[caption id="attachment_290635" align="aligncenter" width="525" caption="Kacang Kasytani dari Perancis yang masaknya dipanggang atau di open sampai meletak kulitnya dan dimakannya lagi panas-panas dengan kopi, teh atau susu panas. Foto: Syaripudin Zuhri."][/caption] Tahun baru 2014 sudah lewat dua minggu, namun banyak yang tersisa dalam perjalanan liburan panjang tahun baru. Dan Alhamdulillahnya tahun baru sekarang ini iklim di Moskow bersahabat, dalam arti tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, di mana di awal-awal tahun baru suhu sudah menunjukkan rata-rata minus 20 derajat C, namun kali ini suhu berkisar diantara titik beku saja, ringan saja bagi orang Rusia, ya sekitar minus 3 serajat C sampai plus 5 derajat C, nyaman bagi Orang Rusia, namun untuk ukuran Indonesia, suhu segitu sudah menyiksa, ya maklum saja rata-rata suhu di Indonesia diatas 30 derajat C. Nah di tengah-tengah suhu yang nyaman tersebut ya biasa saya isi dengan jalan-jalan, dari Metro ke Metro, sekaligus melihat suasana di jalan-jalan yang biasanya seperti kota mati di awal tahun baru di Moskow, karena kebanyakan warga Moskow melancong ke negara-negara tropis, termasuk ke Indonesia, dan langganan mereka adalah Pulau Bali. Jadi jangan heran kalau anda ke Den Pasar, Bali, Anda akan bertemu dengan orang-orang Rusia. Mereka senang Indonesia, mereka senang ke Bali. [caption id="attachment_290636" align="aligncenter" width="750" caption="Antri beli kacang Kasytani, yang uniknya dipanggang di dalam kepala kereta mini. Foto: Syaripudin Zuhri."]
[/caption] Kembali ke jalan-jalan, Pada saat liburan awal tahun di Moskow, Rusia selalu ada Bazar, boleh di bilang di sudut-sudut kota Moskow ada Bazar, dan jangan lupa ini berkenaan dengan hari natalnya Rusia yang tanggal 7 Januari, bukan tanggal 25 Desember, pernah saya tulis
di sini, tulisan yang ini dibajak pakai bahasa Inggris
di sini. Jadi saya tak tulis lagi mengapa natalnya berbeda.Nah dalam bazar-bazar tersebut bagi saya adalah suasananya, bisa anda bayangkan duduk di saung-saung sambil ngopi atau ngeteh dengan jaket-jaket dan pakaian yang hampir semua tertutup dari kepala sampai kaki, menghindari angin dingin. Enaknya sih kalau di Indonesia dingin-ding begitu makan jagung rebus atau jagung bakar, minum wedang jahe dengan susu dan madu, ditambah dengan makan kacang garing atau makan bubur kacang hijau dengan sepotong roti bakar plus susu kental dengan kopi, wau mantap! Tapi sayangnya di Moskow belum ada wedang jahe atau roti bakar yang dipanggang, padahal makanan pokok mereka roti. Ada sih roti lebar yang dipanggang di dapur tradisionil, biasanya dari Uzbekistan atau Kyrgistan, bentuknya bulat lebar berdiameter 30 cm kurang lebih. Tapi roti bakar seperti yang di Bandung... duh belum ketemu saya cari di Moskow. [caption id="attachment_290637" align="aligncenter" width="750" caption="Di tengah suhu pada titik beku, sambil ngeteh, ngopi dan makan kacang Kasytani...asik. Sayang ga ada kacang rebus atau wedang jahe. Foto: Syaripudin Zuhri."]
[/caption] Namun ada yang menarik, ketika sedang melihat-lihat di saung-saung ada yang sedang antri di kepala kereta kecil, ya kepala kereta mini, berbendera Perancis dan Russia, ada apa gerangan? Saya penasaran, apaan sih sampai antri dingin-dingi di kepala kereta. Padahal kepala kereta mini ini saya sering lihat di bazar-bazar di depan Kremlin, kali ini saya lihatnya di jalan Twerskaya, tepatnya bersebrangan dengan kantor wali kota Moskow, kalau di kita di depan kantor Gubernur DKI Jakarta, bersebrangan jalan. Akh... ternyata mereka antri beli semacam "biji salak" yang dipanggang, warna biji tersebut persis biji salak, yang kalau dipanggang akan meletak, saya sebut saja kacang Kasytan dari Perancis. Dan bungkusannya persis seperti bungkusan kacang rebus atau kacang garing di Indonesia, pakai kertas, kalau di Indonesia pakai kertas koran, isinya kurang sepuluh buah harganya 200 rubel perbungkus, jadi satu buahnya 20 rubel, kalau dirupiahkan sebuahnya kurang lebih Rp 7000-Rp 9000! Memang relatif mahal, karena ini buah imfort dari Perancis. [caption id="attachment_290638" align="aligncenter" width="750" caption="Teko antik setinggi kurang lebih 1 meteran siap mengeluarkan air panas yang anda butuhkan saat ngopi atau ngeteh. Foto; Syaripudin Zuhri."]
[/caption] Jadi sayapun ikut penasaran, bagaimana sih rasanya? Wah ternyata lezat, gurih... padahal hanya dipanggang saja cara memasaknya. Dan tambah terasa kelezatannya dengan secangkir kopi atau teh panas dan makannya memang-memang lagi dingin-dingin begini. Maka jangan heran kalau bapak-bapak tua yang memanggang sejenis kacang Perancis ini menikmati keuntungan besar. Hitung saja kalau dalam sehari dua tiga karung terjual, kalikan saja dengan 200 rubel tadi! Jadi jualan kacang di Moskow bisa sukses meraih rezeki. Memang suasana sangat menentukan, juga iklimnya. Sayangnya memang jualan seperti ini hanya pada saat bazar saja, karena kios-kios seperti ini akan dibongkar bila selesai waktu untuk bazarnya. Jadi kalau ingin mendapatkan suasana seperti ini, ya tunggu lagi tahun depan, ya maklum saja di Moskow ada empat musim. Musim dingin, semi, panas dan gugur. Yang kalau diambil rata-rata setiap musimnya 3 bulan. [caption id="attachment_290639" align="aligncenter" width="750" caption="Suasana Bazar di jalan Twerskaya Moskow tepat di depan kantor Wali Kota Moskow. Foto: Syaripudin Zuhri."]
[/caption] Oya dalam bazar tadi ada pahatan es berbentuk jam manual yang dibuat persis di depan patung orang berkuda, ada pintu kusen yang di tempatkan bel di atasnya, yang biasanya kalau orang melawatinya akan menyentuh bel tadi, teng.. teng! Juga ada kursi ratu dengan mahkotanya. Jadi kalau anda duduk di kursi tersebut mahkonya langsung dikenakan dikepala anda, jadilah anda ratu Rusia sesaat dan abadi bila di foto. Banyak yang lainnya, ada alat pemanas air tradisonil, teko Rusia tradionil yang tingginya satu meter lebih! Dan tetap berfungsi, jadi saat anda mau ngeteh tinggal ambil teh dan gulanya masukan ke dalam gelas dan airnya dari tekok raksasa ini. Warnanya kuning keemasan. Banyak pernak pernik yang lainnnya, tapi kali ini sampai sini dulu, sekian, lain waktu disambung lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya