Mohon tunggu...
Vira Ahlis
Vira Ahlis Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya adalah berjualan makanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etnomatika, Penjor Bali pada Materi Geometri

14 Juni 2024   21:18 Diperbarui: 14 Juni 2024   22:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penjor adalah salah satu metode upakara (banten) dalam perayaan hari raya Galungan dan Kuningan bagi umat Hindu, dan merupakan gambaran dari sebuah gunung yang memberikan limpahan kehidupan dan berkembang bagi manusia seperti halnya Gunung Agung yang terletak di tempat suci Besakih yang merupakan tempat surgawi dan mata air kehidupan bagi umat Hindu di Bali.

Penjor berasal dari kata Penjor, yang berarti Pengajum, atau Pengastawa, jika huruf "ny" dihilangkan, maka akan menjadi Penyor, yang berarti cara untuk melengkapi Pengastawa. Bahan dari penjor adalah bambu dengan penutup yang ditekuk, dipercantik dengan janur/daun enau muda dan daun-daun yang berbeda (plawa). Penjor dilengkapi dengan Pala bungkah (umbi-umbian seperti singkong), Pala Gantung, (misalnya kelapa, mentimun, pisang, nanas, dan sebagainya), Pala Wija, (misalnya jagung, beras, dan sebagainya), jajanan pasar, dan tempat penyimpanan Ardha Candra lengkap dengan sumbangannya. Menjelang akhir penjor digantungkan sampiyan penjor lengkap dengan porosan dan kembang. Sanggah Penjor menggunakan Sanggah Ardha Candra yang terbuat dari bambu, dengan bentuk dasar persegi panjang dan atap yang ditekuk setengah bundar sehingga bentuknya menyerupai bentuk sabit .

Penjor mulai digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan pada masa pemerintahan Sri Jaya Kesunu. Sebelum masa pemerintahan Sri Jaya Kesunu, tidak ada fungsi persembahan rutin kepada para dewa karena hal tersebut dilarang oleh Dewa Mayadenawa.

Pembatasan ini dilakukan dengan alasan bahwa Dewa Mayadenawa percaya bahwa kontribusi kepada makhluk-makhluk suci tidak bersifat material, sehingga orang-orang diharapkan untuk menyerahkan kontribusi hanya kepada Penguasa Mayadenawa. Boikot tersebut membawa bencana berupa musim kemarau yang sangat negatif bagi daerah setempat. Orang-orang yang terkena dampak dari kegiatan Penguasa Mayadenawa didengar oleh Guru Indra. Terjadilah konflik antara Guru Indra dengan Penguasa Mayadenawa dan Penguasa Mayadenawa terbunuh dalam konflik tersebut. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sri Jaya Pangus ditunjuk sebagai Raja untuk menggantikan Raja Mayadenawa.

Kontribusi yang diberikan tidak sesuai dengan harapan, oleh karena itu para dewa mencaci maki sang raja dan para penggantinya yang hanya berumur pendek.6 Penguasa Sri Jaya Pangus juga hanya berumur pendek, demikian pula para penggantinya hingga masa pemerintahan Sri Jaya Kesunu. Pada masa pemerintahan Sri Jaya Kesunu, banyak cara yang dilakukan agar penguasa dan penggantinya dapat berumur panjang, hingga akhirnya Sri Jaya Kesunu meminta Mpu Baradah untuk bertapa di Setra Gandamayu untuk mendapatkan petunjuk dari Dewi Durga. Perenungan tersebut memberikan petunjuk bagi Sri Jaya Kesunu untuk memberikan sumbangsih kepada setiap tempat suci di Bali. Sri Jaya Kesunu kemudian membuat gambar makhluk-makhluk suci di atas sebilah bambu yang diperkaya dengan benda-benda biasa dan gambar tersebut dikenal dengan sebutan penjor. Adat penjor umumnya melibatkan tanaman tertentu sebagai sumbangan sebagai bentuk penebusan dosa kepada Tuhan. Tanaman-tanaman tersebut merupakan hasil panen dan disusun di atas sebilah bambu. Hasil panen yang dirancang menjadi tanda penjor dengan tujuan agar umat Hindu terus berusaha untuk menyelamatkan tanaman bambu, terutama sebagai gambaran kesejahteraan dan kesuksesan bagi umat Hindu .

Secara simbolis, penjor adalah gambaran dari gunung, yang dihubungkan dengan keyakinan bahwa gunung adalah tempat tinggal para dewa-dewi Hindu. Dalam situasi ini, gunung yang dimaksud adalah Gunung Agung, gunung yang paling disucikan. Keadaan penjor yang tertekuk merupakan representasi dari makhluk khayalan Naga Anantabhoga. Keadaan ular mitos sepenuhnya masuk akal untuk keadaan penjor, dan ular mitos adalah gambaran air yang mengalir di sungai, berkelok-kelok dan kemudian mengalir ke lautan. Dalam hal strategi merakit, penjor adalah sebuah barang seni, karena membutuhkan keahlian.

Penjor juga dilihat sebagai pengakuan atas keharmonisan dan bantuan pemerintah untuk mencapai kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (kejahatan). Dalam arti lain, Penjor adalah sebuah pernyataan penghargaan dan komitmen kepada Tuhan atas keberhasilan yang diberikan kepada manusia.

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak orang yang berfokus pada komponen kreatif daripada komponen suci dengan tujuan bahwa ada 2 jenis Penjor, yaitu Penjor Suci dan Penjor yang memeriahkan atau yang sering disebut sebagai pepenjoran. Penjor suci dibuat ketika ada Upacara Dewa Yadnya (odalan di tempat suci) di dalam penjor suci berisi sanggah dan benda-benda yang digantung, misalnya sampyan, pala bungkah, pala gantung, palawija dan diisi dengan banten penjor dan upakara serta pada Hari Raya Galungan penjor dipuput pada saat penampungan Galungan atau sehari sebelum Galungan. Sedangkan penjor yang disempurnakan dibuat pada saat upacara Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya (Nganten, Metatah, Ngaben) penjor hiasnya tidak berisi sanggah dan perlengkapan seperti palawija, pala gantung, pala bungkah, dengan alasan untuk menitikberatkan pada komponen pengerjaan penjor.

Aspek-Aspek Matematika dalam Penjor Bali

Penataan penjor dalam sebuah acara atau perayaan juga mencakup perkiraan angka yang cermat. Penjor harus diatur pada posisi yang penting sehingga dapat terlihat dari jarak yang cukup jauh dan memberikan kesan gaya yang paling ekstrem. Cara kerja penjor juga mempertimbangkan perspektif, misalnya, tingkat, jarak antara penjor, dan keseluruhan desain penjor lainnya. Berikut ini adalah klarifikasi yang lebih pasti tentang matematika yang terlibat dengan posisi penjor:

Jarak antar penjor. Penjor diatur pada jarak tertentu satu sama lain untuk menciptakan kesan yang seimbang dan sempurna. Jarak ini biasanya diatur antara 3-5 meter tergantung pada lebar jalan atau wilayah di mana Penjor didirikan. Secara ilmiah, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pengaturan angka. Jika jarak antar Penjor konsisten, hal ini dapat dilihat sebagai urutan angka yang berurutan dengan kontras yang baik. Sementara jika ada variasi dalam jarak, deret matematika dapat digunakan untuk menentukan jarak yang ideal sesuai dengan rencana tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun