Yesus dan ke-12-san dan perahu-perahu lain yang menyertai pelayaran di suatu kisah mengalami kejadian itu, angin ribut. Ketika taufan dasyat menyerang perahu yang ditumpangi Yesus dan ke-12-san, Yesus tertidur di buritan perahu, di sebuah tilam.Â
Taufan dasyat itu mengakibatkan semburan ombak masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air, dan siap mengahantar seluruh penumpang dan awak perahu kepada kebinasaan.
"Doubt Method, atau Dubium Methodicum" (Kesangsian Metodis) yang diperkenalkan kemudian oleh Descartes (Bisa dikatakan demikian, lantaran ia pernah menyepih dua tahun untuk bersemadi, dan meneguhkan iman dan budinya), dipraktekan para murid untuk meneguhkan keyakinan iman mereka akan Yesus dan kehadiranNya, sebagai Sang Deum Verum de Deo Vero itu.Â
Praksis dari "Dubium Methodicum" mereka berwujud pada beberapa hal, (Pertama), "Kepanikan yang luar biasa," kala kejadian itu. Hal ini terjadi oleh karena (Alkitab mengatakan kasusnya) angin taufan yang dasyat, semburan ombak, air masuk ke perahu, perahunya mulai penuh dengan air (ya, siap tenggelam), kata lainnya kematian di ambang pintu.
Pertanyaanya, "Kenapa terjadi kepanikan yang luar biasa?"  Alkitab menyebut sesuatu yang penting dan jadi dalil pertama, yakni  dari Sabda Yesus sendiri, "Mengapa kamu begitu takut? Apakah mereka semua (para murid) manusia traumatis atau pobia air?
(Kedua), pertanyaan ini, "Mengapa kamu tidak percaya?" Bukti dukung sampai pernyataan "Mengapa kamu tidak percaya" harus dilontarkan Yesus karena kelihatan sekali para murid takut binasa (mati), mereka kewalahan, mereka takut terjadi kengerian bagi diri mereka. Pernyataan Yesus itu juga didukung kuat oleh pernyataan para murid sendiri: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"
Pertanyaan lanjutan, "Kenapa orang-orang hebat seperti para murid yang nota bene para pelaut kawakan, profesional mengalami ketakutan yang hebat ketika menghadapi tofan yang dasyat (mungkin pernah alami) dan perahu yang ditumpangi itu hampir tenggelam? Tidakah mereka punya cara, atau akal? Â
Apakah karena afirmasi negatiplah yang membuat mereka mengalami "situasi goncang" yang dasyat karena serangan badai? Â Afirmasi itu seperti; kami binasa, kami tidak tertolong, kami hancur, dan lain-lain lagi.Â
Afirmasi negatif lain yang paling khas adalah ucapan mereka sendiri kepada Yesus, "Engkau tidak pedulikah kalau kita binasa?" Jadi pada level intelektus (budi) mereka hanya ada realitas pesimistis, tidak tertolong lagi, tenggelam, binasa dan mati.
Atas "situasi goncang" dan "realitas peisimistis" demikian "Dubium Methodicum" akan kehadiran Yesus, terjadilah. Kesimpulan kecil adalah jika intelektus, budi, pikiran, dipenuhi hal-hal negatif, atau realitas pesimistis maka situasi down, susah menghadapi realitas, kehilangan kendali diri memenuhi tataran intelektus.
Bahkan berpengaruh sampai pada tataran psikis, dan menyebabkan seseorang kehilangan kendali untuk menampik rasa takut, keberanian luntur dan berpikir jernih lenyap.Â