan asin. Apa lagi dikatakan bau ikan asin, ga masalah.