Berawal dari pengalaman pilu menyaksikan anak-anak kecil yang terserang wabah diare dan tidak dapat tertolong, Mansetus kecil yang lahir di desa Lewoleba, Flores Nusa Tenggara Timur masih mengingat jelas penderitaan yang dialami anak-anak seusianya di kampung kelahirannya.Â
Penyakit diare sejatinya bukanlah penyakit yang tidak ada obatnya. Kematian anak-anak yang terjadi hampir setiap hari di desa Lewoleba disebabkan oleh keterbatasan fasilitas dan akses kesehatan bagi warga desa. Jauhnya perjalanan yang harus ditempuh untuk berobat dan infrastuktur yang masih sangat buruk saat itu menyebabkan liang lahat tidak pernah absen menerima anak-anak korban diare untuk dikubur. Dalam satu minggu, petugas dari puskesmas terdekat hanya berkunjung satu kali untuk melayani masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan. Itu berarti jika kunjungan terjadi pada hari senin, dan seorang warga sakit pada hari selasa, maka ia akan menunggu berobat hingga senin yang akan datang. Sungguh satu minggu adalah waktu yang sangat lama untuk menahan rasa sakit.
Bukan hal yang mudah bagi Masentus untuk melupakan kematian masal anak-anak korban diare saat itu. Kendati peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1980-an saat Masentus masih mengenyam pendidikan sekolah dasar, namun peristiwa itulah yang menjadi pemicu akan mimpinya kelak untuk menjadi katalisator kesehatan bagi warga desa di kampungnya.
Mansetus Bertekad Mendirikan YKS
Satu dekade berlalu, awal tahun 2000 Mansetus menghadiri diskusi antara para petugas kesehatan dengan penyuluh lapangan Keluarga Berencana di kabupaten Flores Timur. Masentus yang berlatar belakang sarjana hukum menginisiasi ide untuk menghadirkan kendaraan siap pakai sebagai fasilitas untuk mengantar warga desanya yang membutuhkan pertolongan medis. Di dalam diskusi tersebut dipaparkan bahwa penyebab tingginya kematian ibu dan anak di desanya dikarenakan terlambatnya pertolongan medis. Suatu alasan yang masih sama saat wabah diare memakan korban di kampung halamannya.
Tanpa adanya banyak dukungan baik dari pemerintah ataupun pihak swasta saat itu, Masentus bersama dua rekannya dengan niat yang tulus, mantab menjalankan program yang ia inisiasi dan kelak menamainya dengan YKS. Sebuah singkatan untuk Yayasan Kesehatan untuk Semua. Di bawah yayasan inilah Masentus menjalankan aksi sosialnya menyediakan motor ambulans.
Pantang Menyerah Mencari Donasi
Tidak pernah ada kata mudah untuk memulai, tidak terkecuali bagi Masentus. Seperti semua usaha baik yang bersifat profit maupun sosial, diperlukan modal untuk menjalankan operasional. Dari profesi sehari-hari yang ia lakukan sebagai penulis lepas dan petani saat musim tani tiba, tentunya mengumpulkan modal dari penghasilan sendiri akan sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menghadirkan kendaraan medis siap pakai, begitu pun jika harus menunggu donasi dari pemerintah yang tak kunjung tiba walau diharap.
Â
Namun Mansetus pantang menyerah, bermodalkan akses internet yang masih terbatas ia mencari donasi melampaui batas negara. Sebuah portal donasi internasional Riders for Health tertarik memberikan bantuannya untuk YKS. Dengan dibantu oleh sanak saudaranya yang mampu berbahasa Inggris, Mansetus terhubung dengan salah satu donatur dari Inggris yang tertarik dengan idenya kemudian mendonasikan 11 unit sepeda motor untuk menjalankan aksi sosialnya. Sepeda motor menjadi kendaraan yang dipilih karena sulitnya medan yang harus ditempuh untuk menuju ke fasilitas medis terdekat di kampung halamannya. Sumbangan sepeda motor itulah yang menjadi titik awal YKS mulai beroperasi.Â
Mansetus Menjadi Wirausaha Sosial (Socialpreneur)
Dibalik kesungguhan dan ketekunan Mansetus untuk konsisten menjalankan YKS, terdapat peluang baginya untuk berwirausaha sosial. Masentus sadar sepenuhnya bahwa selain membutuhkan bahan bakar untuk kendaraan medis, ia juga harus mengalokasikan dana operasional untuk servis kendaraan. Bagaimana tidak, kendaraan medisnya yang telah aktif membantu warga di lebih 40 desa dan infrastruktur yang tidak memadai di Flores akan sangat mempengaruhi performa mesinnya. Karena hal itu Masentus akhirnya menyewa lahan kecil seukuran 4x4 meter persegi di dekat rumahnya, dan mendirikan sebuah bengkel untuk melakukan servis rutin bagi setiap unit sepeda motor ambulansnya.
Walaupun pada awalnya operasional bengkel juga ditalangi oleh dana dari donasi, namun Masentus melihat cara yang lebih baik. Ia mulai membuka jasa bengkel servis kendaraan untuk umum, menjual sparepart dan oli di saat yang sama. Setiap pemasukan yang ia terima dari jasa tersebut kini tidak hanya bisa ia manfaatkan untuk kebutuhannya, tetapi juga bisa ia sisihkan untuk menambah dana operasional YKS.