Anda pernah mendengar istilah ini, Perang Jabatan? Ini istilah yang bisa salah tafsir, kalau secara umum mungkin orang mengira bahwa ini adalah perang yang sedang terjadi saat Pilpres 2014 ini, perang opini, perang pendapat,sampai debat yang tak habis-habisnya di berbagai media. Karena memang saat ini bangsa Indonesia mau tak mau, suka atau tidak suka, berhadapan dengan hiruk pikuknya Pilpres 2014.
Oya, istilah tersebut sangat berlainan artinya bagi masyarakat Betawi, istilah ini Saya pakai yang umum saja. Kalau Anda mau tahu arti sitilah tersebut menurut masyarakat Betawi bisa dibaca dalam bukunya Ridwan Saidi: "Sejarah Jakarta dan Peradaban Melayu Betawi" Dengan sub judul:" Perkumpulan Renaissance Indonesia".
Kembali ke Perang Jabatan. Dua pasangan capres sudah resmi, pasangan Jokowi-JK dan Prabowo- Hatta, unik memang, entah dari mana skenarionya hingga akhirnya hanya dua pasangan yang ada, tidak seperti Pilpres 2004 dan 2009, yang lebih dari dua pasangan, hingga terjadi dua kali putaran, dan itu asik bagi pendidikan politik bangsa ini, tapi tidak asik buat dana Pemilunya, dana menjadi membengkak alias membesar.
Kalau dua putaran yang terjadi, karena lebih dari dua pasangan capres, disitu terlihat semangat tanding diantara para pasangan dan itu benar-benar pendidikan politik bagi rakyat, karena rakyat tak tahu siapa yang akan menjadi presidennya sebelum masuk ke kotak suara dan sebelum diumumkan oleh KPU pemenangnya. Beda sekali dengan di jaman Orba, partai yang bertarungtiga, PPP, Golkar dan PDI( belum tambah “P”, perjuangan.) namun apapun partai yang menang, Suharto Presidennya, makanya di masa itu di sebut " demokrasi bohong-bohongan".
Sehingga ada anekdot di jaman orba: ketika dalam sebuah keluarga, seorang bapak bertanya pada tiga orang anaknya:
“Apa cita-citamu Min? “Tanya bapak pada anak sulungnya.
“ Menjadi Dokter”Jawab Amin, dan orang tuanya manggut-manggut.
“ Apa cita-citamu bila besar nanti Jok” Tanya bapak pada anak keduanya.
“ Menjadi Insinyur” Jawab Joko, bapaknya manggut-manggut juga.
“ Lalu apa cita-citamu Wo? Tanya bapak pada anak bungsungnya. Sebagai anak bungsu, Bowo tak mau kalah dengan kakak-kaknya, sambil mikir, apa ya? Lalu tercetus” Saya ingin jadi Presiden! Kata Bowo mantap. Bapaknya kaget, tidak menyangka anak bungsunya mempunyai cita-cita setinggi itu dan tiba-tiba bapaknya terdiam. Anak ketiganya heran, lalu bertanya:
“ Ada apa pak? Ketika bang Amin bercita-cita menjadi Dokter bapak manggut-manggut, dan ketika mas Joko bercita-cita jadi Insinyur Bapak juga manggut-manggut, tanda setuju, lalu mengapa ketika Bowo ingin menjadi Presiden kok Bapak terdiam, ada apa?” Tanya Bowo penasaran.
“ Soalnya yang boleh jadi presiden di jaman Orba hanya Suharto!”
“ Apa?!!!” Ketiga anaknya kaget bersamaan.
“ Hus…! Jangan keras-keras, nanti ada intel datang!”
Kembali ke Pilpres di jaman Orba, begitulah yang terjadi dan itu sudah menjadi sejarah, bayangkan Suharto menjadi Presiden selama 32 tahun, itupun karena di demo besar-besaran atau dipaksa untuk turun, bila tidak didemo besar-besaran dan memakan korban jiwa, Suharto akan menjadi Presiden sampai akhir hayatnya. Dan pada akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 sejarah mencatat, Suharto mundur dari jabatannnya sebagai presiden dan dimulailah orde Reformasi sampai hari ini.
Sekarang di era reformasi, dan saat ini sedang ada Pilpres dan sudah resmi diumumkan dua pasangan capres, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, siapa yang akan menjadi Presiden sampai ke hari “H” pada tanggal 9 Juli 2014, tak ada yang tahu, karena kekuatan seimbang. Di sini asiknya Pilpres sekarang, sampai menjelang hari “ H” nanti masih tetap rahasia pemenangnya.
Walaupun menurut survey terbaru di Pilpres katanya elektabilitas salah satu calon lebih tinggi diantara calon yang lain, Saya sengaja tidak menulis atau menyebut calon yang yang elektabilitasnya lebih tinggi, agar tak “dicap” ikut-ikutan kampanye dan ikut berpihak pada salah satunya.
Karena hasil survey, sudah terbukti dalam Pileg yang baru lalu, hasilnyanya “hancur-hancuran”. Hasil survey pada Pileg lalu, hampir meleset semua, jadi buat apa lagi percaya pada survey? Walau pihak survey mengatakan margin errornya hanya sekita 2-5 % saja, nyatanya jeblok!
Pasangan capres dan wacapres punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling sindir diantara para team sukses dua pasangan tersebut semakin asik untuk diamati. Keduanya saling” jual kecap nomor 1” saling mengklaim jasa dan prestasi masing-masing, saling merasa paling hebat diantara pasangan capres tersebut. Disinilah rakyat perlu jeli dan perlu ketelitian yang tinggi dan lagi-lagi ini asik buat sebuah pendidikan politik rakyat.
Rakyat tak mudah lagi di bodoh-bodohi, rakyat bisa melihat sendiri dan itu dibantu pihak media, walaupun banyak media yang tidak netral, paling tidak saat debat atau diskusi di TV-TV bisa terlihat, manacapres yang benar-benar membela rakyat dan mana yang memang sedang pencitraan.
Terlepas dari itu semua, Pilpres kali ini lebih asik, ketimbang di jaman Orba. Lalu siapa pemenangnya? Tak ada yang bisa menjawab, karena kedua pasangan akan berjuang “mati-matian” untuk memenangkan Pilpres 2014 ini. Namun jangan lupa, siapapun pemenangnya tetap pilihan rakyat, dan itu harus kita hargai bersama. Yang penting Pilpresnya berjalan dengan tertib, aman dan damai. Ini pesta rakyat, bukan perang antar rakyat! Ini harus kita sadari bersama-sama.
Dan jangan lupa juga, saat Pilpres 9 Juli 2014 nanti sudah masuk di bulan ramadhan, bulan puasa, bulan untuk menahan diri bagi yang menjalaninya. Dan untuk itu saat kampanye nanti tak ada lagi saling fitnah, saling menjelek-jelekan pasangan capres, bila itu terjadi, kesucian bulan ramadhan akan ternodai. Mari saling menjaga kesucian bulan ramadhan, mari saling menjaga diri,dan selamat berkampanye, sambil tetap berpuasa di bulan ramadhan 1435 H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H