Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Ada "Kuda Hitam" pada Pilpres 2019?

28 Juli 2017   16:19 Diperbarui: 31 Juli 2017   21:42 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wau... Pilpres 2019 masih dua tahun lagi, tapi gaungnya sudah membahana ke mana-mana, apa lagi setelah mantan dua  Jendral ketemu, SBY dan Prabowo di Cikeas kemarin malam, 27 Juli 2017. Apapun alasannya arah politik kedepan sudah semakin jelas. Jokowi sebagai Presiden 2014-2019 kelihatannya akan maju lagi atau dimajukan lagi untuk dicapreskan pada Pilpres 2019 mendatang, menyambung priode sekarang.

Bahkan sudah jauh-jauh hari partai Golkar sudah menyebut Jokowi untuk cpres 2019-2014, rupanya takut "ketinggalan kereta" apa alasan lain dibaliknya, saya tak tahu. Ada apa dibalik " ujug-ujug"nya Golkar sudah teriak begitu kencang menjagokan Jokowi, ada apa ini? Apakah Golkar tidak punya tokoh yang bisa  diandalkannya? Apakah Golkar tak punya kader yang mumpuni untuk dimajukan menjadi capres? Aneh memang, partai Golkar yang berjaya di Orba, kok keok di masa reformasi, katanya partai yang paling kenyang makan asam garamnya kehidupan politik di Indonesia.

Jokowi dimajukan lagi untuk priode 2019-2024 oleh partai koalisi PDIP, Golkar, Hanura, Nasdem, Hanura, dan PKB. Bayangkan 6 partai sudah bergabung menjagokan Jokowi lagi untuk maju menjadi capres 2019. Aneh bukan? 6 partai menjagokan Jokowi lagi, padahal Jokowi bukan apa-apa, bukan ketua partai, bukan pembina partai, bukan pengurus partai, hanya anggota partai, bahkan Megawati menyebut  Jokowi  sebagai "petugas partai". Padahal Jokowi sekarang adalah orang nomor satu di RI, yang membawahi semua ketua partai yang ada, tapi di dalam PDIP kedudukan Jokowi hanya " petugas partai", yang awal tahun Jokowi menjadi perbincangan yang sangat menarik.

Lalu jika Jokowi dimajukan lagi, dan ini normal, karena di manapun bila seorang presiden  sudah berkuasa dalam suatu priode, maka bisa 99,9 % akan mencalonkan lagi untuk priode selanjutnya, itulah untungnya ada pembatasan priode, hanya boleh satu kali masa jabatannnya, jadi 10 tahun maximal, seperti yang dialami oleh SBY, yang menjadi presiden RI  dua priode( 2004-2009 dan 2009-2014). Ini pretasi luar biasa, karena SBY memang dikenal sebagai ahli stretegi yang jitu, SBY dikenal juga sebagai " Jendra kutu buku".

Mungkin kalau dibolehkan UU, SBY bisa maju lagi menantang Jokowi, tapi SBY taat UU, ketika masih berjayapun SBY tidak mau maju lagi, bahkan SBY tidak mau memajukan ibu Ani untuk maju menjadi capres, pada 2014 lalu, walau isunya begitu santer ibu Ani SBY akan dimajukan menjadi capres, ternyata hal itu hanya isapan jempol belaka. SBY tetap kukuh untuk tidak terseret arus yang menjebaknya, " jebakan Batman".  Jika SBY waktu itu mencalonkan  Ibu Ani, pasti akan diserang habis-habisan, SBY KKN! " Jebakan Batman"  tersebut tak dilayani SBY, bila saja SBY terjebak, nasibnya bisa seperti Suharto yang menjadikan anaknya, Mbak Tutut menjadi menteri sosial, seperti tak ada orang lagi di Indonesia. Suharto terjebak, akhirnya lengser.

Kembali ke capres 2019 mendatang? Siapa penantang Jokowi? Kalau Prabowo lagi, wah bisa rame nih, sejarah pilpres 2014 bisa terjadi lagi, tapi akan terjadi sebaliknya. Jokowi yang dulu dikenal dengan media darling, kini tak bisa lagi dikatakan demikian, karena banyak yang mengatakan itu adalah pencitraan belaka, benar atau tidaknya, silahkan anda buktikan sendiri. Kalau Prabowo yang maju lagi, akan banyak yang pasang pager penghalang, terlepas dari Prabowo yang mengebu-gebu. Jikapun Prabowo yang maju, maka wakilnya yang harus bisa mengimbangi, Prabowo harus mencari cawapres yang mempunyai greget, yang bisa memperkuat suaranya Prabowo.

Nah dengan demikian Jokowi pun tak akan mudah mencari cawapresnya, karena JK, sudah  sejak jauh-jauh hari, tak mau lagi maju, JK mau istirahat bersama-cucu-cucunya, begitu yang ditulis berita, benar atau tidaknya, ya bisa ditanya ke JK. Dan memang bila dilihat usia, JK akan begitu lanjut usianya untuk maju lagi dicawapreskan, apa lagi untuk capres, jauhlah.

Jadi Jokowi pun mempunyai kesulitan sendiri, bila salah memilih cawapresnya, kemungkinan besar akan KO juga. Pernah digadang-gadang Jokowi akan dipasangkan dengan Ahok pada pilpres 2019 mendatang, tapi Ahok sekarang sudah masuk kotak politik, jikapun Ahok mau dimajukan, ini riskan, karena Ahok baru saja keluar dari penjara pada 2019, sesuai dengan hukuman yang dia terima, 2 tahun penjara karen menista agama.

Jadi siapa pendamping Jokowi sebagai cawapresnya? Lalu siapa pendamping Prabowo sebagai cawapresnya? Ini yang menarik untuk ditelaah. Jadi bila memang nanti Jokowi VS Prabowo, Head to Head,  seperti Pilpres 2014 yang menentukan kemenangan adalah cawapresnya. Mengapa cawapres menentukan? Karena dalam pilpres ini antara capres dan cawapresnya satu paket, bukan terpisah. Nah kalau salah memilih cawapresnya, bisa-bisa kalah telak, karena cawapres sekarang bukan lagi seperti jaman Orba, yang hanya " Ban serep". Presiden dan Wakl presiden model sekarang, saling mengisi, saling menguatkan dan berbagi tugas.

Lalu siapa kira-kira yang akan menjadi cawapres untuk Jokowi dan Prabowo? Banyak tokoh nasional yang muncul, tapi kalau mencari yang paling gres tentu GN. Nah GN  ini dilamar oleh siapa, siapa yang duluan melamarnya? Kalau dipasangkan dengan Jokowi, ini bisa klop, pasangan sipil dan militer, tapi apakah  GN mau? Kalau Prabowo dipasangkan dengan GN, ini bisa repot, karena militer dengan militer, kita tahu sendiri kalau dalam militer terkenal senioritas dan kepangkatan, bisa-bisa GN hanya ikut apa maunya Prabowo, karena Prabowo akan  atasannya langsung, tidak seperti di sipil, walau atasan langsung bisa beda pendapat, dan bukan masalah, ini bisa benar, bisa juga salah.

Siapa lagi cawapres yang bisa dimajukan? Susah juga ya mencari tokoh nasional yang mempuni yang bisa diterima semua pihak. Gimana kalau Anies Baswedan? Repot juga, karena bila Anies yang ditarik ke atas, akan terjadi preseden buruk, belum tuntas menjadi Gubernur DKI dalam masa jabatanya 2017-2022, kemudian ditinggal, ini persis sama ketika Jokowi yang belum menyelesaikan jabatan Gubernurnya, lalu maju menjadi capres 2014 yang lalu. Tapi kalau alasannya demi Negara yang lebih tinggi, mengapa tidak? Tapi akan merusak tatanan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun