Mohon tunggu...
Apip Paisal Bisri
Apip Paisal Bisri Mohon Tunggu... -

Pemerhati Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Mitigasi Bencana dan Sistem Evakuasi Bencana. \r\n\r\n(Kalo di dunia maya: Ahli Sotoylogi dan Anti Labilogi)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keluh-keluh Pak Presiden

13 Juni 2011   07:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:33 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keluh-Keluh pak Presiden

(Penulis: Apip Paisal B, Ahli Sotoylogi & Anti labilogi)

Presiden Mengeluh? hal yang sangat manusiawi yang aneh dan jarang di dengar oleh telinga kita namun sebagai masyarakat biasa hal itu terlalu sering kita alami dan rasakan. Tapi jika saja hal tersebut datang dari seorang presiden maka bisa jadi bahwa pemimpin kita tidak tahan banting. Aneh saja jika ada seorang presiden sering berkeluh kesah pada rakyatnya, sewajarnya jika rakyatnyalah yang berkeluh kesah kepada pemimpinnya.

Keluhan ini memang bukan yang pertama kali dilontarkan oleh presiden kita, tapi tentu saja sangat manusiawi jika orang nomor SATU di Indonesiapun tak luput dari rasa keluhan.Seyogyanya pemimpin itu harus menjadi teladan bagi rakyatnya, jika saja kita membandingkan perjuangan rakyat kecil yang harus berjuang untuk bertahan hidup dengan seorang presiden tentu bukanlah perbandingan yang adil. Mungkin bagi rakyat kecil yang serba terbatas kebutuhan kehidupannya, mengeluh bisa saja menjadi hal yang biasa, perjuangan yang keras dan kejam terkadang menyurutkan segala perjuangannya. Mereka hanya mengadu kepada sang khalik dengan cara berdoa tanpa berhias putus asa. Tentu sangatlah beda dan mengherankan, jika presiden yang segala berlebih kecukupannya sering mengumbar rasa keluh, bukan kapasitasnya jika presiden mengeluh dengan cara curhat pada media. Sebagai panutan rakyatnya presiden harusnya bisa bersikap arif dan lebih tegar dalam menyikapi setiap isu yang menyudutkannya. Ia akan dilihat besar oleh rakyatnya jika bisa lebih peka terhadap setiap permasalahan bangsa dan jeritan rakyatnya daripada mengurusi kabar yang tidak jelas asal-usulnya. Ia akan dilihat benar oleh rakyatnya jika membela setiap ketidak adilan yang di derita rakyatnya daripada membela image partainya.

Memang benar Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, tapi membiarkan rakyatnya menderita, tidak sejahtera dan bersikap tidak adil tentu lebih kejam daripada pembunuhan manapun. Pemimpin itu seharusnya PEKA HATI, peka terhadap permasalahan bangsa dan rakyatnya bukan peka terhadap setiap statement isu politik yang belum tentu benar keberadaannya.

Itulah akibat jika presiden tidak melepas atribut kepartaiannya, fitnah tersebut mungkin general-nya lebih di tujukan kepada partai penguasa tapi karena pak presiden masih berbaju biru otomatis isu-isu seperti itu bakal akrab dengan presiden.

Idealnya presiden itu harus bisa melepaskan atribut partainya untuk menandakan bahwa presiden itu milik rakyat Indonesia secara keseluruhan bukan hanya Bapak bagi corps berwarna biru saja.Tentu saja jika keberadaannya sudah ideal seperti itu maka ketika ada isu yang tidak sedappun rakyat akan membantu untuk menerpa isu tersebut, rakyatpun akan merasa memiliki dan bahu membahu untuk saling bantu, setiap keluhanpun tentu akan disikapi arif oleh seluruh rakyatnya.

Atau mungkin juga rasa keluhan fitnah ini menandakan bahwa presiden kita terlalu CAPEK dalam mengurus negeri ini. Makna konotasi dari capek ini mungkin saja berarti bahwa kerja seorang presiden memang sangatlah berat, jadi hal yang wajar jika presiden sering mengeluh karena kerja diluar kapasitas tubuhnya apalagi harus diterpa isu miring seperti itu. Atau bisa juga keluhan tersebut bermakna bahwa presiden kita mudah menyerah bahkan sudah menyerah untuk mengurus negeri ini, bayangkan saja jika isu seperti ini di keluhkan oleh presiden apalagi jika kita berbicara perihal progress kinerja pemerintahannya selama 2 periode ini, mungkin benar jika bapak kita ini sangatlah keCAPEKan.

Keluh-Keluh pak Presiden

(Penulis: Apip Paisal B, Ahli Sotoylogi & Anti labilogi)

Presiden Mengeluh? hal yang sangat manusiawi yang aneh dan jarang di dengar oleh telinga kita namun sebagai masyarakat biasa hal itu terlalu sering kita alami dan rasakan. Tapi jika saja hal tersebut datang dari seorang presiden maka bisa jadi bahwa pemimpin kita tidak tahan banting. Aneh saja jika ada seorang presiden sering berkeluh kesah pada rakyatnya, sewajarnya jika rakyatnyalah yang berkeluh kesah kepada pemimpinnya.

Keluhan ini memang bukan yang pertama kali dilontarkan oleh presiden kita, tapi tentu saja sangat manusiawi jika orang nomor SATU di Indonesiapun tak luput dari rasa keluhan.Seyogyanya pemimpin itu harus menjadi teladan bagi rakyatnya, jika saja kita membandingkan perjuangan rakyat kecil yang harus berjuang untuk bertahan hidup dengan seorang presiden tentu bukanlah perbandingan yang adil. Mungkin bagi rakyat kecil yang serba terbatas kebutuhan kehidupannya, mengeluh bisa saja menjadi hal yang biasa, perjuangan yang keras dan kejam terkadang menyurutkan segala perjuangannya. Mereka hanya mengadu kepada sang khalik dengan cara berdoa tanpa berhias putus asa. Tentu sangatlah beda dan mengherankan, jika presiden yang segala berlebih kecukupannya sering mengumbar rasa keluh, bukan kapasitasnya jika presiden mengeluh dengan cara curhat pada media. Sebagai panutan rakyatnya presiden harusnya bisa bersikap arif dan lebih tegar dalam menyikapi setiap isu yang menyudutkannya. Ia akan dilihat besar oleh rakyatnya jika bisa lebih peka terhadap setiap permasalahan bangsa dan jeritan rakyatnya daripada mengurusi kabar yang tidak jelas asal-usulnya. Ia akan dilihat benar oleh rakyatnya jika membela setiap ketidak adilan yang di derita rakyatnya daripada membela image partainya.

Memang benar Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, tapi membiarkan rakyatnya menderita, tidak sejahtera dan bersikap tidak adil tentu lebih kejam daripada pembunuhan manapun. Pemimpin itu seharusnya PEKA HATI, peka terhadap permasalahan bangsa dan rakyatnya bukan peka terhadap setiap statement isu politik yang belum tentu benar keberadaannya.

Itulah akibat jika presiden tidak melepas atribut kepartaiannya, fitnah tersebut mungkin general-nya lebih di tujukan kepada partai penguasa tapi karena pak presiden masih berbaju biru otomatis isu-isu seperti itu bakal akrab dengan presiden.

Idealnya presiden itu harus bisa melepaskan atribut partainya untuk menandakan bahwa presiden itu milik rakyat Indonesia secara keseluruhan bukan hanya Bapak bagi corps berwarna biru saja.Tentu saja jika keberadaannya sudah ideal seperti itu maka ketika ada isu yang tidak sedappun rakyat akan membantu untuk menerpa isu tersebut, rakyatpun akan merasa memiliki dan bahu membahu untuk saling bantu, setiap keluhanpun tentu akan disikapi arif oleh seluruh rakyatnya.

Atau mungkin juga rasa keluhan fitnah ini menandakan bahwa presiden kita terlalu CAPEK dalam mengurus negeri ini. Makna konotasi dari capek ini mungkin saja berarti bahwa kerja seorang presiden memang sangatlah berat, jadi hal yang wajar jika presiden sering mengeluh karena kerja diluar kapasitas tubuhnya apalagi harus diterpa isu miring seperti itu. Atau bisa juga keluhan tersebut bermakna bahwa presiden kita mudah menyerah bahkan sudah menyerah untuk mengurus negeri ini, bayangkan saja jika isu seperti ini di keluhkan oleh presiden apalagi jika kita berbicara perihal progress kinerja pemerintahannya selama 2 periode ini, mungkin benar jika bapak kita ini sangatlah keCAPEKan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun