Mohon tunggu...
Vinsensius SFil
Vinsensius SFil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Filsafat

Suka membaca dan menulis yang bermanfaat bagi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Film

Film "Mary" (2024): Antara Keindahan Visual dan Kekurangan Biblis

27 Desember 2024   22:24 Diperbarui: 27 Desember 2024   22:24 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film "Mary" yang dirilis pada Desember 2024 di Netflix mengangkat perjalanan hidup Maria, ibu Yesus, dari masa kecilnya hingga peristiwa kelahiran Yesus. Disutradarai oleh D.J. Caruso, film ini menampilkan Noa Cohen sebagai Maria dan Anthony Hopkins sebagai Raja Herodes. Dengan sinematografi yang memukau dan kualitas produksi yang tinggi, "Mary" menawarkan pengalaman visual yang kuat bagi penontonnya.

Dari sisi sinematografi, film ini berhasil menghadirkan suasana otentik Palestina abad pertama. Detail kostum, latar tempat, serta pencahayaan yang digunakan memberikan kesan mendalam, membawa penonton menyelami kehidupan sederhana Maria di Nazaret. Selain itu, pendekatan emosional yang digunakan mampu menggambarkan sisi manusiawi Maria sebagai seorang ibu, yang menghadapi tantangan besar dalam mengemban perannya sebagai ibu Yesus.

Namun, film ini tidak luput dari kekurangan, terutama jika dilihat dari sisi biblis. Salah satu kelemahan utamanya adalah ketidaksesuaian dengan narasi Kitab Suci. Misalnya, dalam adegan yang menggambarkan pelarian keluarga kudus ke Mesir, film tidak menyertakan penampakan malaikat kepada Yosef yang menjadi elemen penting dalam Matius 2:13. Hal ini mengurangi dimensi spiritual dan peran ilahi dalam kisah tersebut, yang seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan mereka.

Selain itu, "Mary" juga menggabungkan elemen dari teks non-kanon seperti "Protoevangelium Yakobus". Meskipun pendekatan ini menambah kedalaman cerita, hal tersebut berisiko membingungkan penonton tentang mana yang merupakan bagian dari narasi Alkitab dan mana yang hanya interpretasi kreatif. Penekanan pada elemen kekerasan, seperti pembantaian anak-anak oleh Raja Herodes, juga dirasa berlebihan dan mengurangi fokus pada pesan kasih dan pengharapan yang seharusnya menjadi inti cerita.

Secara keseluruhan, "Mary" adalah sebuah film dengan visual dan emosi yang kuat, memberikan perspektif baru tentang kehidupan Maria. Namun, bagi mereka yang menginginkan kesetiaan terhadap Kitab Suci, beberapa elemen dalam film ini mungkin terasa kurang memuaskan. Absennya penampakan malaikat kepada Yosef dan fokus yang terlalu besar pada elemen dramatis membuat pesan spiritual tentang rencana Tuhan tidak terasa menonjol. Meskipun demikian, film ini tetap layak ditonton sebagai sebuah eksplorasi kreatif tentang keluarga kudus, terutama bagi mereka yang tertarik pada pendekatan baru terhadap kisah Maria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun