Ayo "Bersihkan" KPK...
(Ahli Sotoylogi dan anti LAbilogi)
Wacana pembubaran KPK kini mulai terdengar kembali, setelah Marzuki ali (Ketua DPR – PD) kini giliran Fachri Hamzah (F-PKS) yang melontarkan wacana tersebut, dan bukan tanpa alasan wacana tersebut meluncur ke ranah publik. JIka kita merunut pada kasus “ Cicak vs Buaya ” akibat adanya dugaan malpraktek atau penyalahgunaan kekuasaan yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK seperti Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, dan ajaib pada saat ituKPK seolah tidak dapat disentuh, tidak dapat diproses secara hukum karena dilindungi oleh opini publik dan keputusan deponering oleh Kejaksaan. Malah Mr. Blower lah (Susno duadji) yang terserang oleh jeratan KPK dan akhirnya terpidana akibat pemalsuan dokumen. Belum lagi kasus yang menyeret Chandra Hamzah akibat tudingan dari bendahara umum partai demokrat Nazarudin.
Orang KPK adalah manusia biasa bukan orang LANGITAN yang bisa terhindar dari segala kesalahan. Mereka bisa saja punya nafsu kekuasaan dan nafsu ekonomi, Sebagai mana yang dikatakan oleh Achmad Basarah (F-PDIP; Rakyat Merdeka Online). Atau bisa saja kesalahan yang di buat oleh KPK adalah Failure System, sistem yang mereka buat tidak bisa berjalan akibat lemahnya internal keorganisasian mereka.
KPK sendiri memiliki fungsi/ tugas diantaranya:
1.Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2.Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3.Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
4.Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5.Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Jika kita merujuk hal di atas, misalkan kita ambil terkait masalah penyelidikan dan penyidikan. Di KPK sendiri sampai saat ini baru ada sekitar 77 orang penyidik KPK yang bertugas untuk melakukan penyidikan pada kasus-kasus dugaan korupsi di 33 Propinsi, dan kalau kita bandingkan dengan Hongkong yang negaranya lebih kecil dari Jakarta saja, hongkong sudah memiliki sekitar 4000 penyidik untuk menangani masalah-masalah korupsi. Dan mungkin saja hal ini yang bisa menjadi penghambat pemberantasan korupsi di Indonesia masih saja jalan di tempat.
Padahal kalau berbicara waktu, sudah delapan tahun KPK berdiri, tapi tugas-tugas tersebut masih belum maksimal dijalankan. Bangsa ini masih menjadi juara korupsi baik tingkat ASEAN maupun Asia Pasifik, bahkan dunia. KPK seolah sibuk dengan tindakan “ Tangkap Basah”, bersembunyi terlebih dahulu menerkam kemudian.
Hemat saya KPK dibubarkan bukanlah solusi, tapi langkah solutifnya yaitu melakukan pembersihan KPK dari oknum-oknum baik dari internal maupun eksternal (pembenahan sistem). KPK saat ini seolah menjadi lembaga Super body yang memiliki kewenangan besar dan tidak bisa di supervisi. Hal logis yang saya cermati dari wacana Fachri Hamzah terkait dengan pembubaran KPK adalah adanya ide dan gagasan untuk memperkuat lembaga yudikatif kita atau bisa juga dalam rangka menciptakan criminal justice system.Yaitu dalam rangka memperkuat sistem peradilan kriminal yang tentu saling mendukung langkah lembaga lainnya yaitu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.
Beda halnya dengan sekarang KPK Seolah menjadi lembaga suporbody yang menyalahgunakan wewenang, bahkan menurut OC Kaligis (detik.com) wacana pembubaran KPK perlu dipertimbangakan, karena KPK sendiri sudah melakukan penyalahgunaan wewenang bahkan beliau menilai sarang koruptor sendiri ada disana.
KPK seolah menjadi sarana bagi mereka untuk melakukan personal dan institution laundring. Upaya tebang pilihpun seolah terlihat jelas, kita ambil contoh terkait dengan korupsi di Kemenakertrans, KPK begitu terlihat cepat dan tanggap dalam melaksanakan pemeriksaan, berbanding terbalik dengan kasus Bank Century walaupun sudah banyak melakukan pemeriksaan tapi hasilnya masih Nihil.
Sejatinya kita berharap KPK masih bisa berdiri kokoh di negeri ini, mengawal dan terus melakukan tugas dan fungsinya agar negeri ini terbebas korupsi. Pembenahan perlu di upayakan di tubuh KPK sendiri, bisa saja dalam tubuh KPK sendiri masih ada oknum-oknum yang menghalalkan korupsi karena nafsu kekayaan dan kekuasaan. Dalam konteks eksternal pemerintah juga harus bisa mendorong setiap tugas KPK bukan hanya sebatas upaya dukungan saja tapi harus siap dan sedia dalam langkah nyata seperti penyediaan tenaga penyidik, mempermudah ijin pemeriksaan bagi pejabat yang di indikasikan melakukan korupsi atau juga bisa mengupayakan sanksi tegas/ hukuman bagi koruptor dengan mengajukan upaya amandemen terhadap UU tipikor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H