SI PECUNDANG dan "300 TRILIUN"
(Catatan reflektif Semana Sancta)
Seturut kisah Sinoptik (Mateus, Markus, Lukas) dan Yohanes, si pecundang adalah "Orang luar", Â artinya dia adalah salah satu dari kelompok keduabelasan yang Non Galilea.Â
Bila lebih jauh ditelusuri, tahulah bahwa si pecundang berasal dari Keriot, suatu kota di Selatan Yudea. Sedangkan tambahan nama Iskariot mengidentifikasikan asalnya.
Bagi si pecundang, "Tidak mengapa, jika aku bukan orang dalam." Â Karena pada prinsipku: "aku bangga lantaran dipilih "Orang Nasaret" itu jadi pengikut dekatNya dalam perjuangan memproklamirkan Kerajaan Allah di dunia. Suatu Kerajaan Damai Sejahtera dan berhukum Cinta Kasih. Alasan aku terpilih, mungkin karena aku ahli di bidangku, "Keuangan."
Nama Iskariot yang tertera di belakang nama depanku, mengandung beberapa arti, pertama, pria dari Keriot, kedua, orang Sika, yang artinya pembawa belati. Memang demikian adanya lantaran aku datang dari satu aliran Yahudi yang fanatik. Ketiga, dalam bahasa Aram, nama Iskariot itu berarti orang yang hidupnya berpura-pura, dan penghianat.Â
Selaku orang Kireot, aku sungguh paham arti nama itu karena aku tumbuh dewasa dalam budaya Keriot, satu kota di Selatan Yudea.
Rahasia "arti sebuah nama," aku simpan rapih dalam hatiku. Tapi sering aku gelisah, dan aku yakin "Orang Nasaret" itu tahu, dan memang Ia tahu. Hal itu terungkap ketika kami makan bersama dengan DIA di "The Last Supper" Â (Malam Perjamuan Akhir). IA sempat menyindir aku katanya: "Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku," Â (bdk. Mat 26: 21-25).Â
Atas sindirian itu, semua yang hadir pada perjamuan itu kaget dan beberapa di antaranya bertanya: "Bukan aku, ya Tuhan ?" Lalu Ia menjawab mereka, bahkan dengan nada mengecam. Aku berpura-pura tidak tahu sewaktu ia menjawab mereka. Saat itu akal bulusku bekerja keras dan hasilnya: "aku juga ikut bertanya: "Bukan aku, ya Rabi ?" Dan kulihat, "ReaksiNya datar."
Jika kesebelas pengikut lain yang hadir pada malam perjamuan itu paham dan  tajam analisinya maka mereka tahu siapa orang yang melakukan hal itu. Mereka juga cepat respon kiranya, ketika paham akan caraku menyapa DIA. Kesebelasan  menyapa DIA dengan Tuhan dan aku memanggilNya, Rabi atau Guru.
Aku beruntung, tidak tertangkap saat perjamuan malam bersama Sang Guru dan Tuhan, sehingga aku seperti melenggang bebas dengan rencana penjualan Yesus, Sang Guru dan Tuhan itu kepada para pemimpin bangsa Yahudi. Â