Hujan Orang Mati
sebuah cerpen karya Violeta Charisma Saragih
”Empat jenazah korban jatuhnya pesawat AirAsia ditemukan. Tim SAR di kapal MGS Survey menemukan empat jenazah korban pesawat AirAsia di Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Jumat… ”
Seorang gadis, Cira, sedang bersantai menonton TV dikamarnya.Cira mengecilkan volume TV yang sedang menayangkan berita tentang pencarian dan evakuasi korban pesawat Air Asia yang hilang kontak dan jatuh pada akhir Desember lalu. Duka di akhir tahun. Hari yang buruk bagi keluarga korban yang ditinggalkan, pikir Cira seakan mengerti.
Langit cerah pada siang hari itu. Kegiatan kuliahnya telah selesai. UAS dan pengumpulan tugas semuanya sudah beres. Waktunya untuk liburan, tapi entah kenapa hari ini ia tidak berniat kemana-mana. Hanya diam menonton TV di kamarnya. Direbahkan badannya ke kasurnya yang empuk. Siaran TV dipenuhi oleh berita musibah yang menimpa pesawat Indonesia.
Ia membaringkan badannya ke kiri, meraih tablet 10 inch-nya. Terdapat notification di akun BBM. Hanya broadcast message tentang diskon pada online shop temannya. Langsung ditekannya tombol option. End chat. Yes. Tidak penting. Lalu dibukanya recent update. “RIP kak Anita, semoga tenang di sisiNya.” Ia membaca status salah satu teman SMAnya. Dia kenal orang yang dimaksud temannya itu. Kakak kelas di sekolahnya dulu. Orangnya baik, cantik. Segera ia membuka facebook. Benar saja, sudah banyak orang yang mengucapkan belasungkawa dan doa di diding akun facebook kak Anita. Meninggal di tempat karena kecelakaan. Ya ampun kak Anita, tragis sekali.
Lalu dibukanya beranda facebooknya. Dilihatnya foto seorang temannya yang sedang menangisi jenazah ibunya. Lagi-lagi tentang kematian. Ya Tuhan. Akhir-akhir ini Cira merasa dekat sekali dengan kematian. Dari semua yang dilihat, didengar dan dialaminya, ia merasa Tuhan bisa mengambil nyawanya kapan saja dan dimana saja. Banyak sekali berita kematian di awal tahun yang baru ini.
Langit masih cerah, matahari bersinar terik. Sesekali angin bertiup kencang, dan tiba-tiba turun hujan gerimis. Namun matahari masih bersinar terik, hanya terdapat sidikit awan abu-abu menyelimuti permukaannya. Hujan orang mati, pikir Cira. Tiba-tiba ia teringat papanya yang meninggal 2 bulan lalu. Papanya sudah lama terkena penyakit jantung. Ia meninggalkan Cira dan seluruh keluarganya dengan cara mendadak. Cira ingat saat papanya mengeluh pusing dan mual, setelah itu papanya jatuh. Tak berdaya. Satu jam berada di rumah sakit dan papanya dinyatakan sudah pergi. Sedih sekali. Cira serasa kehilangan sebagian jiwanya. Ia sangat dekat dengan papanya. Dan sekarang ia sangat merindukan beliau.
Sudah 2 bulan berlalu sejak kejadian itu. Kejadian yang membuat hidup Cira berubah. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa Cira tak ingin kemana-mana. Ia masih berduka. Biasanya dihari libur begini papanyalah orang pertama yang mengajaknya berpetualang. Sudah 2 bulan berlalu. Rasa rindu sudah menumpuk di dadanya. Ingin sekali ia bertemu dengan papanya, walaupun hanya dalam mimpi. Tapi belum pernah sekalipun papa Cira mampir ke mimpinya.
Hujan bertambah deras, tapi matahari masih bersinar terik. Dibukanya galeri foto di tabletnya. Terpampang foto-foto selfie terakhirnya dengan papanya. Hanya inilah yang bisa meredakan rasa rindu. Tiba-tiba di depan tempat tidurnya, muncul seberkas cahaya. Makin lama makin besar dan menyilaukan. Cira kaget. Lalu dilihatnya bayangan manusia keluar dari cahaya tersebut. Makin lama semakin jelas. Memakai pakaian putih-putih. Tangan, kaki, postur badan dan wajahnya…
“Papaa!” Cira kaget sendiri mendengar suara yang keluar dari mulutnya. “Papa, kaukah itu?” tanyanya penasaran. Jantungnya berdetak kencang.