Mohon tunggu...
Syaripudin Zuhri
Syaripudin Zuhri Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sampai akhir

Saya senang bersahabat dan suka perdamaian. Moto hidup :" Jika kau mati tak meninggalkan apa-apa, maka buat apa kau dilahirkan?"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Haruskah Menulis dengan Metode Piramid Terbalik?

25 Juli 2017   19:50 Diperbarui: 27 Juli 2017   14:29 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini gambaran menulis dengan Piramida terbalik. Sumber: grid.co.id

Anda pernah mendengar tentang tiori menulis dengan metode  Piramid terbalik? Ini saya dapatkan ketika ada pelatihan menulis dari wartawan senior, yang dengan asik membawakan materi dengan santai dan dengan selera humor yang tinggi, salah satu hasilnya sudah saya tuliskan di " K" dengan judul "Mau ke luar negeri jadilah tukang masak". Jadi sederhananya,  bila nulis mulai yang paling penting dulu, kemudian setengah penting, terus kurang penting dan yang terakhir tidak penting.

Tapi pada tulisan kali ini saya tak akan membahas tulisan dengan metode Piramid terbalik tersebut, mengapa? Teorinya sederhana, tapi ketika dipraktekan kita akan menemukan kesulitan, karena harus mengukur yang mana yang paling penting, setengah penting, kurang penting dan tidak penting, yang pada ujung-ujungnya  dikembalikan kepada penulis itu sendiri, lagi-lagi menjadi bersipat subyektif. Ya sudah, kalau gitu tulis aja dulu, penting dan tidak pentingnya urutan tergantung pada sidang pembaca saja.

Biarkan pembaca menilai sekaligus menjadi team juri, apakah urutan tulisan Anda itu sudah benar adanya atau justru terjadi sebaliknya, yang tidak penting justru diletakkan di alinea pertama, sedangkan yang penting justru diletakkan di alinea terakhir, ya syah-syah saja. Siapa yang melarang? Tentu saja tak ada, apa lagi model blog seperti di "K" ini, model tulisan apapun boleh-boleh saja. Mau yang penting diletakkan di awal, di tengah atau di akhir alinea, monggo. Sudah nulis saja, lumayan. Apa lagi bila nulisnya rutin seperti yang dilakukan beberapa kompasianer.

Jadi soal tulis menulis sekarang ini seperti bukan hanya jamur di musim hujan, bukan hanya melimpah, tapi mungkin sudah mencapai titik jenuh, atau bahkan tak ada batasnya, terus saja penulis amatiran bertambah dan bertambah. Ga percaya?  Lihat saja jumlah kompasianer sekarang ini, mungkin sudah ratusan sampai jutaan. Apa lagi dalam menulis dalam bentuk blog ini, siapa saja boleh, asal punya jaringan internet, sudah login atau menjadi anggota  pada suatu web seperti di " K" ini.

Mau menulis sampai "muntah"pun oke-oke aja, karena begitu banyak ide yang ada di kepala, kalau tak dituangkan dalam tulisan bisa pecah tuh kepala, bahkan begitu asiknya menulis, sampai lupa bahwa menulis di " K" ini free, betapapun banyak artikel yang sudah Anda tulis, Anda tak akan dibayar, tapi anehnya kompasianer selalu bertambah-bertambah setiap harinya, walau memang ada juga yang keluar atau hengkang dari "K" ini.

Ketika ditanya, mengapa Anda mau menulis, padahal Anda tidak dibayar? Macam-macam jawabannya, ada yang memang hoby, ada yang iseng, ada yang sudah "kecanduan", ada yang membunuh waktu, bahkan pernah "K" kecolongan, si Gayus, narapidana dengan nama samaran, menjadi anggota "K" ini dan pembacanya banyak, karena banyak tulisannya yang menjurus ke "situ" melulu dan "disantap" habis oleh pembaca.

Jadi Anda jangan takut menulis di "K" ini, asal tidak melanggar rambu-rambu yang sudah ada di web ini. Namun sebagaimana aturannya, setiap tulisan menjadi tanggung jawab sang penulis sendiri, pihak "K" tidak ikut bertanggungjawab, nah loh! Dan memang resiko menulis walaupun gratis tetap harus hatu-hati juga, apa lagi sekarang ada UU ttg komunikasi dan informasi, jangan-jangan ketika tulisan Anda dianggap mengumbar kebencian, anda bisa dicokok Polisi, bahaya bukan?

Tapi itu memang seninya menulis, selain ada kesenangan sendiri ketika tulisan ditayangkan, apa lagi menjadi viral, kebahagiaan itu datang dengan sendirinya, padahal sekali lagi, hal itu bukan karena dibayar, tapi lagi-lagi benar-benar ikhlas saja, hoby saja atau justru hanya iseng saja. Namun disamping kebahagiaan yang sipatnya itu rohani tadi, tapi juga ada resikonya, bahkan pernah ada yang menulis di "K" lalu dikeluarkan dari kampusnya, mungkin penulis tersebut membongkar bobrok kampusnya. Atau ada yang sampai dipanggil pihak yang berwajib, gara-gara tulisannya.

Maka dari itu, sekali lagi berhati-hatilah, jangan sampai gara-gara hoby atau iseng menulis di "K" berurusan dengan yang berwajib. Loh ini bukan nakut-nakutin, tapi mengingatkan agar tetap waspada. Kalau wartawan yang ditangkap karena tulisannya,  itu sih sudah resiko pekerjaannya, nah kalau kompasianer ditangkap gara-gara tulisannya di "K" kan itu namanya "celaka 13", sudah tak dibayar, mengeluarkan dana untuk langganan internet atau pulsa, bila nulis di tab atau di HP, mengeluarkan pikiran, ide, tenaga dan sebagainya, eh ditangkap, kan ga lucu!

Jadi dengan era digital dan eranya sebuah tulisan yang dianggap membahayakan bisa dipenjarakan, maka kewaspadaan itu penting, iapi sekali lagi, bagi yang menulis sudah menjadi jiwanya, maka segala resiko apapun akan ditanggungnya, walaupun penuh rintangan, cobaan atau ujian. Dan hidup itu memang demikian adanya, di manapun kita bekerja atau apapun yang kita lakukan akan ada resikonya. Jangankan menulis, orang tidur saja ada resikonya, jangan-jangan setelah tidur-tidur, lalu tak bangun-bangun alias meninggal. Demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun