Ketika ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok meningkat, perubahan iklim menjadi salah satu arena utama dalam persaingan kekuatan global. Kedua negara, sebagai penghasil emisi karbon terbesar dunia, bersaing untuk memimpin upaya menuju nol emisi bersih.
 Namun, pendekatan mereka berbeda: Amerika Serikat menekankan pengurangan emisi berbasis sains dengan target yang ketat, sedangkan Tiongkok menyesuaikan kecepatan perubahan dengan kebutuhan ekonomi domestik.Â
Di tengah dinamika ini, Indonesia memiliki kesempatan penting. Sebagai negara berkembang yang menargetkan nol emisi pada tahun 2060, Indonesia dapat memanfaatkan persaingan ini untuk menarik investasi energi hijau dan teknologi, serta memperkuat posisinya dalam diplomasi iklim global.
Ketegangan Diplomasi Iklim: Kepentingan Amerika Serikat dan Tiongkok yang Berbenturan
Perselisihan antara Amerika Serikat dan Tiongkok dalam diplomasi iklim terlihat dalam berbagai pertemuan internasional, seperti COP26 dan COP27. Amerika Serikat berjanji membantu negara-negara berkembang mencapai tujuan iklim mereka dengan menyediakan dana dan teknologi, tetapi sering kali disertai syarat tata kelola ketat.
 Sebaliknya, Tiongkok menawarkan dukungan infrastruktur energi hijau dengan pendekatan yang lebih fleksibel, meski beberapa negara penerima khawatir akan risiko ketergantungan ekonomi akibat utang (debt-trap diplomacy). Perbedaan ini menciptakan peluang bagi Indonesia untuk berperan sebagai "penyeimbang" yang dapat memanfaatkan kedua kekuatan untuk keuntungan optimal.
Peluang Strategis: Menjadi Mediator dan Meraih Keuntungan dari Persaingan
Sebagai negara berkembang dengan kekayaan sumber daya alam yang besar, Indonesia berada pada posisi strategis di Asia Tenggara. Ini memungkinkannya menarik bantuan dari kedua negara besar, sekaligus menjadi model transisi energi di kawasan. Jika dimanfaatkan, Indonesia dapat memperoleh teknologi hijau, pendanaan energi terbarukan, dan dukungan adaptasi iklim dari Amerika Serikat dan Tiongkok.
Misalnya, Amerika Serikat mungkin terdorong untuk mendukung proyek hijau Indonesia agar negara ini tidak bergantung pada Tiongkok. Sementara itu, Tiongkok dapat meningkatkan tawarannya melalui Belt and Road Initiative (BRI) dengan fokus energi hijau untuk memperkuat pengaruh di Asia Tenggara.
Diplomasi Regional di ASEAN dan G20: Mendorong Pendanaan Iklim Berkeadilan
Indonesia juga memiliki peran strategis di ASEAN dan G20. Di ASEAN, Indonesia dapat membentuk koalisi untuk menuntut dukungan pendanaan bagi negara-negara yang rentan terhadap dampak iklim.Â