Senja di kota Tokyo, matahari sore di musim panas mulai meredup menyisakan kehangatan dan berkas-berkas cahya indah dari arah barat. Menyinari bangunan-bangunan padat menjulang tinggi yang seakan berlomba untuk mendapat sinarnya, mencapai langit.
Tak luput oleh jangkauan sang matahari, sebuah balkon apartemen terbuka menyambut sisa-sisa kehangatan nan indah dan menyinari sampai ke bagian dalam apartemen tua nan monoton.
Terlihat seorang anak perempuan melipat kedua tangannya diatas teralis besi balkon yang berhiaskan tanaman rambat dan pot pohon kaktus dengan berbagai macam bentuk yang sepertinya disiram hanya sebulan sekali.
Ia sedikit berjinjit dan menumpukan dagu kecilnya itu sambil menatap kosong ke arah langit sore, merasakan kehangatan sinar matahari yang merasuki tubuhnya, terdiam mengabaikan sekelilingnya. Dalam balutan baju terusan lengan pendek selutut berwarna putih gading dan rambut hitam panjang yang lurus khas orang Jepang yang ia biarkan terurai namun tertata rapi walaupun hembusan angin menerpa wajah mungil dan poni rata yang mengganggu penglihatan mata kecilnya.
Arisa Miura
sudah hampir setahun ia selalu melakukan hal yang sama setiap harinya, yaitu berdiri di balkon apartemennya sambil menatap langit sore, menunggu kepulangan ibunya. Setelah ayah yang dicintainya pergi meninggalkannya akibat kecelakaan kerja.
Ibunyalah yang menjadi tulang punggung keluarga sementara ia adalah anak satu-satunya dan merupakan murid tahun keenam di sekolah dasar khusus wanita, Seika. Saat-saat menunggu Ibunya pulang adalah saat yang paling membuatnya kesepian yang ia alami setiap harinya. Pikiran-pikiran buruk selalu membanyanginya dan bayangan kejadian ayahnya yang tak pernah kembali dari tempat kerjanya menghantuinya setiap hari.
-Arisa Miura-
Seperti hari hari yang sebelumnya, aku melakukan rutinitasku yang sudah biasa aku lakukan tiga tahun belakangan ini. Sejak kepergian Otto-san, aku hanya tinggal berdua saja dengan Okaa-san. Ia sekarang yang bekerja keras untuk menghidupiku, dan aku yang bertugas menjaga rumah, mengerjakan pekerjaan rumah sendirian dan menyiapkan segalanya hampir sendiri. Kalau diibaratkan, okaa-san adalah kepala keluarga dan akulah ibu rumah tangganya.
Namun, terkadang aku amat sedih karena tidak bisa seperti anak-anak lain diluar sana yang memiliki keluarga yang lengkap. Hari-hari kulalui sendiri sambil menunggu bel pintu apartemenku berbunyi pertanda Okaa-san telah pulang. Saat-saat menunggunya pulang adalah saat paling kesepian yang kualami setiap harinya. Pikiran-pikiran buruk selalu membayangiku dan bayangan kejadian otto-san yang tak pernah kembali dari tempat kerjanya menghantuiku setiap hari. Kegelisahan ini berlanjut sampai aku bertemu dengannya, dialah penyelamatku dalam kesendirian.
…
Theme song : Keshou Naoshi by Tokyo Jihen
Note: aih, apa ini? Haha.. ini salah satu ambisi tak terwujud gue. Salah satu karya absurd gue. Salah satu unspoken story. Ini gue buat di SMK. Dan sampai sekarang belum gue ending-i. Hanya gue ending-i di otak saja. Ide dan cerita berasal dari gue. Kalau ada kesamaan ya mohon maaf namanya juga fiksi. Ide bisa aja sama. Tapi saya belum pernah liat karya sejenis yang persis kayak allone saya ini. Semoga gak ada yang baca #eh
original posted by hainetane
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H